Monday 31 March 2008

Memandang

Saya pernah berpikir tentang bahagia. Namun baru kemudian saya sadar, bahwa kata inilah yang posisinya paling dekat dengan sukses. Setiap kali menjelang ujian besar atau beberapa hari sebelum saya berangkat ke Jepang, ucapan inilah yang paling sering saya terima, tak peduli apakah kalimat "Semoga Sukses" ini disampaikan secara lisan, tulisan via email, surat, atau SMS. Tapi pernahkah mereka turut memasukkan harapan akan kebahagiaan yang diraih dalam kata sukses yang entah keberapa kalinya keluar dari mulut? Apakah sukses yang mereka maksudkan sesuai dengan sukses yang saya inginkan? Saya terlanjur menyandingkan kedua kata ini bukan tanpa alasan.


Saya membaca tulisan mbak Irmayanti di milis FLP Jepang, sepertinya beliau juga berpandangan kalau bahagia adalah salah satu tanda sukses :
***
Hm...

Saya kenal dengan seseorang, yang pada masa kuliah tidak begitu cemerlang prestasinya. Dia sampai harus mengulang mata kuliah pokok hingga tiga kali! Tapi sekarang, dibanding hampir semua alumni lainnya, ia adalah salah seorang yang paling banyak menggunakan disiplin ilmu yang dulu dipelajari di bangku kuliah. Padahal, tak sedikit mahasiswa dengan IP diatas 3,5 yang pekerjaannya sekarang membuat lupa dengan apa yang dulu susah payah dipelajari untuk dapat nilai A.

Saya juga kenal dengan seseorang, yang menjadi lulusan terbaik ketika wisuda S1. Langsung bekerja di perusahaan tertua di bidang tersebut dan salah satu yang terbaik di Indonesia. Ditawari beasiswa ke luar negeri dan tesisnya menjadi yang terbaik juga di sana. Pulang ke Indonesia, mendapat penghargaan dari organisasi profesi tingkat nasional. Sekarang, dia bekerja rumahan, nyaris tak ada sangkut paut dengan disiplin ilmu ataupun prestasinya di sana.

Kehidupan itu lucu ya? Penuh misteri.

Siapa yang sukses, siapa yang tidak? Tak ada yang bisa menghakimi, yang mana di antara dua kenalan saya itu yang dianggap sukses. Kalau mereka bahagia, bukankah itu salah satu tanda sukses?

Hm...

***

Saya punya seorang kawan yang selalu meraih nilai terbaik di jurusannya. Boleh dikatakan kalau dia sukses dalam bidang akademis, namun ternyata dia sering mengatakan iri dengan saya yang nampak menikmati hidup. Padahal saya tak jarang ingin meraih predikat yang dia miliki : Terbaik di jurusan. Mungkin karena waktu itu saya berpikir bahwa tingkat kesuksesan berbanding dengan seberapa tinggi prestasi akademis di kampus.


Ada seorang kawan lain yang menurut rekan saya di atas terlalu santai menikmati hidup dan selalu berhadapan dengan saat-saat kritis karena keteledorannya. Namun sampai saat ini dia masih selamat meski nyaris. Kawan ini terlihat begitu bahagia, tapi apakah dia boleh dikatakan sukses? Saya serahkan saja keputusannya kepada setiap orang yang menilai.



Satu yang dicatat, sukses itu tergantung darimana kita memandang. Sukses itu pilihan menuju kebahagiaan. Kebahagiaan yang kekal itu ada di tempat kita bisa memandangi keagungan wajah Sang Pencipta. Kapan itu tercapai? Rasanya orang yang masih hidup tak ada yang tau jawabnya.


Jadi? Pastikan bahwa sukses kecil yang diraih akan membawa ke sana. Jangan pernah berhenti, jangan segan untuk memulai, jangan biarkan posisi perkembangan diri berada di tempat yang sama. Setiap detik baru haruslah diupayakan lebih baik. Dan saya bahagia saat menyadari bahwa target untuk lebih baik itu tercapai sedikit demi sedkit, biarpun perlahan. Bolehkah saya menyebutnya sukses?

No comments: