Tuesday 25 August 2009

Pengakuan

Sesuai dengan tata krama di sini, saya harus memberitahukan kelulusan ujian master saya kepada Profesor pembimbing. Maka, pagi saya saya menuju ruangan beliau. Alhamdulillah beliau ada di tempat. Menurut jadwal, beliau akan terbang ke hokkaido mengikuti konferensi ilmiah. Minggu-minggu sebelumnya beliau juga disibukkan dengan berbagai agenda ilmiah lain, sehingga untuk bertemu di luar appointment boleh dikatakan sulit.

Info yang saya peroleh hari ini dari pertemuan dengan beliau :

1. Kuliah Master di Jepang dipandang dari siapa prof pembimbingnya, bukan dari label universitasnya. Makanya kening beliau agak berkerut waktu saya menyebutkan nama bakal profesor pembimbing saya. Betul, saya pindah bidang. Makanya beliau sepertinya belum pernah mendengan nama ini.

2. Urusan cari kerja juga tergantung dari Fakultas. Jangan sampai masuk ke fakultas MIPA di Jepang, soalnya sensei tidak akan mau ikut repot mengurusi masalah kerja atau kelanjutan karir pasca kelulusan. ((Well, mungkin hanya di Nagoya University sih. Lagian... jarang ada mahasiswa asing yang masuk MIPA tanpa ikatan dinas sebelumnya negaranya)).

3. Tidak perlu gak enak hati untuk menyatakan kata hati. Be your self. No pretending.

eniwei....... glovebox tempat eksperimen saya sedang tidak bisa dipakai. Jadi pengangguran tiga hari. 


ReAD MoRE・・・

Friday 14 August 2009

Teteup ikutan?


"Gua khan udah bayar! Gak mau rugi!"
"Ya. Tapi khan artinya harus belajar lagi. Selain itu, lo bukannya cuma merebut jatah kursi orang yang pengen masuk..."
"Paling gak, pilihan gua khan nambah..."
"Bukannya sudah ada yang ngasih pilihan yang baik? Well, it  wasnt the official one, though."
"Yay. Justru ituhh! Karena belon nerima pengumuman secara resmi itulah, buat jaga-jaga."
" Ok. Ok.... Selamat berjuang saja lah!"
"Tapi, kalo dipikir-pikir, udah males belajar euy... jujur sih, dengan belajar tanpa ngoyo, pengen tau bisa lulus atau enggak. hueqeqeeq"
"Haik haik... 好きにしろ!"






ReAD MoRE・・・

Friday 7 August 2009

Bersama Cobaan, Ada...

”結果は。。。合格です。”

Mimpi? Ah, ternyata tidak. Oops. Alhamdulilah! Siapa sangka saya akan mendapatkan hasil ujian Master, langsung setelah wawancara berakhir. Tapi itu yang terjadi hari ini. Bukan hanya itu....

"試験の結果を見たら、入学料と学費は免除できます。あとは、生活費ですね。まあ、国費に比べたら大したものじゃないけど、奨学金を提供します。 と。。 バイトですね。”

Ya, Allah. Maka manakah nikmat-Mu yang bisa aku dustakan?
Perasaan, kemarin saya baru saja ikut ujian tulis, hari ini wawancara, dan hari ini pula saya merasa tidak punya alasan untuk menolak tawaran ini.

Sungguh berbeda dengan univ lain yang tidak memberikan respon apapun selama 5 bulan pasca wawancara. => saya terlanjur sakit hati sekaligus ragu dengan janji-janji dan komitmen berbusa-busa yang digemborkan. Huh! *tapi sebenarnya ngarepin sih, setidaknya sampai 2 minggu lalu*




Sungguh sudah satu bulan ini saya berada dalam keadaan yang sempit. Ayah mendadak kena stroke. Kondisi beliau tidak stabil, demam 39 derajat, dan tidak sadar. Saya ingin segera pulang, namun kakak saya melarang.

"Nanti saja. Sekarang konsentrasi dulu buat ujian master kamu," begitu katanya.

Saya menurut. Sebagai gantinya tiap hari saya menanyakan perkembangan kondisi ayah. Alhamdulillah kondisi beliau perlahan membaik. Maka yang menjadi pikiran berikutnya adalah biaya rumah sakit. Kami bukan keluarga PNS dan meskipun miskin, tidak punya askes. Biaya kamar, obat dan lain-lain menurut estimasi saya akan mencapai angka jutaan rupiah. Tabungan saya tinggal sedikit setelah (hampir) semuanya saya kirim untuk membayar hutang keluarga. Akhirnya saya menelepon seorang sahabat. Biasalah, ngutang :D

Alhamdulillah sahabat itu percaya kalau saya akan mengembalikan sesuai janji (well, ini bukan pertama kali sih, saya sering kepepet kok :D ) sehingga setidaknya saya bisa sedikit lega soal biaya rumah sakit. Selanjutnya adalah menunggu upah baito ditransfer ke rekening saya buat bayar utang.

Sekitar dua hari lalu saya mendapat khabar kalau ayah sudah sadar, bisa buka mata dan bisa merespon saat diajak bicara meskipun dengan suara pelo yang tidak jelas. Ini kemajuan dari seseorang yang kena stroke. Hari yang sama kakak minta ijin saya untuk men-scan kepala ayah untuk mengetahui penyebab stroke. Biasanya terjadi pendarahan di otak, katanya. Kenapa minta ijin segala? Hihi, karena saya yang bayar biayanya. Enam ratus ribu rupiah kalau tidak salah ingat. Kenyataannya, scan tidak bisa dilakukan dengan segera karena mesinya tidak dalam kondisi yang bagus (baca : rusak T_T ).

Uang di rekening saya bersisa beberapa RIBU yen. Alhamdulillah saya masih ada sisa beras untuk bertahan sampai beasiswa turun bulan ini. Alhamdulillah seorang sahabat yang hendak meinggalkan Jepang mewariskan energen, milo dan sambal pecel yang bisa saya pakai survival. Alhamdulillah uang saya masih cukup untuk beli kecambah dan telur.

Tapi tapi... gimana dengan tahun depan? Beasiswa saya berakhir bulan Maret 2010. Artinya, saya tidak bisa leluasa mengirim uang ke Indonesia. Artinya, ayah harus segera diikutkan terapi selagi masih ada biaya. Artinya saya harus kembali berburu beasiswa.

Sebenarnya kekhawatiran ini sudah ada semenjak tahun lalu, maka saya membuat 5 rencana untuk 2010.

1. Plan A : Daftar discovery scholarship dari KAUST, lumayan nambah uang kiriman. Alhamdulillah lolos jadi finalist dan saya sebenarnya cukup yakin akan diterima hingga 5 bulan setelah wawancara tiada khabar berita, keyakinan saya pudar lah sudah. Univ kayak gini gak bisa diharapkan! *to katteni kimeta*
2. Plan B : Daftar NUGELP, ada peluang bebas biaya kuliah selama dua tahun n dapet beasiswa. Gak terlalu repot karena Nagoya University masih ada di Nagoya :D. Sambil berencana untuk internship ke Eropa setelah lebaran 2010.
3. Plan C : Bertahan di NIT, melanjutkan penelitian yang sekarang, dapet hasil bagus, ikut conference dalam dan luar negeri, lalu mengajukan keringanan biaya kuliah sambil mohon bantuan sensei buat beasiswa. Setelah lulus ujian master di NIT, rencana saya akan menghadap sang profesor, mengutarakan kondisi finansial saya. Masak tega sih membiarkan saya terlantar dan menderita setelah banyak berusaha.... Allah saja maha pemurah kok!
4. Plan D : Daftar beasiswa Erasmus Mundus ke Eropa. Saya sudah mempersiapkan motivation letter, surat rekomendasi, transkip nilai dalam bahasa Inggris dan ikut ujian TOEFL yang alhamdulillah skornya memenuhi persyaratan buat daftar. Tinggal menunggu pendaftaran dibuka saja bulan November.
5. Plan E : Pulang memanfaatkan fasilitas terakhir dari Monbusho, sambil kirim email ke sempay-sempay memohon info peluang kerja . *melasnya diriku T_T* tapi secara diam-diam pengen kong-kalikong ama garuda supaya tiketnya bisa dibikin PP, terus bertahan di Jepang dg visa extensi 3 bulan : mati2an ngumpulin modal usaha.

Maka hari ini, saya memutuskan untuk menjalankan Plan B. Bertahan sedikit lebih lama di Jepang sambil kuliah di program internasional. (baca: kuliahnya dalam bahasa Inggris). Pengalaman dua kali ujian di Jepang (Memang sengaja tidak pakai suisen sih, yang pertama karena ingin tahu seberapa susah masuk Univ dengan jalur biasa, yang kedua, karena emang gak bisa mengajukan suien ;D :D ) meyakinkan saya bahwa Allah tuh sesuai dengan persangkaan hamba-Nya. Dan Allah tahu mana yang lebih baik. Hmm, mungkin hanya untuk kasus saya, atau saya aja yang ke-geer-an.

Misalnya :
1. Saya yakin dapet perpanjangan beasiswa meskipun saya punya dua nilai B dan satu nilai C sewaktu di kosen. Konon kalau tidak AAAAAAAAAaaaaa semua, susah dapet. Itu mah bo'ong. Kalau memenuhi syarat insyaAllah dapet.
2. Saya menyangka dapet perpanjangan 2 kali susah, lalu bikin 5 rencana di atas sambil giat baito. Akhirnya nilai saya jadi gak memenuhi syarat buat perpanjangan monbusho. Coba saya optimis kalau asalkan nilai saya di Univ AAAaaaaaaaa semua, insyaAllah dapet, mungkin saja saya bisa dapat. Alasannya : Nilai saya memenuhi syarat. Saingan saya sesama penerima monbusho di Univ ini cuman satu biji. **Studi kasus dan pengalaman mengatakan perpanjangan monbusho kedua kalinya itu, hanya bisa merangkul satu anak saja dalam satu universitas, dengan nilai AAAAAAaaaaaa semua (atau SSSSSSSSS sss semua kali yah). Perpanjangan ketiga kali juga bisa, kalau masih kekeuh pingin kuliah ^_^.

Dua tahun lalu saat saya ikut ujian transfer ke Universitas, sebagian besar waktu saya tercurah untuk persiapan ke Kyoto University. Sampai dibela-belain belajar kalkulus di ruang sensei lulusan Todai, menyambangi ruang-ruang sensei buat mengerjakan soal-soal tahun sebelumnya bersama-sama, dll, dll, dll. Intinya pengen bener masuk sana lah. Kenyataannya saya gagal dan justru diterima di Hiroshima univ, yang saya mulai belajar 3 hari sebelum berangkat ujian, juga di NIT, dimana saya hanya belajar mengerjakan soal tahun-tahun lalu, yang saya download 2 minggu sebelum ujian. Nah loh!

Saya tidak ingin mengatakan saya lulus di dua univ itu karena saya pintar. Tapi secara Dia sudah mengatur suapaya soal yang keluar adalah soal yang bisa saya kerjakan. *Ohoho, sepertinya masih ada yang ragu*. Kasus ini kembali berulang tahun ini saat saya daftar ke Nagoya University. Saya baru belajar sejak minggu ke-4 Juli, sedangkan ujian adalah tanggal 6 dan 7 Agustus. Seperti biasa, saya hanya donlot soal-soal tahun lalu, lalu mendekam dalam perpusatakan baca beberapa buku yang relevan dengan soal yang ada.

Ternyata soal yang keluar di Ujian, sedikit berbeda dengan yang saya pelajari. Tapi Alahmdulillah waktu SMA dulu saya cukup rajin mendengarkan dan memahami penjelasan guru, sehingga saya bisa menjawab dengan baik *menurut saya,loh*.

Intinya sih, percaya gak percaya, saya percaya kalau Allah sudah mengatur segalanya kok. Sukses atau tidak itu wilayah Allah, maka tugas saya sebagai manusia yang (ingin) baik adalah berusaha semaksimal mungkin, mencari kesempatan sebanyak mungkin (karena khan kita gak tau mana yang benar-benar baik, khan?), lalu tidak segara patah arang bila ternyata pilihan yang kita ambil terntara jalan yang terjal. InsyaAllah selalu ada kemudahan bersama cobaan.

Sekarang saya masih merasa serasa mimpi. Masak sih ada calon mahasiswa yang langsung dipanggil ke kantor kepala program, diberitahu bahwa dia lulus, ditawari beasiswa dan digratiskan kuliahnya, lalu dihadiahi buku untuk dipelajari sehubungan dengan program master yang dia pilih.... Percaya gak percaya, saya mengalaminya siang tadi. Satu jam sebelum sholat Jumat, 2 menit setelah wawancara. Jadi? Apa sih yang bikin pesismis atau gak yakin?

*Setelah sholat Jumat saya menelepon rumah untuk memberitahukan bahwa saya lulus ujian, eh, saya mendapat berita yang lebih baik : Ayah sudah berada di rumah! Ayah sudah keluar rumah sakit, meskipun masih lumpuh dan hanya berbaring. Alhamdulillah.



ReAD MoRE・・・

Thursday 6 August 2009

Interview tips

Tomorow, insyaAllah i will take an interview for Master Program (+ an opportunity for scholarship during the program). I dont wanna make any trivial errors like I did before, so I searched some tips from internet, and keep it here. Maybe I will need it again in future ^_-




Scholarship Interview Tips
The following information has been prepared by the Research Office at RNSH to assist students with
preparing for upcoming scholarship interviews.
Preparing for the Interview
1. Know the exact place and time of the interview, the names of the interviewers, eg. full name and
correct pronunciation and their titles.
2. Learn pertinent facts about the scholarship.
3. Find out why the interviewer is interested in your qualifications and academic record.
4. Determine how the opportunity will impact your immediate and long-term career development.
5. An interview is a "two-way street." Know what questions to ask during the interview. Your
questions allow the representative to evaluate your professional and personal needs. Insightful
questions help both of you determine if your relationship will be mutually rewarding. Lastly, the
better you understand the opportunity, the more you will be able to communicate your interest in
the scholarship.
6. Put your best foot forward. Always wear proper attire and greet your interviewer with a firm
handshake and an enthusiastic smile.
7. Practice with fellow students/ your supervisor to improve your confidence in talking about your
research.
The Interview
1. For the interviewer, the "right match" means the scholarship providers have identified individuals
capable of performing the immediate challenges. More importantly, they hope the individuals
have the potential to be future resources and assets to the institution offering the scholarship.
2. You are being interviewed by the interviewer to determine whether you have the qualifications
necessary to undertake the scholarship and whether a mutually rewarding professional
relationship can be formed.
3. Similarly, you must determine whether you can be successful in the scholarship and whether this
opportunity will enable growth and development.
Be prepared to answer such questions as:
• Tell me about yourself?
• Tell me about your background, accomplishments?
• What are your strengths? Weaknesses?
• What interests you about the scholarship?
• What outside activities are most significant to your personal development?
• PhD progress issues and achievements to date. Discussion of proposal and how past work
will fit into work to be done now.
• Where does the candidate see the award fitting into their future goals?
• What interested the candidate in coming into this field?
• What other financial resources does the candidate have available?
Be prepared to ask questions, such as:
• What would I be expected to accomplish through this scholarship?
• What are the greatest challenges experienced by people undertaking the scholarship?
Not letting these kinds of subjects catch you off-guard is a key factor in maintaining your
composure during an interview. Rehearse these questions and answers in your mind or out loud
in the days before the interview.
Possible negative factors evaluated by an interviewer:
• Personal appearance which is less than professional.
• Overbearing, over-aggressive or egotistical behaviour.
• No positive purpose.
• Lack of interest and enthusiasm - passive and indifferent.
• Lack of confidence and poise; nervousness.
• Evasiveness; making excuses for unfavourable factors in academic history.
• Lack of tact, maturity and courtesy.
Scholarship Interview Tips.doc Page 2
• Inability to maintain a conversation.
• Lack of commitment to fill the scholarship available.
• Failure to ask questions about the scholarship.
• Lack of preparation for interview -- failure to get information about the organisation, resulting
in inability to ask intelligent questions.
Closing the Interview
1. If you are interested in the scholarship, let the interviewer know. If you feel the scholarship is
attractive and you want it, ask about the next step in the process. Be a good salesperson and
say something like: "I'm very impressed with what I've heard. I am confident I could do an
excellent job in the scholarship you have described to me." The interviewer is likely to be
impressed with your enthusiasm.
2. Don't be too discouraged if no immediate commitment is made. The interviewer will probably
want to communicate with the other committee members or possibly interview more candidates
before making a decision.
3. If you get the impression that the interview is not going well and that you have already been
rejected, don't let your discouragement show. Once in a while an interviewer who is genuinely
interested in you may seem to discourage you as a way of testing your reaction.
4. Thank the interviewer for his or her time and consideration. If you have answered the two
questions-- "Why are you interested in this position?" and "What can you offer?"-- you have done
all you can.
Some "DOs" and "DON'Ts
• Do plan to arrive on time or a few minutes early. Late arrival for an interview is never excusable.
• If presented with an application, fill it out neatly and completely. Don't rely on your application or
resume to do the selling for you. Interviewers will want you to speak for yourself.
• Do greet the interviewer by last name if you are sure of the pronunciation. If not, ask the
employer to repeat it. Give the appearance of energy as you walk. Smile! Shake hands firmly.
Be genuinely glad to meet the interviewers.
• Do wait until you are offered a chair before sitting. Sit upright, look alert and interested at all
times. Be a good listener as well as a good communicator.
• Do look the interviewer in the eye while speaking.
• Do follow the interviewer's leads, but try to get the interviewer to describe the scholarship to you
early in the interview so that you can apply your background, skills and accomplishments to the
scholarship.
• Do make sure that your good points come across to the interviewer in a factual, sincere manner.
Stress achievements, eg. academic achievements.
• Do always conduct yourself as if you are determined to get the scholarship you are discussing.
Never close the door on an opportunity.
• Do show enthusiasm. If you are interested in the opportunity, enthusiastic feedback can
enhance your chances of being furthered considered. If you are not interested, your
responsiveness will still demonstrate your professionalism.
• Don't forget to bring a copy of your resume! Keep several copies in your briefcase if you are
afraid you will forget.
• Don't answer with a simple "yes" or "no." Explain whenever possible. Describe those things
about yourself which relate to the situation.
• Don't lie. Answer questions truthfully, frankly and succinctly.
• Don't make unnecessary derogatory remarks about your present or former employers or
lecturers, students.
• Don't over-answer questions.
Summary
• Adapt - Listen and adapt. Be sensitive to the style of the interviewers. Pay attention to those
details of dress, office furniture, and general decor that will afford helpful clues to assist you in
tailoring your presentation.
• Relate - Try to relate your answers to the interviewer and the organisation. Focus on
achievements relevant to the scholarship.
• Encourage - Encourage the interviewer to share information about the organisation to
demonstrate your interest.


ReAD MoRE・・・