Thursday 21 August 2008

Sebuah Kisah Kompor Kos

Putrasiwi terkejut saat kakanda pembayun mengatakan bahwa adek bontot bakal kehilangan 10 kilo dalam seminggu. Bagaimana mungkin? Setahu Putrasiwi, adek bontot berbadan subur dan lincah. Rasanya cukup mustahil dia bisa kecolongan berat badan sampai 10 kilo. Apalagi hanya dalam 7 hari.

Ah, bukan. Kalau adek bontot tahu cara pengurangan berat badan secara singkat dan efektif seperti itu, pasti banyak orang yang bakal berguru padanya. Bukan tak mungkin dia jadi orang terkenal level RT atau kelurahan untuk bidang diet dan pelangsingan kilat. Hehehe.

Ternyata masalahnya dia belum terbiasa dengan makanan di tempat baru. Padahal kota itu hanya berjarak 4 jam dengan bus dari kediaman keluarga Putrasiwi. Kakanda pembayun sendiri tak menyangka kalau rasa dan selera masyarakatnya begitu berbeda hingga adek bontot harus rela manahan selera makannya. Jarang ditemukan menu yang cocok di lidah.

lalu putrasiwi bertanya, "Kenapa tak dipakai saja kompor dan perlatan masak yang jadi bekal dari rumah untuk survival? Bukankah adek bontot sudah dilatih mengolah makanan?!"

Adek bontot hanya menjawab, "Bagaimana pula diriku bisa memasak, Bang! Tak bisa kutemukan minyak tanah di kota ini!"

"Bicara apa pula kau ini adek bontot. Negeri kita bukannya kaya minyak. Kenapa kau tak bisa menemukan minyak tanah?!"

"Itu dia masalahnya, bang. Sudah bukan jamannya kita pakai kompor minyak. Era sekarang sudah pakai gas."

"Bah. jadi tak ada guna pula kau repot-repot bawa kompor dari kediaman kitaaa. Hanya jadi pengisi dapur kos-kosan kau saja. "

"Itu lah, bang. kenapa dulu kau tak belikan kompor gas saja. Kaulah yang lebih tau perkembangan jaman."

"Siapa bilang? Aku pikir rakyat masih gemar pakai kompor minyak. Memangnya rakyat lebih sanggup beli gas daripada minyak??"

"Wah wah wah. Abang lupanya terlalu sibuk kerja. Sekali-kali dengarlah berita, lihat TV, baca koran. Ada subsidi terhadap rumah tangga, makanya rakyat mulai beralih ke kompor gas."

"Lalu, kenapa kau tak beli saja?"

"Bang, abang lupa yah. Status aku sebagai anak kos. Mana pula dapat jatah subsidi!"



"Ah ya. benar juga kau. Yah sudahlah, bersabarlah. Dalam sebulan insyaAllah kau sudah bisa menyesuaikan lidah."

"Apapula menyesuaikan lidah. Bagaimana nasib kompor, panci, wajan dan segenap perlaatan masak yang telanjur aku bawa. Berat bang bawanya dulu. Berattt!"

"Yah, tunggulah sampai kau bisa menemukan minyak! Apa kau pikir dia bisa jadi barang langka yang harus dilindungi eh, susah dicari?"

"Walah, bang! sampai kapan aku harus makan di luar. Bisa tekor, bang!"

Putrasiwi hanya tertegun. Nasib kompor minyak di sebuah kos-kosan. Dia hanya tergolek tanpa bahan bakar. Adek bontot memutar akal untuk mendapat kompor gas dengan harga miring supaya dapur kos-kosan bisa mengepul. Setidaknya dia tak perlu membuang duit kecil untuk makan di luar. Putrasiwi masih heran, kenapa pula harga minyak makin melangit. Kenapa pula ada pengalihan prioritas bahan bakar dari minyak ke gas sebelum seluruh lapisan masyarakat siap pakai gas. Kakanda pembayun hanya berdoa supaya adek bontot bisa segera mengepulkan dapur kos-kpsannya. Putrasiwi berharap agar adek bontot dapat kompor gas murah dan kehidupan kuliah di kota barunya lancar. Lalu, apa harapan adek bontot yah?


No comments: