Monday 18 June 2007

Runner-Up untuk kesekian kali


Aku tak setuju bila ada orang mengatakan Bulu Tangkis Indonesia hilang kebingarannya. Rasanya masih kemaren saat kami, orang-orang Indonesia, berteriak sekuat tenaga memberikan semangat kepada para atlet yang sedang berjuang merebut Thomas Cup di Tokyo. Patut dievaluasi kalau prestasi kita sedang kehilangan pamor, tapi hey, bukankah justru ini saatnya bintang-bintang baru mulai bersinar dalam olahraga yang menjadi andalan Indonesia satu-satunya pada ajang dunia?

Sayangnya, kecermelangan prestasi atlet Indonesia kurang bergema di masyarakat. Mungkin tak banyak yang tahu, kalau salah seorang atlet Indonesia menjadi pemenang dalam superliga bulu tangkis di Selandia Baru beberapa waktu lalu. Meski harus mengakui dominasi RRC, tim Indonesia mampu melaju sampai babak final dalam Piala Sudirman yang berkakhir hari Ahad kemarin. Pemain-pemain Junior Indonesia mampu bermain imbang dengan pemain senior kelas dunia dari Malaysia, RRC dan Korea dalam beberapa kompetisi tahun 2007. Berapa banyak orang yang menyadari hal ini?

Inggris, negara yang mencetuskan All England pun entah sejak kapan namanya tak pernah terdengar lagi dalam dunia bulu tangkis. Namun dalam piala Sudirman tahun ini, Inggris menunjukkan perkembangan yang mengejutkan. Setidaknya membuat beberapa negara perlu memperhitungkan Inggris dalam kompetisi ke depan.

Sebagian negara yang menyandang gelar papan atas dalam dunia bulutangkis sepertinya juga mulai kehabisan stok pemain yunior yang berpotensi. Hal ini bisa dilihat dari usia pemain yang diturunkan dalam turnamen-turnamen yang ada : Hampir semuanya muka lama. Sepuluh tahun yang lalu, hanya sepuluh tahun yang lalu Indonesia masih berada di posisi puncak dunia bulutangkis. Memikirkan hal ini, beberapa tahun lagi aku optimis Indonesia akan mampu menuai prestasi dalam cabang olahraga yang pernah, sedang dan akan menjadi kebanggan rakyat. Akan lahir atlet-atlet baru yang menjadi legenda, melebihi para pendahulunya.


***

1. Kecepatan Shuttle dalam bulu tangkis dapat melampaui shinkansen nozomi.

Dalam Piala Sudirman tahun 2005 di Beijing, tercatat kecepatan shuttle mencapai 332 km/jam, lebih cepat dari Shinkansen Nozomi, kereta peluru versi tercepat di Jepang. Kecepatan bola tennis yang sering dimunculkan dalam pertandingan pun kalah. Nampaknya alat pengukur kecepatan shuttle perlu dimodifikasi, karena limit kemampuan mengukur ada pada angka 350 km/jam. Bukan tak mungkin akan ada rekor-rekor baru yang melampaui angka ini. Manusia ternyata memang ciptaan yang penuh kejutan, meski tak akan pernah bisa berlari mendahului shinkansen, tapi mampu menghempas benda melebihi kecepatan shinkansen.


2. Indonesia hanya sekali meraih Piala Sudirman

Piala Sudirman diselenggarakan tiap 2 tahun sekali sejal tahun 1989. Hanya tahun inilah untuk pertama kali (dan satu satunya hingga sekarang), Indonesia berhasil meraih piala Sudirman. Sejak 1991 hingga 2007, Piala ini hanya berpindah tangan dari RRC ke Korsel.


3. Piala Sudirman diselenggarakan untuk mengenang Dick Sudirman, konon beliau lah Bapak Bulu Tangkis Indonesia. Dulu aku tak habis pikir kapan Jendral Sudirman berperan dalam dunia bulu tangkis. Atau, besar sekali penghargaan terhadap beliau hingga namanya diabadikan menjadi jalan raya dimana-mana, dan patungnya pun didirikan dengan menebas beberapa batang penyokong jalur hijau di tengah ibukota, hingga dunia olahraga pun turut menjunjung namanya. Arrgghh..... inilah akibat penggunaan nama secara massal!

4. Route Pangsar Sudirman
Tak ada hubungannya dengan judul. Kebetulan saja pak Dirman pernah lewat di kotaku saat perang gerilya. Di beberapa sudut jalan tegak dipasang tonggak penunjuk arah bertuliskan "Route Gerilya Pansar Sudirman". Aku tak terlalu peduli dengan route ini hingga saat usiaku belum genap 15 tahun aku diharuskan untuk menyusuri kembali jalan-jalan yang beliau lewati di daerah gunung kidul, Yogyakarta. Tentu saja lengkap dengan pakaian lapangan, tongkat, bekal air bal bla bla, masih ditambah lagu-lagu perdjoeangan yang disenandungkan serempak. Tak lupa : tandu. Di tengah perjalanan kadang aku berharap aku bisa didudukan di atas tandu itu, dengan kerelaan rekans mengusung tubuh mungilku. Huakakaka... Masih ada saja pikiran egois, padahal rekans lain pasti juga kelelahan naik turun bukit gersang itu.



Tak ada hubungannya dengan judul (2). Sudirman Arshad, penyanyi kenamaan negeri jiran yang dituliskan mampu menjadi idola semua kalangan tanpa melihat ras dan agama.

1 comment:

sachroel said...

arigatou ....

pasang shoutbox dong sun, supaya gampang naruh comment nya