Monday 4 February 2008

Jejaring Batin

Saya kecolongan lagi. Seminggu yang lalu seorang rekan di Lab saya dikabarkan tak jelas rimbanya. SMS tak berbalas, telepon tak diangkat, HP tak bisa dihubungi dan orang tuanya pun sudah menghubungi polisi. Kenapa kejadian ini bisa terjadi tanpa saya sadari? Kami berada dalam laboratorium yang sama, melakukan percobaan dalam jadwal yang tak berbeda, bahkan boleh dikatakan kami menghabiskan waktu bersama di kampus lebih banyak dibandingkan dosen wali atau teman Jepang saya yang lain.

Dua tahun yang lalu, seorang mahasiswa asing dari negeri jiran jejaknya tak terlacak setelah meninggalkan kampus tanpa pamit. Semua orang panik. Saya dipanggil ke ruang dosen untuk ditanyai tempat-tempat yang mungkin menjadi sarana transit sementara bagi dia. Termasuk alamat masjid, kontak dengan orang Malaysia di propinsi ini, juga nomor telepon yang sekiranya bisa menjadi petunjuk. Lebih dari orang-orang Jepang yang khawatir itu, saya merasa terpukul, tersindir, atau apalah istilahnya. Saya kurang peka membaca kondisi saudara seiman, meski tinggal dalam asrama yang sama.


Apakah tak ada perasaan apapun saat orang yang kita kenal mengalami kejadian di luar dugaan? Tak terbersitkah sedikit susah ketika kawan kita mendapat musibah? Tidak adakah penyesalan, sebenernya ada yang bisa saya lakukan untuk mencegah kejadian buruk terjadi? Tak adakah kekecewaan saat menyadari kita tak mengenal dengan baik sahabat? Tak pernah muncul bersalah kah saat tumpulnya kepekaan kita membiarkan halauan hidup seseorang berubah? Tak terasakah gulana, saat pikiran abu-abu kita dijadikan cara pandang dan mengeluarkan pendapat oleh orang lain? Ah, mungkin saya terlampau jauh berpikir, namun hati kecil ini berkata "saya merasa".

No comments: