Tuesday 30 September 2008

Menakar Biaya Hidup di Jepang

Saya optimis tidak mendapat perpanjangan beasiswa dari Kementrian Pendidikan Jepang untuk melanjutkan S2. Selama satu tahun belajar Bahasa Jepang di Tokyo, 3 tahun menyelesaikan program D3 di Ibaraki , ditambah 2 tahun (insyaAllah) lulus S1 di Nagoya tidak pernah terlalu seurieus menghitung biaya kuliah dan hidup di Jepang. April 2010 adalah titik awal membiayai kuliah sendiri. Tanpa bantuan beasiswa pemerintah maupun ayahbunda. Saatnya pengalaman dan kemampuan bertahan diuji, kini harus memutar otak dan menyiapkan mental plus fisik.

Oke. Biaya dihitung mulai biaya ujian masuk. Harus memilih Universitas Negeri yang menggratiskan biaya ujian 'anak' Monbusho.Secara waktu ujian masuk, status itu masih dipegang. Tohoho. Kalau terpaksa harus ujian ke univ yang tidak gratis, bayarnya 30 ribu yen.

Biaya Kuliah sampai lulus secara normal yang diperlukan :
1. Ujian Masuk : 30.000 yen
2. Uang Masuk: 282.000 yen (univ negeri)
3. Kuliah 2 tahun : 4 semester x 270.000 yen

Total Biaya Kuliah : 1.392.000 yen.

Perkiraan Biaya Hidup perbulan untuk aku yang single di Nagoya. Hmm, klo Tokyo mungkin bisa nambah.
1. Sewa apartemen : 30.000
2. Listrik : 5.000
3. Gas : 3.000
4. Air : 3.000
5. Telepon & Internet : 10.000
6. Makan : 30 x 3 x 400 : 36.000
7. Angkutan : 6.000 (bisa dihilangkan kalau naik sepeda)
8. Asuransi wajib : 1.300

Total Biaya Hidup sebulan : 94.300 yen




Alternatif pemasukan tambahan :
1. Beasiswa swasta, sebulan 50-100 ribu yen.
2. Baito alias parttime. Target minimal 40 ribu sebulan.
3. Cari utangan (??)-> oh tidack +_+ , dilunasi setelah kerja.

Alternatif pengurangan pengeluaran :
1. Keringanan Biaya Kuliah -> tidak mampu sih iya, tapi nilai harus bagus.
2. Tinggal di apartemen ala kadarnya, sekitar 20 ribu perbulan.
3. Tidak sering2 nelpon ke Indonesia. Kirim surat saja. (hah? haree geenee?). Oh iyah, pakai YM nelpon gratisan. Huhu, orang di Indo ikutan nanggung biaya.
4. Makan secukupnya. Asal memenuhi nilai gizi. Sapa tahu malah jaga postur jadi ideal. huhuhu.
5. Memakai elektronik secukupnya saja suapaya tagihan gak bengkak.
6. Cuci muka saja selama musim dingin. -gak mungkin lah yah-
7. Sering silaturahmi, supaya dapet makan gratis. -Gak tau malu!!-

Beberapa Kemungkinan :
Kasus melanjutkan ke Nagoya University.
1. Karena NU cukup baik hati dan kaya, menurut beberapa senior biaya kuliah tahun kedua gratis. Berarti bisa mengurangi 540 ribu yen. Tahun pertama lebih baik tidak terlalu mengharapkan keringanan biaya.
2. Uang masuk konon bisa dibayar setengahnya sajah -klo dpt dispensasi-. Berkurang 141 ribu yen.
3. Ada seorang senior yang mengatakan dengan menikah akan ada rejeki baru. -Hah? niatnya nikah buat apaan?! hehehe- Humm, klo ini ikut ditakar, perhitungan biayanya jadi lain lagi dunk. Sementara gak dimasukin dulu. Tapi memang benar ada beberapa rejeki yang bisa diperoleh oleh pasutri, termasuk tinggal di perumahan rakyat yg disubsidi pemerintah. Oh iyah, di Nagoya biaya rumah sakit untuk anak sampai umur 6 tahun adalah nol yen. -begitu yang aku dengar dan saksikan- Errmm... kemungkinan ini masih perlu dan harus dipertimbangkan dengan matang.
4. Klo sudah ada modal tabungan lebih dari 3 juta 600 ribu yen, boleh lah sedikit tenang dan tidak terlalu memikirkan baito, nyari beasiswa ataupun minta keringanan. -huhu, sayangnya kemungkinan ini terpaksa dicoret-
5. Klo punya tabungan 2 juta yen, boleh lah tidak pusing memikirkan keringanan dan baito. -asal dapet beasiswa lain yang mencukupi-
6. Kalau kurang dari 2 juta, harus siap-siap baito, nyari beasiswa, dan berusaha plus berdoa supaya biaya kuliah sedikit berkurang, atau ada orang kaya yang bersedia memberikan tumpangan hidup. hihi.


Yang terpaksa ditahan : tidak mudik ke Indonesia, tidak jalan-jalan ke eropa, amerika atau afrika -halah-

Satu lagi, kalo ada keinginan dan merasa lulus S1 siap nikah, biaya yang diperlukan bila calon pasangan ada di Indonesia dihitung dari biaya pesawat, transport keluarga, walimahan dan lain-lain. Kono bisa habis 500 ribu yen for real. Bila ada kesepakatn untuk melangsungkan secara sederhana mungkin gak segitunya sih. Tergantung keluarga. Hmm, sepertinya orang masih suka menjadikan proses pra-nikah hingga nikah memakan banyak biaya, padahal yang penting khan kehidupan setelah nikah. Uang bukan segalanya sih, tapi penting. Emang istri gak perlu dinafkahi?

Nah, solusinya sih, cari calon pasangan yang sudah di Jepang, nikahnya di Jepang. Secara biaya lebih ringan, dan kemungkinan menghindari adat-adat macam siraman malam, injak telur dll mendekati 100%. InsyaAllah lebih disukai Allah ^_^. Tapiii, ada kecenderungan klo orang tua merasa sayang melepaskhan anaknya buat diambil orang. Jauh-jauh ke Jepang buat belajar -atau bekerja??- eh kok malah dijadikan milik orang lain. Klo soal ini mah, kembali ke komunikasi yang baik.

Hehe.. kok ujung2nya bahas masalah ini yak?! Kayaknya ada pengaruh dari seorang yang saya hormati di Akashi sono. Yahaha.





ReAD MoRE・・・

Sunday 7 September 2008

Menatap

Hmm...

Maula, lagi S2 di Swedia
Widya, Lagi S2 ke UK
Gede, lanjut ke India, tempatnya IT pas banget ama jurusan.
Ratna, lagi di USA
Rangga, emang sejak S1 di USA, lagi integrated program S2-S3
Wardana, sama kayak Rangga, di NTU. Mana jamper MIT yang aku pesann?!! Kirimkan!!
Dei, Lagi S2 juga di singapur kah.
Andi, dah jadi Koord Servis Tamu di sebuah Hotel berbintang2 di Jkt. Wah, klo aku numpang nginep, gratisin dong *huhu dasar mental gratisan*
hmm... yang lain dah pada kerja, dah ada yang nikah, udah ada yang ngasih aku ponakan. Nah loh.

Terus? Iri?

Dikit. Tapi lebih banyak jadi motivasi. Betapa aku begitu beruntung punya kawan-kawan yang hebat.


ReAD MoRE・・・

Wednesday 3 September 2008

Pembodohan Nasional

Baru kali ini ada wacana tentang padi yang bisa dipanen 3 kali dalam sekali tanam tanpa harus mengolah tanah kembali. Namanya keren pula Super TOY-HL. Sempat saya baca, varietas ini merupakan singkatan nama ilmuan penemu yang digabung dengan tokoh pembisik rencana proyek ini yang berinisial HL -ah, sebut saja :Heru Lelono-.


Kenapa kasus seperti ini terjadi? Seorang pemimpin negara hadir bersama istrinya dalam sebuah perayaan Pembodohan Nasional. Ya. Rakyat mana yang tidak teryakinkan kalau komoditas yang mereka urus membawa nama presiden. Presiden gitu loh! Pemimpin Negara! Apalagi negara itu masih kental bau birokrasi dan pengagungan para pemegang kekuasaan. Rekomendasi dari orang nomer satu di wilayah kedaulatan itu otomatis punya arti penting.

Entahlah, haruskah memuji "kecerdikan" sang pemilik ide yang bisa meyakinkan Presiden. Haruskah mencibir sang Pemimpin, seolah tak ada orang Berkapasitas di dekatnya yang bisa memberikan masukan ilmiah. Atau, haruskah mengasihani para petani yang dirundung rugi saat bulan puasa seperti ini? Oh, masih ada satu opsi : Haruskah mengutuk otak dibalik pembodohan nasional kali ini?


Beberapa pelajaran yang bisa dipetik :
1. Keputusan Pemegang Kekuasaan itu dampaknya besar. Jangan asal bikin ketetapan!
2. Dalam bisnis kepercayaan itu penting. Letakkanlah orang yang bisa dipercaya itu dekat-dekat.
3. Ilmu sebelum beramal. Yup, klo kagak ngerti tanya ke ahlinya, ngasal aja bisa bikin bencana.
4. Rakyat harus mulai belajar kritis. Pilihlah pimpinan yang bisa dipercaya, bersih dan peduli. Hehe, tentu saja kalau tidak mau terjadi kasus pembodohan nasional versi 2, 3 ,4, dst.
5.-silakan lanjutkan-


Bisa jadi kasus kali ini ada kaitannya dengan isu energi. Rasanya baru kemarin terjadi. Minyak tanah sempat langka di beberapa wilayah -hingga seorang anak wanita kehilangan 3 kg berat badannya karena tidak bisa memasak- dan penetapan subsidi gas untuk rumah tangga yang mungkin terlalu dini dicanangkan. Kita kekurangan energi. Buktinya dijaman seperti ini masih saja ada pemadaman listrik bergilir, kenaikan harga bahan bakar dan berbagai isu energi lain yang merembet hingga masalah pangan. Yah. Kasus kedelai juga pernah terjadi, khan? Malah dalam kondisi seperti ini petani tebu justru membakar tebu siap panen sebab masih saja gula diimpor.


Bukan tak mungkin para pemegang kekuasaan itu sebenarnya menginginkan solusi untuk kebutuhan energi. Makanya begitu ada usulan berbau energi, perhatian akan segera tersita. Hmm, bukankah untuk listrik tenaga nuklir bisa jadi pilihan? Kebanyakan orang terlalu takut dengan nuklir gara-gara kasus chernobyl, hiroshima, dan Nagasaki. Pada kenyataannya, dampak dari radiasi nuklir tidaklah seheboh yang diberitakan. Kita tak perlu takut dengan nuklir. Itu kata salah seorang dosen saya yang mengukur perubahan intensitas radiasi sebelum dan sesudah kebocoran nuklir di Jepang.


Kalau Jepang kapok dengan nuklir, kenapa nuklir masih menjadi tumpuan penyuplai listrik di negeri ini? Tanpa nuklir, mungkin Jepang tak akan sanggup bermewah-mewah menghias jembatan, bangunan dan jalan dengan lampu warna-warni saat malam. Sedikit menyambung, energi matahari juga bersumber pada reaksi nuklir loh. Jadi, alternatif energi yang efektif dan ramah lingkungan itu ujung-ujunganya ke nuklir juga khan?


*Huhu, isu lingkungan yang mengangkat Listrik Tenaga Surya nampaknya harus melihat lagi sumber energi surya itu. Disamping belum ada bukti bahwa PLTS itu efisien. Perlu lahan luas untuk panelnya, perlu cuaca cerah -pengusir mendung dan hujan-, dan yang pasti harga panelnya masih terlalu mahal.*


ReAD MoRE・・・