Tuesday 30 June 2009

Cermin Lain

Sungguh saya tak menyangka sebelumnya. Mimpi dan perjuangan besarnya membuat saya malu. Keangkuhan yang dekat dengan rasa malas dan perasaan bahwa energi tersita hingga tak bisa memenuhi beberapa tuntutan seketika runtuh. Kalau dia saja bisa, mengapa saya tidak? Otak jenuh saya mengalami restart setelah perjalanan itu.

Namanya Arif. Anak Petani.Tahun 2000 dia datang ke Jepang sebagai kenshusei. Ah yah. TKI menjadi istilah yang lebih dikenal untuk statusnya waktu itu. Berbeda dengan kebanyakan kenshusei pada umumnya, Arif datang ke Jepang dengan mendekap mimpi besar. Dalam 3 tahun masa magangnya, dia bisa mangatur waktunya dengan efektif. Saat kawan-kawannya buang duit kecil main bowling atau bilyard, dia belajar bahasa Jepang di akhir pekan, bersosialisasi dengan forum pertukaran budaya atau mengajar bahasa Indonesia. Dia juga mengumpulkan informasi tentang universitas di Jepang. Betul. Dia berencana untuk kuliah di Jepang.


Dalam tiga tahun itu, dia menghitung besarnya biaya kuliah, perkiraan biaya hidup per wilayah, dan menyesuaikan dengan kemampuan yang dia miliki. (Uhm, mungkin lebih kurang sama dengan plan ABCDE saya). Saat teman-temannya membelanjakan uangnya untuk membeli video kamera, laptop dan produk elektronik lainnya, dia bersabar menyimpan gajinya. Saya kagum atas kekuatan batinnya sehingga tidak terseret tren pola hidup konsumtif.

Agustus 2003, dia pulang ke Indonesia karena masa kontrak magangnya sudah habis. Tahun 2004, dia kembali ke Jepang bersama istrinya untuk mengejar mimpinya. Padahal dia mendapat rekomendasi dari atasan di Jepang untuk bisa bekerja pada perusahaan yang sama di Indonesia. Kenapa? Alasannya sederhana : Dia sudah memasuki tahap pewujudan mimpinya. Maka segenap upaya harus diberdayakan dan difofuskan untuk tujuan itu.

Sewaktu wawancara saat ujian masuk, dia ditanya :
"Kamu pernah sekolah bahasa Jepang?"
"Tidak"


Pewawancara hanya berpandangan. Arif belajar bahasa Jepang bukan pada suatu institusi resmi bernama sekolah. Singkat cerita, Arif lulus masuk ke sebuah Universitas di propinsi Hyogo mengambil jurusan ekonomi internasional. Tanpa beasiswa, dia kuliah sambil bekerja. Dalam sehari dia hanya tidur 2-3 jam. Meskipun demikian dia mengubah tantangan menjadi peluang. Pengalamannya menjadi TKI menyimpan informasi tentang celah-celah yang bisa dimanfaatkan. Sedikit pengetahuan tentang hukum di Jepang berkembang menjadi sebuah usaha jasa pengembalian potongan pensiun TKI. Orang yang bekerja di Jepang, gajinya dipotong per bulan untuk jaminan hari tua. Sama halnya dengan TKI. Bedanya, TKI hanya bekerja selama 3 tahun di Jepang, dan dia berhak untuk mengambil jaminan hari tuanya saat dia kembali ke Indonesia. Tapi tak banyak yang tahu prosedurnya, belum lagi kendala bahasa.

Selama kuliah S1, Arif banyak membantu para TKI untuk mendapatkan hak atas potongan gaji untuk jaminan hari tua. Kini jasanya masih dipergunakan dan usahanya ini diteruskan oleh orang lain karena dia sudah resmi tercatat sebagai seorang pegawai di perusahaan Jepang.

Arif lulus S1 pada Maret 2008, sekarang sambil bekerja dia mengambil S2.Orang tuanya menentang pada awal dia menyatakan niatnya ke Jepang. Namun, saat Arif mengundang keduanya ke Jepang, orang tua Arif hanya menangis.
"Waktu itu memang kami menentang, tapi kami yakin kalau kamu bisa."
Arif boleh dikatakan telah mewujudkan mimpi yang dia catat dalam buku mimpinya. Dia bersama istri dan kedua orang anaknya tinggal di sebuah rumah yang nyaman dan punya kendaraan. Dulu rekan-rekannya sibuk menukar uangnya dengan elektronik. Sekarang mereka bingung menjual barang elektronik itu, sementara Arif bingung memilih merk mana yang dibeli. Well, kekayaan hanyalah salah satu parameter kesuksesan. Tapi siapapun yang mendengar kisah perjuangannya, insyaAllah akan tergugah semangatnya.

Maka saya kurang kagum bila seorang anak kaya meraih prestasi dalam hidupnya. Sokongannya kuat, asupan gizi waktu dia kecil cukup, informasi, suntikan berbagai kursus dengan mudah diperoleh. Wajar donk, kalau bisa. Akan berbeda rasa kagum saya terhadap seseorang yang berhasil meraih prestasi dengan usahanya sendiri. Alhamdulillah, perjalanan saya kali ini menghadirkan sebuah cermin baru. Terima kasih Pak Arif atas guyuran semangatnya. Hanya sedikit orang yang dilahirkan dalam lingkungan kaya dan dikarunia otak yang cerdas. Tapi, lebih sedikit orang yang dilahirkan dalam kondisi kurang beruntung namun punya tekad kuat laksana baja lalu berhasil mewujudkan mimpinya.





ReAD MoRE・・・