Tuesday 26 July 2011

Kalian

Ya ya Yay. Ternyata selama satu minggu ini saya bisa menulis blog setiap hari. Kualitas tulisannya? Uhm. Entah. Tapi soal kuantitas dan produktivitas bolehlah sedikit disebut. Sedikit saja, karena saya tak tahu apakah keluangan waktu dan semangat menulis ini akan bertahan sampai berapa lama.

Di posting sebelumnya saya sempat menyebutkan soal produktivitas saya bertahun lalu. Pemicunya sebenarnya karena terkagum-kagum dengan sebuah negeri yang baru ditapaki. Iya. Jepang, dimana nyaris 1/3 umur saya sudah dihabiskan di sini. Saking kampungannya saya waktu itu, semuanya ingin diceritakan. Orang-orang yang jalannya super cepat di Shibuya. Ada cerita saat berjalan keluar stasiun, tiba-tiba seorang sensei kami menyalib dari belakang, lalu tap-tap-tap berlenggang kencang menuju arah kampus. Tentang Futon. Tentang diskon di hari Rabu. Tentang Sakura. Tentang masakan survival saya. Tentang toilet yang bisa menyemprot otomatis. Yah, kebanyakan isinya memang tak penting. Seputar kehidupan sehari-hari yang waktu itu begitu terasa warna-warni. Karena banyak hal yang dilakukan baru pertama kali. Karena itu adalah tahun-tahun awal proses adaptasi.

Semuanya ingin diceritakan, sehingga setelah dibaca-baca kembali sungguh melelahkan. Banyak informasi bercampur hingga membuat tulisan tidak fokus. Belum ditambah logika saya yang melompat-lompat. Padahal salah satu tujuan menulis saya adalah untuk melatih komunikasi. Sampai lulus SMA saya belum pernah bicara di depan publik sambil memegang mic. Lalu tiba-tiba saja di Negeri ini saya ditodong untuk jadi MC, di hadapan pejabat lagi. Deuh, saya si anak bawang yang lulus SMA baru kemaren sore kok bisa-bisanya ketiban sampur. Lalu terjadilah. Sebuah kata tabu saya ucapkan untuk menyebut para undangan: Kalian.

Setelah acara berakhir kena semprotlah saya.
"Kok berani-beraninya kamu menyebut KALIAN di depan."
Saya sama sekali tidak sadar bahwa sudah menyebut kata yang dinominasikan kurang sopan dalam sebuah acara resmi.
"Eh? Iya toh?! saya menyebut 'kalian' yah tadi..." jawab saya polos. Sejak kejadian ini saya berusaha untuk berhati-hati dalam bicara. Karena yang sudah diucap dan didengar tidak bisa diedit lagi. Tidak bisa di-tipe-ex, tidak bisa di-delete maupun dihapus pakai tombol backspace. Terhitung sejak kejadian bertahun lalu itu hingga sekarang, tanpa disengaja profesi MC sering dipercayakan ke saya. Padahal saya ini tidak mahir melucu, tempo bicara kadang terlalu cepat, kadang bingung pula melanjutkan kalimat. Kok bisa-bisanya.... *karena gak ada orang lain kali yah, huehuehe*

Namun saya percaya bahwa bahasa lisan juga turut dipengaruhi oleh bahasa tulisan. Setidaknya kesan tentang seseorang bisa ditelaah dari tulisann-tulisannya. Bagaimanapun saat menulis, munculah pemikiran, nilai, perasaan yang biarpun berusaha ditutup serapat apapun akan tetap kelihatan. Dengan tulisan saya berusaha belajar memilih diksi yang baik dengan harapan mahir menyusun kalimat-kalimat efektif. Betul. Kalimat efektif yang singkat, tidak ambigu, tidak banyak bumbu yang mengganggu.

Kalimat efektif. Ini salah satu pelajaran yang saya dapatkan di awal-awal bergabung dalam sebuah milis kepenulisan. Tulisan saya dibantai karena terlalu banyak ber-haha-hihi. Bagi para sesepuh milis waktu itu, mungkin bahasa saya adalah bahasa alay kalau diibaratkan bahasa gaul anak jaman sekarang. Saya kapok dengan model tulisan macam itu. Bahkan saking ingin merubah imej dari sok gaul menjadi sok resmi, awal-awal kata ganti orang pertama adalah AKU, sekarang, yah, seperti yang anda baca, SAYA menjadi pilihan kata ganti orang pertama.

Salah satu pengalaman yang cukup berkesan terjadi dalam sebuah kelas bahasa Jepang bertahun lalu. Waktu itu ada tugas mengarang. Deuh dari dulu saya tidak terlalu merasa berbakat dengan urusan ini. Menulis dalam bahasa Indonesia saja baru diniatkan belajar lagi. Singkat cerita, hari pengembalian karangan tiba juga.

"Ada sebuah karangan yang menarik untuk contoh." Ono sensei berkata sambil membagikan lembaran kopian. "Penulisnya Sunu-san."

Eh? Apa saya tidak salah dengar? Ucapan selamat dari tetangga meja sedikit meyakinkan kebenaran kalimat yang masuk ke telinga saya.

But, why? Naze? Kok Bisa? Bahasa Jepang saya tentu saja belepotan dan karangan saya cuma 2 baris lebih banyak dari setengah halaman.

"Jangan dilihat kesalahan grammar-nya. Silakan dilihat bagaimana alurnya. Karangan ini singkat. namun padat dan diakahiri dengan manis." Ono sensei memberikan penjelasan.

Alhamdulillah.
Hati saya sumpek. terlalu sesak oleh bunga yang bermekaran. -halah!- Sebenarnya kejadian ini yang menorehkan percaya diri pada saya. Ternyata saya tidak bodoh-bodoh amat. Hari itu saya mendapat pengakuan. Karya saya diperbanyak, dibagikan dan dibaca oleh seluruh penghuni kelas. Ya, Allah, begitu indah caramu memberikan pelajaran. Sebelumnya saya memang terkena krisis percaya diri.

Lah Bagaimana tidak? teman seangkatan saya yang datang ke Jepang banyak yang jebolan atlet Olimpiade. Ada yang ikut Fisika, ada pula Matematika, Kimia pun hadir. Iseng saya pernah memasukkan nama mereka ke google,lalu muncullah tautan ke berita propinsi maupun nasional. Yah, mereka juga pernah masuk TV karena ikut kuis Siapa Berani dan Who wants To be Millionaire. Salah satunya bahkan pernah duduk berhadapan dengan pembawa acara, Tantowi Yahya. Wuih, ternyata saya hidup satu atap dengan selebritis kecil-kecilan. Sementara saya? Uhm, bukan siapa-siapa. Hanya seorang lulusan SMA biasa yang cukup beruntung memperoleh beasiswa yang sama.

Oops. Arah tulisan ini mulai kemana-mana. Saya menganggap teman-teman itu sebagai rival. Bukan musuh atau saingan. Memang beda?
Kalau musuh : Harus dikalahkan! Saya akan merasa senang kalau mereka susah dan berusaha menyusahkan jalan mereka secara langsung maupun tak langsung.
Kalau saingan : Harus dikalahkan supaya hanya saya yang kelihatan bersinar. Kalau dia berhasil saya iri, kalau dia gagal saya tertawa.
Rival bisa diartikan sebagai a companion in duty. Indah bukan? Seseorang yang bersama-sama berjuang dalam suatu kewajiban dimana satu sama lain memberikan suntikan semangat biarpun secara tak langsung.

Rival terberat saya adalah mantan atlet olimpiade Fisika yang dibentuk di bawah bimbingan Yohanes Surya. Sudah pernah mewakili Jepang (!) dalam lomba International, mendapat juara satu dan diberitakan dalam koran berhuruf kanji, hiragana dan katakana. Lulusan terbaik sejurusan, mengalahkan puluhan orang Jepang dan mahasiswa asing yang lain. Heu heu. Secara prestasi akademis, makhluk satu ini susah dikejar.... namun Allah maha adil, beliau menciptakan setiap manusia dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Terkadang kita terpukau dengan seseorang karena dia terlihat begitu bersinar dengan segala kelebihannya. Itu artinya kita belum kenal orang itu sepenuhnya. Bila sudah tahu kekurangannya atau ketidaknyamanan yang akan kita rasakan bila kita menjadi dia, insyaAllah tidak akan ada rasa iri dan kagum yang muncul pun tidak akan berlebihan.

Btw, satu hal yang cukup membahagiakan adalah saat kami berkumpul saya bisa leluasa menyebut mereka dengan KALIAN. Semoga silaturahim kami tetap terjaga hingga bertahun ke depan sehingga kata KALIAN masih bisa dipergunakan. Iseng saya membayangkan hari tua kami berisi diskusi tentang nasib sebuah negeri. Mereka jadi ahli-ahli teknologi, sementara saya jadi bosnya saja deh. :-P *karena teman seangkatan saja tidak akan cukup, semoga banyak ahli yang terlahir dari senpay-tachi dan kohay-kohay yang sudah dan akan datang ke Jepang, supaya saya nambah rival. Eh, enggak juga, Supaya bawahan saya orang-orang yang hebat. *heuh, kena timpuk nih xD xD Bangun! Bangun! Matahari sudah tinggi!!**


ReAD MoRE・・・

Monday 25 July 2011

Juice Ilmu Kepenulisan dan Dakwah by ust. Salim A Fillah

Menulis itu kurang cerdas? Orang lebih menghargai hafalan? Itu mah dulu, saat kebanyakan orang masih buta huruf. Menulis dianggap suatu kekurangan karena keterbatasan ingatan. Kini, menulis tak lagi dianggap sebagai aktivitas rendahan. Bahkan untuk mendapat gelar dalam pendidikan formal, menulis adalah kegiatan yang mutlak tak bisa ditinggalkan. salah satunya manfaat menulis adalah mengujipublikkan apa yang dipahami, dengan diselipi harapan akan diluruskan bila ada yang salah. Ilmu yang hanya ditimbun dalam kepala tanpa jalan keluar berupa pengajaran seperti air yang tidak mengalir, mudah tercemar yang menjadi cikal babal kefasikan atau kerusakan dalam beragama.

Apa saja manfaat menulis yang lain?

1. Mengikat Ilmu dengan kata kunci untuk mengakses relung-relung memori yang pernah kita simpan.Yah, karena kapasitas otak kita teramat besar sehingga perlu kunci-kunci untuk memasuki kembali kamar-kamar ilmu yang tertutup.
2. Merekam jejak pemahaman, untuk melihat perkembangan jejak pemikiran kita. Lihat saja tulisan-tulisan kita di masa lampau, kalau sudah bisa dilihat kekonyolan dan kekurangannya, artinya kita sudah berkembang. Kalau tulisan itu masih dianggap begitu sempurna tanpa cacat, sebaiknya mulai bertanya kepada diri sendiri: adakah perkembangan yang tergapai selama ini?
3. Mewakili bicara kepada sesama tanpa terikat jarak atau waktu.
4. Mewariskan nilai, bukan sekedar transfer ilmu. Ada amal jariyah apa pula dosa jariyah! Makanya tulislah sesuatu yang menerahkan, bukan sesuatu yang menginspirasi orang berbuat kerusakan. Tidak terbayang kalau dosa itu terus terproduksi sepanjang jaman. Hiyy!!

Ya Allah jadikan setiap kata yang aku tulis menjadi tunas-tunas tasbih.
Jadikan setiap kalimat menjadi pelecut semangat menuju takwa.


*) Mengenai tips menulis : gambarkan, jangan katakan. Caranya? memperbanyak kata kerja, bukan kata sifat. Contoh yang ada dalam al Quran, adalah bagimana surga itu dituliskan. Coba bandingkan: Surga itu indah dan permai, dengan : Masuklah ke dalam surga, yang di bawahnya MENGALIR sungai-sungai. Mana yang lebih memberikan kesan?

*) Penulis harus cerdas. Cerdas bukan karena IQ tapi karena takwa. Ini kata Imam Syafi'i. Ilmu Allah adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak dikaruniakan kepada yang bermaksiat.

*) Benyamin Franklin : Satu kalimat, satu pokok pikiran. Kembangkan kalimat dengan padanan kata, perkaya perbendaharaan katamu. Sisipkan pula gaya bahasa agar tulisan kita tidak lugu.

*) Perumpamaan Ibnu Abbas tentang komposisi Al Quran.
6000 ayat kisah : inspirasi
600 tanda-tanda kebesaran Allah: kontemplasi
60 Muamallah : Petunjuk praktis
6 Punishment

Ingat, Al Quran Jumlah Ayatnya 6236, loh! Jangan salah dengan menjumlahkan perbandingan ayat berdasar komposisi isi menurut Ibu Abbas.

*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*

Ada sebuah tulisan yang dibedah oleh Ust. Salim, katanya sih ditulis oleh Sunu Hadi. :-P
Masukan dari beliau :
Susunan tulisan itu cantik, ada kepekaan apa yang ditampilkan duluan, apa yang disimpan dahulu lalu disampaikan kemudian.

Rupa-rupanya ini adalah tulisan saya tahun 2006 atau 2007 (lupa) dan ikut terbit dalam Antologi Ramadan FLP Jepang. (Ayo beli! Ayo Beli! *promosi mode*). Biasanya tulisan aslinya saya simpan dalam blog cuman setelah dicari-cari tidak akan ketemu lagi, soalnya tahun 2004-2007 saya menulis di friendster. Sekarang blognya sudah tidak bisa diakses, turut lenyap bersama ratusan tulisan saya. *Dulu saya sangat produktif, sehari bisa muncul 3 tulisan, sampai-sampai seorang teman mengatakan kalau dalam satu minggu tulisan baru saya tidak muncul, maka sesuatu pasti telah terjadi pada diri ini. Sekarang, kemana produktivitas itu pergi?!!! T__T *)

Sebenarnya masih banyak ilmu Ust. Salim yang bisa dibagi, cuman karena keterbatasan saya, kali ini hanya seputar kepenulisan yang saya simpan. Juice ilmunya saya cukupkan di sini. Kalau ada kesempatan, insyaallah akan ditulis juga juice versi yang lain.


ReAD MoRE・・・

Sunday 24 July 2011

Menanam Sebelum Ramadan

*Terlebih dahulu tersusun dalam Notes di FB*

Ali bin Abi Thalib mengatakan ikatlah ilmu dengan menulisnya. Maka saya mencoba mengikat ilmu-ilmu yang bersebaran dalam Pengajian Bulanan KMI Nagoya 24 Juli 2011 bertempat di Coop Motoyama. Tentu saja tak semuanya bisa saya ikat, karena banyak pula yang tercecer tanpa terekam dengan baik dalam ingatan yang terbatas. Catatan ini tidak pula murni hanya dari sang pembicara, tetapi sudah ditambah dengan tambahan-tambahan dari sumber ilmu lain yang turut hadir dan perenungan pribadi yang ingin dibagi tanpa ada maksud menggurui.

Bismillahirrahmanirrahim.

Ramadan akan hadir sebentar lagi sebagai tamu agung yang harus disambut, dijamu dan dimuliakan dengan baik. Maka sebenarnya cukup terlambat bila kita menyambut begitu dia sampai karena tak cukup masa yang bisa diolah untuk mempersiapkan penyambutan yang lebih dari biasa. Saya membayangkan kita bertamu ke rumah seseorang setelah memakan waktu berjam-jam, ditempuh dengan kereta, berganti bus dilanjutkan jalan kaki lalu akhirnya sampailah di kediaman itu dalam kondisi lelah dan keringat masih basah. Kita dibukakan pintu, dipersilakan duduk oleh empunya rumah dengan muka yang datar, cenderung masam tanpa dihias senyuman. Setelah itu kita ditinggal ke belakang tanpa disuguhi minuman, tanpa ditemani untuk memulai percakapan. Sebagaimana manusia normal, kira-kira bagaimana perasaan kita? Padahal kita datang dari tempat yang jauh dan berniat menyambung silaturahim sambil membagi sedikit kelebihan yang dimilki.

Kasusnya dibalik untuk Bulan suci yang datang setahun sekali. Hanya sekali dan akan bertamu selama 29 atau 30 hari. Salah satu harinya terdapat malam yang lebih mulia dari 1000 bulan, yang dicari dan dinantikan oleh orang-orang yang beriman. Bila kita akan kedatangan tamu yang membawa segenap kesempatan kemuliaan, pantaskah bila penyambutannya hanya seadanya tanpa persiapan yang terencana?

Bapak Aminullah Noor mengatakan, bulan Rajab dipergunakan untuk menanam, bulan Sya'ban untuk memelihara dan bulan Ramadhan untuk memanen hasilnya. Memanen untuk disuguhkan kepada sang tamu. Saya menangkap bahwa salah satu panenan berupa kebiasaan. Maka bila ada yang menanyakan teknisnya, jawabannya adalah memilih benih apa yang hendak ditanam. Kapan? Hmm, seharusnya sejak bulan Syawal tahun sebelumnya. Bila kita ingin panen kebiasaan mengkhatamkan Al Quran, berarti diawali dengan menambah jumlah halaman yang dibaca secara harian. Masih ada sekitar satu pekan sebelum memasuki bulan puasa, masih ada kesempatan untuk menanam benih kebiasaan yang harus dipelihara secara intensif, dipupuk, disiram, dijaga dari hama, ditaruh ditempat yang cukup mendapat cahaya dan tentunya dipilih komoditi yang cukup waktu untuk dipetik hasilnya.

Bulan Ramadan adalah bulannya Al Quran. Ada sebuah kisah berlatar sebuah negeri di Eropa tentang seorang kakek dan cucunya.
"Kakek, kenapa sih kita harus membaca Al Quran? Bahasanya saya tak paham. Untuk apa kita membaca sesuatu yang tidak kita pahami?"

Sang Kakek hanya tersenyum. Alih-alih menjawab pertanyaan si cucu, beliau menyuruh cucunya mengambil air dengan keranjang. Keranjang anyaman tempat menyimpan kayu dan batu bara buat perapian yang sudah kotor bulukan menyimpan abu dan debu-debu menghitam.

Si Cucu bersemangat mengambil air dari kolam untuk dibawa ke tempat sang Kakek. Tentu saja tak ada air yang tersisa karena merembes lewat sela-sela anyaman. Si Cucu tidak menyerah. Dia berlari lebih cepat agar saat sampai ke tempat Kakek masih ada air yang tersisa di keranjang. Begitu terus dia bolak-balik dari kolam ke halaman hingga akhirnya...

"Kakek, tidak mungkin saya membawa air dengan keranjang ini..."
"Memang betul, tidak akan ada air yang cukup kamu bawa dengan keranjang ini, tapi lihatlah sekarang keranjang ini jadi bersih, bebas dari debu dan abu-abu perapian. Demikian pula dengan Al Quran, meskipun kamu tidak paham apa yang kamu baca, bila kamu membacanya terus-menerus maka hatimu akan dibersihkan. Itulah salah satu kelebihan Al Quran sebagai bacaan dibandingkan bacaan-bacaan lain."

Dalam kisah di atas ada 2 orang pelaku : seorang kakek dan cucu. Salah satunya lebih berilmu sehingga mampu memberikan pencerahan kepada yang lain. Bagaimana bila kita sendiri tanpa interaksi? Bila kita perhatikan, ada cek list yang harus dilakukan oleh seorang masinis kereta di Jepang. Lampu hijau sudah menyala, sinyal OK sudah diperoleh, pintu sudah menutup, tidak ada penumpang yang terjepit.... semuanya dilakukan dengan gerakan-gerakan tangan dan tak jarang dilisankan. Kenapa perlu cek list? Ada 4 kemungkinan yang terjadi bila hanya mengandalkan ingatan dan dalam kondisi sendirian :
1. Lupa
2. Keliru
3. Kesalahan (karena tidak tahu dan tidak ada yang mengingatkan)
4. Pelanggaran (sudah tahu tapi malas mentaati prosedur)

Sayangnya tidak ada manual petunjuk kehidupan yang berwujud cek list. Maka sudah wajar bila manusia dengan segala keterbatasannya dihinggapi lupa dan keliru yang tidak disengaja. Namun demikian kesalahan dan pelanggaran bisa dicegah dengan peringatan dan pengajaran. Dua hal ini tidak mungkin dilakukan sendiri, maka berkumpulah dengan orang yang saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran agar tidak rugi.

Menjelang ramadan tahun ini banyak orang yang mudik ke tanah air. Bahagianya bila saat mengendari burung besi, pilotnya juga mengucap doa yang sama kepada sesembahan yang sama pula. Lebih bahagia lagi bila jamuan yang disajikan terjamin kehalalannya. Serifikat halal insyaAllah menjamin keamanan makanan yang kita konsumsi. Ini ditulis berdasarkan komentar seorang auditor yang tergabung dalam tim sertifikasi halal [ senangnya dalam forum-forum di sini banyak pakar berbagai bidang dan profei :-) ]. Seorang GM Maskapai Nasional kita yang ditugaskan di Nagoya juga tengah memperjuangan kehalalan makanan yang dikemas dari Jepang, bukan hanya zatnya melainkan juga proses pembuatannya. Semoga dalam waktu dekat perjalanan seorang muslim lewat udara dipermudah lagi dari sisi kehalalan makanan.

[ Cek saja, apakah dalam moslem meal yang dipesan dalam penerbangan ada label halalnya atau hanya sekedar tulisan Moslem Meal yang kadang hanya dipahami sebagai makanan tanpa babi. Vegetarian juga tidak 100% halal kalau masaknya campur dan bumbunya pakai khamr. Jadi? Pak GM mengatakan beliau siap sedia mie instan atau nasi bungkus untuk penerbangan internasional :-P ]

Demikian ikatan yang bisa saya susun, semoga akan ada ikatan-ikatan lain yang bila dikumpulkan bisa menjadi anyaman. Mohon maaf bila ada kekurangan. ^__^


ReAD MoRE・・・

Lowongan Lampau

Pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Basya Al Qanuni, dibuka sebuah lowongan untuk menjadi Imam di masjid Istambul. Persyaratannya :

1. Menguasai bahasa Arab, Turki, Latin (sekarang jadi bahasa Yunani, Itali, Spanyol, Portugis, Perancis) dan Persia. *wew, kudu multilingual*
2. Menguasi Al Quran, Injil dan Taurat. *wew, Al Quran doang masih kurang!*
3. Menguasai Ilmu Syariat. * ^_^ *
4. Menguasi Ilmu Alam dan Matematika serta mampu mengajarkannya. *Pintar doang gak cukup, kudu bisa memintarkan orang lain*
5. Mahir menunggang kuda, pandai bermain pedang dan lihai dalam perang. *Lelaki lemah mau jadi Imam? Hush, berlatih dulu sana!*
6. Berpenampilan Menarik. *Orang kucel dandan dulu gih!*
7. Bersuara indah. *Makmum gak betah kalau diimami dengan suara yang tidak merdu :-) *

Lowongan ini tertulis dalam iklan sekitar 500 tahun yang lalu. Sekarang terkesan syaratnya sangat berat, padahal ini adalah hal biasa pada jaman itu dimana islam dalam masa berjaya. Terlihat sekali tak ada dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum. Jabatan imam menjadi posisi yang prestisius sesuai perannya dalam dakwah. Ya, untuk menjadi seorang Imam Masjid, tidak cukup hanya dengan ilmu agama saja karena dia harus bisa menjadi pencerah bagi dunia dan penerang jalan ke akhirat. *Dan dia khan digaji! Harus lulus kualifikasi donk!*


Bila saya hidup pada masa itu dan ingin jadi/mendidik anak-anak *ehem* agar layak menjadi seorang imam, alangkah indahnya lingkungan yang mendukungnya. Hey hey, tak usahlah berandai-andai, pada masa sekarangpun mencapai kualitas seperti itu bukanlah mustahil. Bedanya perlu usaha yang lebih keras, semangat membara yang pantang menyerah, persistensi menuntut ilmu, menguasai bahasa, latihan fisik..... (pastinya sih gak bakal ringan dan santai-santai...).


Bicara soal lowongan, posisi seperti apa yang pas diinginkan setelah mengukur kemampuan? memilih pekerjaan bisa menjadi sebuah kemewahan saat tak semua orang punya pilihan. Penghidupan yang layak menjadi dambaan tiap manusia, namun kesempatan berbeda-beda.

Kepuasan hati dan akal berjalan seiring dan bersamaan. Demikian pula sekelumit perhatian pada nurani, nilai-nilai harga diri, kecenderungan psikologis dan harapan akan masa depan dapat menentramkan dan memantapkan jiwa. Ya, terutama bila diri berada dalam jalan yang bercabang-cabang untuk meniti sebuah pekerjaan dan kenyataan hidup lebih sering keluar jalur dari yang direncanakan.



ReAD MoRE・・・

Saturday 23 July 2011

Listrik Oh Listrik

Sebuah Pesan masuk ke inbox saya :

+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*

Our graduate school will be all closed during a whole day on ***** for saving energy. Please DO NOT come to our Lab and all electricity devices should be off on those days.

*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+

Kata saya : Iyey! Liburrr!! Segera copy data supaya bisa dianalisis di rumah pada hari-hari larangan ngampus. ^__^

Urusan libur tak penting ini disisihkan dahulu karena saya ingin membahas listrik di Jepang. Sepertinya tak semua orang tahu bahwa frekuensi listrik di Jepang berbeda sesuai wilayahnya. Jadi? yah, ada beberapa alat elektronik yang mengalami penurunan fungsi atau bahkan tidak bisa dipakai sama sekali bila anda melewati batas Jepang Tengah (Fujikawa City in Sizhuoka & Itoigawa in Niigata). Dari batas tadi ke arah timur, frekuensinya 50 Hz. Dari batas ke arah barat, frekuensinya 60 Hz. Jepang Tengah (Chubu dan Hokuriku), frekuensinya campur 50/60 Hz, paling aman untuk membawa serta elektronik kalau pindahan.

Kenapa bisa begitu?

Pada era Meiji, mesin pembangkit listrik didatangkan dari luar Jepang. Produk Jerman dengan frekuensi 50 Hz dipakai di Kanto (Jepang Timur dan meluas ke utara sampai Hokkaido) dan produk Amerika dengan frekuensi 60 Hz dipergunakan di Kansai (Jepang Barat dan memanjang sampai ke selatan sampai Okinawa). Oleh karena itulah di Jepang eksis dua macam frekuensi listrik, sampai sekarang. Produk yang harus dicek saat pindahan antara lain: mesin cuci, microwave, oven, mesin pengering cucian dan lampu.

Selain frekuensi, Jepang juga membagi tarif listrik sesuai dengan kontrak dengan pelanggan. Bagi yang paham bahasa Jepang dan tinggal dalam hitungan tahun di negeri ini, ada baiknya memperhatikan opsi-opsi yang ditawarkan oleh perusahaan listrik di wilayahnya. Kenapa? Supaya bisa menghemat beberapa Yen lah ya. :-P Misalnya Penyuplai listrik di Jepang Tengah (Chubu Denryoku) menawarkan produk E Lifetime: membagi tarif listrik berdasarkan waktu pelanggan menempati rumahnya. Detailnya sebagai berikut :

Daytime (jam 9-17) : 31.43 yen/kWh
@Home Time (jam 7-9, 17-23 untuk hari kerja; jam 7-23 untuk weekend dan hari libur nasional): 21.23 yen/kWh
Nighttime (jam 23-7) : 9.33 yen/kWh

Kesimpulannya, bila anda melakukan kontrak dengan opsi E-lifetime, maka biaya pemaikan listrik antara pukul 23 sampai 7 pagi menjadi sangat murah. Mari mencuci, memasak dan menyetrika pada jam-kam ini!!

Saya yang sering pulang malam dan berangkat pagi memang hanya bisa mencuci dan memasak pada jam hemat. Akibatnya yah, tagihan listrik saya jadi murah. Bulan lalu hanya 492 yen!

Bila tidak memakai opsi ini, maka tarif listriknya adalah sama sepanjang hari, yakni 17.05 yen/kWh. Jadi, kira-kira mana yang lebih hemat? Silakan dihitung sendiri. Bagi saya yang di rumah saat tak ada matahari bersinar di langit kota, opsi E-lifetime patut dipilih tanpa ragu lagi. Hmm, sebagian besar mahasiswa seharusnya sih sama. Tapi bagaimana dengan perkakas yang memakan listrik sepanjang waktu, seperti kulkas?

Anggap dayanya 1 kW, maka tagihannya dengan opsi E-lifetime 504.4 yen/hari. Tarif biasa 408.3 yen/hari. Sekilas opsi E-lifetime nampak lebih mahal. Bagaimana dengan hitungan perbulan? Ini mah silakan dihitung sesuai dengan alat listrik dan pola hidup masing-masing. Satu lagi yang perlu dicacat, perusahaann listrik tiap wilayah menawarkan produk-produk kontrak yang bermacam-macam. Di Hokuriku bahkan mencantumkan opsi Whiteplan 1,2,3 yang tidak dijumpai di wilayah lain. *kok kayak softbank saja!* Di Hokkaido menawarkan pilihan untuk wilayah dimana salju lebat sering menumpuk (sepertinya diversifikasi harga berdasarkan musim).

Sedekat yang saya tahu, opsi E-lifetime (namanya berubah sesuai wilayah, ada yang menyebut e-CuteTime, E-eco-Time dsb) tersedia di semua wilayah. Sesuaikan kontrak dengan pilihan yang ada di wilayah anda tinggal. Dannn~~ Selamat bersimulasi untuk memperoleh pilihan mana yang lebih cocok untuk berhemat.

*Baru tahu kalau tarif Listrik di Kansai dan Tohoku lebih murah dibandingkan Chubu. huhu*
*Okinawa paling mahal. Err, karena kepulauan jadi biaya pengiriman ke rumah-rumah lebih memakan ongkos?*


ReAD MoRE・・・

Friday 22 July 2011

Tergampar-gampar

Plak! Plak! Plak!
Saya tergampar-gampar. Seketika.

Kali ini latarnya adalah Islamic Center Nagoya lantai 3. Dasar saya masih suka bermental murid, masih ingin diajari sedikit demi sedikit. Tak sadar dengan usia yang numpuk perlahan menjadi bukit.

Sekali seminggu kami belajar tajwid. Yah, di sini, di dalam masjid. Tiap pertemuan para peserta sibuk berkomat-kamit. Tugas mingguan adalah hafalan Quran yang dibaca pada pertemuan sebelumnya. Cara ceknya? Melanjutkan bacaan Syaikh Ahmad, sang Imam Masjid. Jangan disangka tidak sulit. Kadang-kadang Syaikh Ahmad memulai dari tengah-tengah surat. Penunjukan pun dilakukan acak tak sesuai urutan biarpun kami duduk melingkar. Tuh, khan, saat-saat deg-deg-an di akhir pekan...


Yah, awal-awal dahulu saya masih santai-santai saja karena punya stok hafalan yang lumayan (biarpun cuman se-uprit juga sebenernya, huhu). Tapi kalau tiap minggu satu halaman, bayangkan saja kalau kegiatan ini sudah berjalan selama satu tahun. Yah, benteng hafalan saya kebobolan juga akhirnya. Tiba saatnya untuk menghafal lagi bersama para murid yang lain. Namun jangan disangka semua peserta di sini sudah lancar semua bacaan Qurannya. Ada yang baru belajar a-ba-ta-tsa, ada yang hafiz sejak sebelum datang ke Jepang, ada yang lancar membaca tapi tajwidnya belum purna. Levelnya macam-macam. Ada yang stok hafalannya msih melaju lebih cepat dibanding 1 halaman/minggu, ada pula yang terseok-seok, ada pula yang ketinggalan.

Nah, ini yang membuat saya tergampar-gampar. Seorang Jepang yang menjadi muslim baru 7 tahun, sekarang sudah lancar membaca Al Quran dan paling istiqomah dengan hafalan per minggu satu halaman.

Plak! Plak! Plak! Saya tergampar-gampar. Seketika, setiap kali bertemu dengannya.

Tujuh tahun. Secara kasar, dia menjadi muslim hampir bersamaan dengan kedatangan saya di Jepang. Dia belajar islam dari nol. Belajar membaca huruf hijaiyah dari awal. Belajar bacaan sholat pun dari dasar. Hmm, kisahnya berkesan seperti cerita Hafalan Shalat Delisa (link untuk donlot ebook-nya, gratis kok).

Kalau saja niat untuk berinteraksi dengan Al Quran itu kuat sejak menapakkan kaki di Jepang, mungkin sekarang saya sudah hafal 30 juz, bukan juz 30. Hikz.Pertemuan dengan seorang sahabat mengingatkan untuk menguji kemampuan hafalann kita. Fungsinya? Untuk memproyeksikan target hafalan. Misalnya, kalau dalam sehari kita bisa menghafal satu ayat saja, berarti kita bisa menjadi hafiz 30 Juz Al Quran dalam 18 tahun. (Eh, lama amat yak... ). Itu kalau satu ayat loh. Ada sebuah kisah dimana seorang nenek memulai menghafal Quran pada usia 75 tahun dan beliau khatam hafalannya pada usia 82 tahun (artinya sang nenek ini jadi hafizah dalam 7 tahun). Ini seorang nenek loh! Masak kita yang muda dengan ingatan dan kapasitas otak yang belum terisi penuh mau kalah? Masak mau kalah dengan kawan Jepang saya yang 7 tahun lalu masih buta huruf arab?

Tuh, khan?! Bagaimana tidak tergampar-gampar seketika?!
Cek kemampuan ingatan anda sekarang juga. Mumpung masih ada waktu beberapa hari sebelum bulan suci tahun ini. Ups. Mumpung ada jatah umur yang masih diberi...

Tapi perlu diingat pula bahwa sumber hukum dalam islam bukan hanya Al Quran:





Jadi? Selain Al Quran masih ada hadits yang patut dipelajari juga! Huaaa~~ PR nya nambah lageeeeeeeeeeee~~~~

*reminder buat diri sendiri yang sudah tergampar-gampar sampai berdarah-darah kok yah masih saja bandel. hiks hiks. Ampun ya Allah, nanti saya mau jawab apa kalau ditanya kok hafalann kamu segitu-gitu saja. *


ReAD MoRE・・・

Thursday 21 July 2011

Besok Jumat!

Lagi-lagi pengingat. Humm, unntuk terjemahan bahasa Inggris, click CC ^_^


Jadi ingat saat awal-awal menjejak kaki di negeri ini, Wajibkah sholat Jumat bagi kami diperdebatkan. Secara kebanyakan memahami bahwa sholat Jumat wajib jika ada makmum minimal 40 orang, laki-laki dan harus ikut sejak khutbah dimulai. Kini sudah menjadi pemahaman bersama bahwa aturan tiap mazhab berbeda. Sebagian besar kami di jepang mengambil pendapat bahwa Sholat Jumat bisa diselenggarakan minimal dengan 3 orang. Kalau yang kekeuh tidak mau kalau jamaah tidak mencapai 40? Yah, tidak bisa diseret secara paksa lah yah...



Sayangnya tidak semua video fattabiouni sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris biarpun ada versi dalam bahasa Perancisnya. Jadi sebel ama diri sendiri yang kagak ngerti bahasa Arab hiks hiks

Versi-versinya bisa ditengok di sini : https://www.youtube.com/results?search_query=Fattabiouni&search=tag


ReAD MoRE・・・

Wednesday 20 July 2011

Saat Taifun Pergi

Semburat mentari kembali menerangi sore hari. Gulita mendung lenyap bersama arak-arakan awan, membuka lorong-lorong sinar ke muka bumi. Rupa-rupa nian molek bermandikan gradasi, tersaput derai bebayang cahaya dalam sebutan warna-warni. Ah, Taifun sudah beranjak pergi. Kota ini normal kembali.

Pikiran saya melompat ke sebuah negeri dengan berbagai masalah yang datang silih berganti. Taifun cobaan belum beranjak pergi. Masih saja berputar dalam negeri itu entah sampai berapa generasi lagi.

"Dosa yang dilakukan tentara (Islam) lebih aku takuti dari musuh mereka. Sesungguhnya umat Islam dimenangkan karena maksiat musuh mereka kepada Allah.Jika kita sama dalam berbuat maksiat, maka mereka lebih memiliki kekuatan. Jika kita tidak dimenangkan dengan keutamaan kita, maka kita tidak dapat mengalahkan mereka dengan kekuatan kita. "

Ini kata Al faruq ketika melepas bala tentara muslim ke medan perang. Lalu bagaimana negeri itu? Di sini seseorang sedang menangisi ketakberdayaan diri. Korupsi, kolusi, manipulasi, rendahnya harga diri plus rumitnya birokrasi menjadi masalah sehari hari. Belum ditambah kasat matanya konspirasi.

Keutamaan. Ini satu kata kunci yang saya ambil dari wasiat Al faruq tadi. Berbagai Jamaah melakukaan usaha perubahan ke arah yang baik, agar keutamaan ini kembali. Agar kemaksiatan tidak dibiarkan terbiasa di bumi. Semoga suatu saat nanti, negeri itu kembali cerah, seperti hari saat taifun pergi, membawa serta kelabu gulungan awan, menyisakan biru langit dan sinar-sinar yang berlarian menerebos angkasa menerangi bumi tanpa terhalangi.



ReAD MoRE・・・

Monday 18 July 2011

Road To Tokushima!


Akhirnya jadi juga berangkat ke Tokushima setelah merangkap jadi manajer dadakan (ketua PPI Nagoya JJS ke Italy) dan perayu gombal (banyak orang yang awalnya terdaftar terus mengundurkan diri) untuk mangajak orang-orang Nagoya agar mau jadi perwakilan atlet PORMAS 2011-nya PPI Jepang. Syalalala~ Dengan persiapan baru selesai 2 jam sebelum dedline pendaftaran peserta, tim PPI korda Chubu pun berangkat bertanding ke Tokushima. Ah, yah. Saya baru tahu di H-1 kalau pak Ketua PPI chubu memberi nama SATRIA Chubu untuk tim yang berangkat kali ini.

Hasilnya? Well, not bad lah. Kami meraih 1 medali emas, 1 perak dan 1 perunggu, sekaligus menjadi juara umum ke-3 setelah PPI Tohoku ( 2 emas dan 3 perunggu!) dan PPI Kyushu-Okinawa (2 emas). Alhamdulillah ini hasil maksimal kami dengan persiapan yang sangat minim. Dua orang teteh pun terpaksa didaftarkan untuk ikut tanding ganda putri badminton, padahal niatnya cuman ngikut suami. Heuheu. Ketua PPI Chubu yang awalnya cuman hadir untuk rapat PPI diikutkan ganda tenis meja (dan ajibnya bisa dapet medali emas! Yiihaa~~ * sukses nih jadi manajer :-D * )

Sayangnya kamera saya habis batere saat hari-H! HadooohhH!! Kalau begini terasa enaknya punya kamera ber-charger, bukan seperti kamera dengan batere yang biasa saya buat pakai jalan-jalan. Kenapa? yah, di sekitar lokasi Pormas dan penginapan TIDAK ADA kombini. Ini Jepang bukan sih? *kata temen saya dari Tokyo yang lupa gak bawa sikat gigi dan sabun mandi :-P *


Foto-fotonya insyaAllah akan di upload setelah dapet data rampasan perang dari para pemilik kamera nikon, supaya terlihat bagus.

*Entah kenapa terasa capek sekali yah. Saya ternyata tidak terbiasa main badminton single, capekkkkkkkkkkkkkkk. Padahal kalau main ganda selama 3 jam pun capeknya tidak separah ini. Keadaan di dalam GOR memang sangat pannas, duduk di lantai aja kepanasan. Sewaktu bertanding, apalagi. Baru pertama ini saya merasa ingin cepat-cepat game selesai tanpa peduli kalah atau menang. Panasnya tiada tara!*


ReAD MoRE・・・

Wednesday 13 July 2011

Menjaga Kebudayaan




Well, banyak orang mengatakan bahwa keluarga adalah pangkal peradaban. Dalam islam sendiri, sudah ada tuntunan dalam memulai langkah paling awalnya : memilih pasangan :-)

Pikiran saya barusan terkuras untuk satu dedline hari ini, sehingga daripada menulis yang berat-berat, saya memilih untuk napak tilas petualangan menuju Masjid Raya Roma pada bulan Syawal tahun lalu.

Sebenarnya petualangan mengunjungi pusat-pusat kebudayaan islam di Eropa menyimpan banyak gambar, sayangnya memory card yang saya pakai waktu itu ikut terkirim bersama kamera yang dipinjam adik buat tugas lapangan. Doh! Padahal puncak petualangan di bekas Ibukota Islam di Andalusia sangat-sangat-sangat menarik untuk dibagi.

Berdasarkan pengalaman pribadi, isi video dari y*utu*e di atas terasa sekali (Terlepas dari akurasi angka-angka dan tahun yang disebutkan di dalamnya). Waktu memanjangkan kaki di bekas wilayah Jerman Barat, di stasiun-stasiun besar muslimah berjilbab lebar berjalan bersliweran seolah saya berada di sebuah negeri muslim saja. Masjid-masjid juga lebih mudah ditemui dibandingkan di Jepang. Mungkin benarlah, kejayaan islam akan kembali salah satunya dengan banyaknya populasi muslim yang tersebar si seluruh penjuru negeri.

Lalu tarara~ Selamat menikmati beberapa foto di seputar Jalan Masjid, Roma. ^_^


Viale della Moschea : Jalan dimana Masjid berada. InsyaAllah kalau bertanya ke Polisi pun, mereka tau dimana lokasi masjid Roma ini, lah nama jalan rayanya aja Jalan Masjid kok!


Nampang dulu di lantai 2. :-D
Tinggi menara masjid ini hampir sama dengan kubah gereja Vatican, makanya sempat menuai protes waktu pembangunannya. Lokasi Masjid yang berada di lembah akhirnya menjadi alasan yang 'menentramkan' karena tingginya tidak akan bersaing dengan tempat peribadatan pribumi. :-P





Masjid nampak dari jalan. Masih harus muter dulu untuk masuk dari gerbang utama.



Berbagai jajanan halal kreasi para muslim imigran.



Warung tenda yang siap dikunjungi ba'da sholat Jumat.



Suasana di dalam Masjid yang luas dengan pilar-pilar tinggi, kokoh dan indah. Jamaahnya manusia-manusia beragam ras.




Pikirkan bila tempat-tempat ibadah umat islam dibangun dan diramaikan oleh keturunan-keturunan yang tinggi kualitas imtaq-nya di berbagai sudut dunia. Dan di sini, di Nagoya, kami pun sedang bermimpi membangun sebuah kampung muslim, mumpung populasi Jepang sedang berada puncaknya saat ini. Maksudnya? Mari membeli tanah dari orang-orang tua yang tidak punya keturunan. :-P



ReAD MoRE・・・

Friday 8 July 2011

Serial Shaytan

Tiga tahun lalu saya sempat mengoleksi iklan layanan masyarakat ini, namun rupanya akun pengunggah videonya dihapus dari yo*t*be. Waktu saya search lagi pagi ini, sudah ada versi baru yang muncul. Semoga bisa menjadi pengingat. Ini seri ke-14 tentang Ramadan. Well, mumpung masih ada sekitar 3 pekan sebelum Ramadan, kencangkan tali unutk berlari!



link ke usernya saya simpan saja, supaya bisa ditelusuri kapan-kapan lagi ^_^
http://www.youtube.com/user/A3jad#p/u


ReAD MoRE・・・

Evaluasi Triwulan (2)


Evaluasi ke-2 untuk resolusi tahun ini. V^o^/ Paruh kedua 2011 sudah dijejaki selama satu pekan.

Berikut review dari target yang belum tercapai pada evaluasi pertama tahun ini:

1. Hafalan Quran

Sasugani, nambah doonk. Alhamdulillah diberikan kemudahan untuk menghafal.
Awalnya memang terasa susah, namun perlahan menjadi mudah, karena dilancarkan lisan, dilapangkan pikiran, dan hati pun ditenangkan. Terasa sekali bila kita berjalan menuju Allah, Allah menyambut dengan berlari...

2. 1/2 Agama

Err... masih no comment. Hanya bisa menuliskan sedang berusaha dan berdoa semoga jalan ini pun mendapat kemudahan.

3. Software

Alhamdulillah, setelah dibela-belain mengajukan proposal riset jangka sangat pendek, saya berkesempatan menimba ilmu ke Center of Remote Sensing untuk belajar beberapa software selama 10 hari.

4. English and Spanish

Hasil test mengatakan bahwa kemampuan bahasa Inggris saya mengalami peningkatan, terutama untuk writing. Alhamdulillah, gak sia-sia ambil English course buat Master. Tapi, bagaimana dengan bahasa Jepang saya yah? Kalau dalam kehidupan sehari-hari sih gada masalah, cuman kemaren sudah ikut test untuk mengecek apakah bahasa Jepang saya tidak bermasalah atau justru semakin parah :-P

Spanish --> daftar kelas kecil untuk belajar Spanish sambil duduk-duduk minum teh dan nyemil :-D Insyaallah start mulai minggu depan. Kesempatan datang tanpa terduga.

5. Novel

Humm, sementara ditaruh di prioritas belakang. Belum bisa menemukan celah untuk menambah halaman pada novel saya, huhu.

6. Badminton

Well, latihan terakhir saya lebih sering menang dengan sedikit improvisasi gaya permainan. Ada hasilnya juga melototin Indonesia Open di akhir Juni kemarin. Iyey. sayangnya sekarang kaki masih belum sembuh dari keseleo yang membengkak. Deuh. Kata teman Jepang saya :
"Wahh, parah tuh! Mendingan di rontgen, supaya lebih aman..."

Untuk sementara kemungkinan patah tulang ditepiskan karena saya masih bisa berjalan dengan normal (masih sedikit sakit >____< ). Kata Bapak-bapak dengan jas putih Lab yang saya temui di drugstore, bila bengkaknya dalam 3 hari tidak sembuh, silakan datang lagi untuk membeli obat yang lebih ampuh. (Kenapa gak dari awal dikasih obat yang ampuh, yak?! )


7. Beasiswa
Alhamdulillah tercapai. Setelah menunggu lebih dari setahun. Biarpun uangnya bakal segera menguap karena ada pos-pos yang sudah menunggu jatah, tetap harus disyukuri dengan sepenuh hati.

8. Tabungan
Tohoho. Jauh euy +___+ Bagaimanapun sampai sekarang selalu ada uang saat dibutuhkan. Masalahnya kadang terlampau khawatir mengenai budjet keperluan di masa mendatang, padahal dari pengalaman selama ini kemudahan selalu datang. * istighfar waa~~i! *


9. Hutang eksternal
insyaAllah berkurang 20% lagi. ^_^


10. Reviewed Paper
Satu terpenuhi. Sampai semester ini, insyaAllah akan mengantongi 3 kali presentasi dan satu buah jurnal buat menyenangkan hati Sensei sehingga saya bisa diluluskan tanpa bertele-tele, ehehe.

Target Baru (ditulis pada Mei 2011): Awal Juli 2011 : Master Thesis selesai! Bismillahi!!
--> *Walah! setengah aja belum neeh. Target diundur menjadi akhir Juli, sesuai dateline dari kampus, tahu diri lah~~

Belum Tercapai pada 8 Juli 2011 :

1. Spanish.
2. Separuh agama.
(semoga dalam evaluasi berikutnya sudah bisa menuliskan sesuatu ^_^ )
3. Thesis.
(wew.. ini mah, kalau dateline belum merayap mendekat, progressnya lambattt)
4. Hutang eksternal.
(err... ini mah tidak bisa dipaksakan lunas dalam tempo sesingkat-singkatnya :-(( )


Errrmm, kali ini ada sedikit renungan tentang 'terbiasa'.

Paulo Coelho, seorang novelis spiritualis asal Brazil menulis dalam The Alchemist: "He was learning a lot of things. Some of them were things that he had already experienced, and weren't really new, but that he had never perceived before. And he hadn't perceived them because he become accustomed to them ..." Ya, seseorang bisa belajar banyak hal. Apa yang dipelajarinya bisa jadi sesuatu yang pernah ia alami, bukan sesuatu yang baru, akan tetapi ia tidak pernah merasakan dan memaknainya secara mendalam. Dan ia tidak memaknainya, sebab ia sudah terbiasa dengan hal-hal itu ...

Pada saat berdzikir di pagi hari atau saat kita lantunkan bacaan ayat-ayat suci dengan khusyu' setelah sholat Shubuh, rasakan pulalah suara burung-burung berkicau di luar rumah atau desiran angin yang mengusik dedaunan. Kita akan merasakan ada harmoni tasbih alam yang begitu lembut hadir merambat ke lubuk hati bersama kekhusyuan kita. Dan pada saat-saat itu, kita merasakan lebur yang indah dengan Yang Maha Mencintai, dengan hati yang penuh ketulusan mensucikanNya.

*Ba'da subuh hari ini kicau burung bersahutan seiring warna langit yang semakin terang. Kemarin hujan turun seharian, mulai hari ini sepertinya terik mentari akan kembali dijumpai.*




Ah, yah. Ini ada foto dengan jam yang dibatukan dari kisah Alice in the Wonderland. Thanks to Feri yang berhasil mengambil foto ini meski tanpa continuous shot function :-P (diambil pada Akhir Juni 2011 sebagai bukti tercapainya resolusi nomor tujuh yang saya tuliskan di sini)






ReAD MoRE・・・

Thursday 7 July 2011

Tiga Rupa Rejeki

Seringkali orang menganggap bahwa rejeki adalah berupa materi yang masuk ke perut atau menempel di tubuh.Rejeki untuk jasad memang mudah disebut, karena wujudnya terlihat. Tubuh memerlukan makanan, minuman, pakaian dan perlindungan berupa tempat tinggal. Bila direnungkan lebih lanjut, rejeki dari Allah itu turun untuk segenap komponen diri kita sebagai manusia : jasad, pikiran dan ruh.

Bagaimana dengan akal kita dalam membentuk pemikiran? Ada sebuah doa yang diajarkan dalam Islam yang berbunyi "rabbi zidnii 'ilman warzuqnii fahman"; Artinya "wahai Rabku, tambahkanlah bagiku ilmu dan berilah rejeki pemahaman kepadaku. Doa ini menunjukkan bahwa rejeki bagi akal pikiran kita berupa pemahaman atas ilmu.

Lalu bagaimana dengan ruh kita, yang darinya akan muncul kekuatan dan dorongan untuk berbuat sesuatu. Mari kita perhatikan doa "Allahumma arinaa al-haqqa haqqan warzuqnaa ittibaa'ah, wa arinaa al-baathil baathilan, warzuqnaa ijtinaabah"; Artinya "ya Allah tunjukkanlah kepada kami yang benar itu benar dan berilah kami rejeki untuk mengikutinya, dan tunjukkanlah kepada kami yang salah itu salah, dan berilah kami rezeki untuk menjauhinya". Doa ini menunjukkan bahwa rejeki bagi ruh kita adalah kekuatan besar untuk mengikuti kebenaran dan menjauhi kebatilan. Dan hal ini hanya bisa diperoleh apabila kita senantiasa dalam keadaan merasakan adanya ma'iyatullahi dan muraqatullahi, kebersamaan dan pengawasan Allah swt.

Jadi rejeki yang Allah berikan kepada kita itu adalah bagi jasad, bagi akal dan bagi ruh kita. Maka marilah berlomba-lomba untuk memberikan "nutrisi" terbaik baik jasad, akal dan ruh kita.


*by Ust. Adi J. Mustafa, apa khabar beliau ya... *


ReAD MoRE・・・

Monday 4 July 2011

Mencari Alasan dan Batas Kesabaran

Dalam diskusi kami malam itu saya memperoleh beberapa masukan dari seorang abang.

**************************

"Cari satu alasan. Alasan mendasar yang membuatmu mengambil pilihan itu. Cukup kamu yang tahu. Alasan itu yang akan menjadi titik balik saat dalam perjalanan ke depan mendapat cobaan, rintangan, kesulitan yang membuat kamu merasa pilihan yang kamu ambil salah. Alasan yang insyaallah akan membuat kamu teguh bertahan, sabar dengan pilihan itu."

"Sikap kita terhadap takdir Allah itu 3. Menerima, Bersabar dan Bersyukur."


***************************

Hari-hari ini sudah memasuki hari-hari awal bulan Sya'ban. Saat yang tepat untuk menggenjot lebih kencang persiapan menuju bulan suci Ramadan. Badan saya masih kaget dengan sambutan suhu 38 derajat celcius saat pesawat saya mendarat di sebuah pulau buatan di tepi pasifik lalu berkendaraan menuju kamar kos-kosan yang nyaman. Betul. Tak ada nafsu makan.Saya tidak doyan makan nasi ataupun gorengan. Ngidam? Huehue. Yang pasti sudah 3 hari sejak saya kembali ke Jepang, perut hanya terisi nasi ba'da sholat Jumat setelah saya paksa makan. Lelah perjalanan dan sedikitnya asupan makanan sukses menghilangkan 3 kg berat badan. :-P Deuh, makin kurus saja saya.

Alhamdulillah memasuki hari ke-4, udara sedikit sejuk. Allah menurunkan rahmatnya lewat guyuran air yang masih membasahi jalanan hingga tengah malam. Allahuma shayyiban na~ fi'an. Kondisi badan mulai pulih dan suasana malam di akhir (awal kah..?) pekan cukup nyaman untuk berpikir. Kali ini tentang sabar dan alasan.



Susah mencari padanan kata sabar dalam bahasa Jepang. Gaman? err tidak sepenuhnya tepat. Bahasa Indonesia sendiri mengadopsi kata sabar begitu adanya dari bahasa Arab. Sabar itu apa sih? Apa dong?

Al Ghazali mengatakan bahwa sabar itu: Berusaha sekuat tenaga untuk berada di jalan Allah. Jadi jelas khan? Tidak ada batas untuk kesabaran. Sabar itu aksi.

Ambil satu kasus saat kita diuji dengan menjadi korban penipuan habis-habisan. Pilihan yang diambil adalah pasrah dengan keadaan. Apakah ini sabar? Kasus lain、apakah marah berarti kurang sabar? Apakah diam melihat anak lapar karena tak punya uang adalah sabar? Apakah menahan air mata agar tak jauh saat mendapat cobaan adalah sabar? Jawabannya belum tentu. Silakan dilihat parameternya: Apakah kita berusaha sekuat tenaga agar tetap berada di jalan Allah?

Dalam satu nasihat si Abang yang dikutip dari hadits, sabar adalah satu sikap kita terhadap takdir Allah. Sedangkal pemahaman saya, apapun takdir allah yang ditetapkan atas kita, sikap kita adalah berusaha untuk tetap berada di jalan-Nya.

Mengenai mencari alasan, err, sekarang pun saya tengah mencarinya untuk sebuah urusan, semoga Allah memberikan petunjuk dalam hari-hari yang diberkahi di bulan sya'ban ini. PR masih berlanjut....

Pindah topik.
Hari ini, saya ikut ujian bahasa Jepang. FYuh, ujian tanpa persiapan khusus karena waktu tersita untuk hal lain dan badan pun belum bisa diajak kompromi, ditambah otak yang sulit dipaksa konsentrasi atau diisi materi. Komplit. Udara musim panas juga semakin membuat badan untuk enggan tegak, akhirnya pilihan yang diambil adalah memulihkan kondisi kesehatan (baca : istirahat,leyeh-leyeh, tidur :-P ). Email berisi tagihan laporan dicuekin dulu. Hutang menjawab pertanyaan juga dituntaskan ntar dulu.

Dengan memberikan waktu toleransi 15 menit lebih cepat, saya berangkat menuju tempat ujian. Sesampai stasiun tersadar bahwa kartu peserta ujian ketinggalan. Wew. Toleransi waktu yang saya siapkan terpakailah sudah, malahan sekarang terancam tidak cukup untuk sampai lokasi tepat waktu. Sambil berjalan super cepat menuju asrama, berbagai bisikan datang menggoda.

" Sudahlah, tidak usah dikejar, ujian bisa ambil lain kali. "
" waktu kami naik kereta nanti, waktunya tidak akan cukup untuk sampai lokasi sebelum ujian dimulai."

Saya cuek saja dengan bisikan-bisikan ini. Walau bila dipikir secara normal, memang waktu yang tersedia tidak akan cukup. Setelah mengambil kartu ujian, segera tancap gas menuju stasiun, lari ditengah terik matahari, membuat keringat mengalir deras. 10 menit waktu yang tersisa sebelum ujian dimulai saat kereta berhenti di stasiun terdekat. Rupanya banyak peserta lain yang naik satu kereta dengan saya. The latecomers! Huhuhu. Dalam petunjuk di kartu ujian ada pilihan taksi menuju lokasi, kenyataannya tak ada kendaraan umum sama sekali. Terhampar sawah di kanan kiri. Wew. Alhamdulillah di antara latecomers ini ada yang tahu jalan menuju lokasi. Yah, kami semua berlari-lari. Deuh, padahal saya tidak suka ujian sambil berkeringat tanpa peduli itu keringat panas atau dingin.

"Cepat,ujian dimulai 5 menit lagi!" Ini kata penunjuk jalan yang menyambut di gerbang.
"Lari! jangan kalah dengan panas matahari! Ruangan ditutup 2 menit lagi!" Ini kata mbak-mbak yang jaga di depan gedung.

"1 Menit lagi, kalau tidak lari, tidak akan diijinkan masuk ruangan!" Ini kata Ibu-ibu yang saya tanya di dalam gedung saat mencari ruangan ujian.

Fyuh. Pintu ruangan ditutup sesaat setelah saya masuk. masih dengan nafas naik turun, dan keringat yang tetap saja mengalir meski AC dalam ruangan sudah dihidupkan, akhirnya saya menemukan kursi ujian saya. Tepat waktu. 10 detik dari batas ijin masuk ruangan. :-P Meja masih basah oleh keringat saat lembar jawaban dan kertas ujian dibagikan. Harapan saat itu supaya dinginnya AC segera membuat produksi keringat berhenti. Setelah sprint dan masuk finish tepat waktu, saya tidak sempat membeli minuman. Haus! Dalam kondisi yang tidak karuan, badan gatal oleh keringat, kerongkongan kering dan meja basah, saya jalani juga ujian tulis siang ini.

Bismillah, semoga hasilnya tidak mengecewakan. Semoga tidak sia-sia uang yang sudah dikeluarkan.








ReAD MoRE・・・

Saturday 2 July 2011

Bulan ke Tujuh

Suhu udara makin menggila menuju puncak musim panas. Keringat diperas.Tangan seolah tak mau berhenti mengipas kipas. Sementara itu, pemerintah Jepang menggalakkan program hemat listrik karena pasokannya turun akibat beberapa PLTN tidak beroperasi normal. Artinya? Pemakaian AC diminimalisir, perusahaan di Toyota group mengubah libur menjadi Kamis-Jumat untuk pemerataan pemakain listrik selama satu minggu, libur musim panas di Nagoya University dipercepat agar mahasiswa cepat enyah dari kampus dan tidak menikmati listrik gratisan. Musim panas ini menjadi yang ke-8 bagi saya, namun tetap saja tidak membuat saya menjadi tahan panas. Produktivitas saya biasanya turun pada bulan-bulan ini. Deuh.

Bulan Tujuh tahun ini bersamaan dengan bulan Sya'ban. Saya buka-buka memori di kepala, sudah saatnya membuat evaluasi menjelang ramadan. Tahun lalu saya menuliskan tentang usia-usia. Tahun ini, apa tema yang tepat yah? Silaturahim? Ehm, dicoba saja.

Tiba-tiba saya teringat seseorang yang kediamannya saya inapi pada musim dingin 2009 di Kyoto. Beliau seorang dosen di ITB dan waktu itu sedang postdoc setelah menyelesaikan S3 dalam bidang Fisika di sebuah universitas lain di wilayah Hokuriku. Orangnya ramah dan tampak selalu ceria. Setelah pulang tengah malam dan pastinya lelah mengantar tamu-tamu (termasuk saya) waktu itu, masih beliau sempatkan sholat lail dengan bacaan yang panjang. Well, tapi bukan ini yang membuat saya terkesan. Bukan ini saja.

Pada saat makan malam, tiba-tiba beliau menceritakan pengalaman masa muda beliau. Saat kecil dan masa kuliah yang penuh perjuangan.

"Saya ke Jepang untuk membayar hutang..." selorohnya. Rupanya beliau menjadi korban penipuan. Seorang kawan beliau meminjam uang, namun karena tak punya, beliau meminjamkannya dari orang lain. Nah, si orang yang ditolong ini tiba-tiba hilang tak ada khabar, meninggalkan beban hutang pada pundak beliau.



"Jangan pernah menunjukkan air mata ke orang tua. Jangan membuat mereka khawatir. Menangis saja di hadapan Allah saat bermunajat dengan-Nya." Beliau bercerita bahwa orang tuanya tidak pernah tahu segala penderitaan dan perjuangan yang beliau lalui. Bahkan orang-orang Indonesia di Kyoto yang saya temui waktu itu sepertinya tak ada yang tahu kalau beliau mempunyai masa lalu yang jauh dari kata gembira. Yah, beliau selalu nampak ceria, menyimpan rapat segala derita dengan canda tawa.

Ada lagi kisah saat beliau harus mencari tambahan penghasilan untuk kuliah di ITB. Menjadi tutor, guru les privat. Murid pertamanya adalah seorang yang cacat. Saat itu kondisi beliau sedang dalam kondisi yang sempet, sesempit-sempitnya. Sedang mempertanyakan kemudahan dari sang Rahman. Lalu beliau dipertemukan dengan orang dengan keterbatasan fisik. Beliau bercerita bahwa sepulang dari rumah murid itu, pikirannya bimbang. Hujan mengguyur Bandung dan sepeda tua beliau rubuh, tubuh beliau telentang menghadap langit. Entah apa yang ada dalam pikiran beliau, yang pasti air mata turut mengalir bersama air hujan yang mengguyur.

"Jangan cerita, yah!"
Saya sendiri hampir lupa dengan beliau hingga melihat sebuah foto acara waktu itu. Saya sendiri masih heran, mengapa beliau tiba-tiba bercerita mengenai masa lalunya? Waktu itu sekilas saya menceritakan tentang kondisi Ayahanda dan mungkin kondisi keluarga kami yang kurang berkecukupan membuka simpul memori dan emosi beliau.

Apa khabar, Pak A**p?

Seorang lagi sudah saya kenal sejak tahun-tahun awal di Jepang. Kebetulan saya seumuran dengan adik laki-lakinya. Si Mbak ini sudah saya anggap sebagai Kakak sendiri dan anaknya yang pertama biasa saya gendong sejak masih bayi. Hmm, sekarang anak itu tumbuh menjadi anak kecil sholihah yang lincah. Si Mbak ini hanya tinggal dua batang kara dengan adiknya, hingga adiknya meninggal tahun lalu. Hidupnya pun penuh perjuangan dan keluarga besarnya sepertinya enggan memberikan bantuan. Sekarang memang si Mbak sebatang kara tanpa keluarga sedarah, tapi kini sudah ada suami dan dua anak lucu-lucu yang menemani sehari-hari.

"Sunu, bersyukur masih bisa merawat Ayah. Mbak sendiri tidak pernah ingat wajah Ayah sendiri..." itu katanya saat saya sedih dengan kondisi Ayahanda.
"Waktu kuliah di Indonesia dulu, saat minta uang 10 ribu aja ke keluarga, tidak pernah dikasih..." itu katanya saat saya capek kerja partime untuk bisa mengirimkan uang ke Indonesia.

Diskusi dengan si Mbak selalu membuka hati untuk bersyukur. Jangan dibutakan kesulitan sesaat yang terkadang membuat futur.

Ya Allah, ternyata masih begitu banyak nikmat yang engkau berikan kepada hamba. Silaturahim sering membuka pikiran, mengingatkan bahwa setiap takdir adalah harus diterima, disabari dan disyukuri.





ReAD MoRE・・・