Thursday 28 June 2007

Kisah Diri

Saya dilahirkan di sebuah keluarga yang cukup berada, menikmati masa kecil dengan bahagia. Namun masa bahagia itu tak berlangsung lama. Ayah kehilangan pekerjaan, ditambah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan dementia saat saya belum genap berusia 10 tahun. Saya sering iri melihat teman-teman yang bisa bercanda dan berdiskusi dengan ayah mereka. Sejak sebelum lulus SD saya terpaksa belajar mengambil keputusan untuk masa depan, termasuk kelanjutan studi. Tak tega rasanya melihat ibu yang payah mengatur rumah tangga sambil mengurus ayah yang lumpuh.

Tanpa beasiswa, mungkin kini saya bekerja sebagai lulusan SLTP. Keyakinan ibu akan Allah Yang Maha Kaya benar-benar menjadi kekuatan tersendiri bagi saya, hingga akhirnya bisa memperoleh beasiswa untuk kuliah di negeri impian banyak orang, Jepang. Usia belasan tahun saya lalui dengan penuh makna. Masih jelas terbayang, saat saya dan kakak memisahkan lembar-lembar bekas buku catatan yang belum terpakai, lalu menjilidnya menjadi buku catatan baru, hingga memakai kertas buram yang dibagi dua untuk buku tulis. Buku menjadi barang langka yang seharusnya dekat dengan status saya sebagai pelajar. Malam minggu kadang habis untuk merangkum buku pelajaran yang dipinjam dari teman. Hari Minggu saya gunakan untuk berjualan gorengan ibu, sambil latihan Pramuka atau PMR di sekolah. Keluarga saya miskin, tapi alhamdulillah anak-anak ibu lancar semua sekolahnya, tak ada yang tinggal kelas, tak ada yang harus libur sekolah selama setahun, menunggu uang terkumpul untuk biaya sekolah.

Keberadaan saya di neegri samurai sudah melewati bilangan tahun. Kehidupan sehari-hari terasa sangat mewah. Ingin makan daging tinggal pilih, ayam, kambing atau sapi, ingin jalan-jalan tinggal pilih tujuan wisata, ingin minum apa, bisa langsung beli. Hal yang membuat saya sedih, mengingat keluarga di rumah harus menunggu Idul Adha untuk makan daging. Tapi saya bersyukur, sangat bersykur dengan kesempatan menimba ilmu di Universitas Kehidupan di sini. Dosennya adalah orang-orang baik dan sholeh yang mengingatkan dan mengajak berbuat baik, saudara seiman yang sama-sama tengah berjuang di negeri ini.

Saya teringat perkataan Ibnu Jauzi : Wajib bagi seseorang yang cerdas untuk berusaha menggapai puncak yang bisa ia capai. Andaikata anak Adam bisa membayangkan bahwa ia sanggup ke langit, maka anda akan melihat bahwa diamnya ia di bumi adalah perkara yang sangat dibenci. Saya menangkap bahwa posisi saya sebagai mahasiswa dengan beasiswa yang besarnya bisa untuk hidup mewah di Jepang seharusnya mampu lebih bermanfaat. Lalu saya pun berusaha belajar dalam segala hal, mulai memasak sendiri, melatih kemampuan tulis menulis ala jurnalis, mengotak-atik program untuk siaran dakwah, berlatih berorganisasi, belajar bergaul dengan banyak orang, dan sebagainya.

Alhamdulillah sudah mulai terasa hasilnya, keahlian-keahlian baru yang mungkin tak akan pernah saya dapatkan bila saya berada di Indonesia. Saya berani menggantikan posisi ayah sebagai kepala keluarga sebelum usia saya genap 20 tahun, memikul tanggung jawab atas orang tua dan saudara-saudara saya. Saya bisa membiayai adik saya insyaAllah hingga lulus SMA, biaya rehabilitasi ayah hingga bisa berjalan, biaya ibu berobat sejak divonis TBC tahun lalu, hingga wisuda kakak saya. Saya bisa mengkoordinir uang lebih mahasiswa di Jepang untuk disalurkan ke daerah bencana di Indonesia atau biaya sekolah anak-anak yang kurang beruntung. Alhamdulillah saya bisa berkurban dan memberikan takjil buka puasa untuk anak yatim di kota kelahiran saya. Saya bisa membantu banyak orang. SubhanAllah. Padahal 4 tahun yang lalu saya masih seorang pemuda miskin yang kebingunan menatap masa depan. Membayar biaya kuliah sendiri saja tak sanggup, membiayai sekolah orang lain adalah hal yang tak pernah terbayangkan. Namun Allah memberikan kesempatan, karunia, dan keluangan. Ini yang harus bisa saya manfaatkan. Kelebihan yang pasti akan dimintai pertanggungjawaban.

Saya ingin mengisi masa muda saya di negeri ini dengan penuh arti, bukan sekedar belajar di kampus, meraih nilai bagus lalu lulus. Kuliah bisa dimana saja, namun di antara mahasiswa lain saya ingin punya sesuatu yang lebih, yang membedakan dengan orang kebanyakan. Masa muda saya harus bisa dimaksimalkan potensinya untuk kemaslahatan umat. Masa muda harus diisi dengan bijak dan bermanfaat. Masa muda harus disyukuri sebelum datang masa tua yang membawa banyak keterbatasan dalam koridor menggapai ridho-Nya.

Setiap pemuda punya potensi yang luar biasa. Saya yakin setiap orang memiliki caranya masing-masing, namun saya percaya setiap warna yang ditorehkan semasa muda semuanya indah dan penuh makna. Saya percaya banyak orang yang lebih beruntung dari saya, memiliki orang tua yang bisa diajak diskusi, keluangan rejeki, otak yang cerdas, fisik yang sehat atau ilmu yang bisa bermanfaat. Karena itu saya yakin, masih banyak pemuda lain yang bisa berbuat jauh lebih baik daripada saya. Seharusnya.

No comments: