Tuesday 7 January 2014

Kampung Batik

Sebelum kembali ke Ibukota setelah berlibur selama sekitar 10 hari, kami menyempatkan untuk keliling kota Surakarta. Tujuan utama kali ini: Kampung Batik. Tak hapal tata letak lokasi di kota ini, akhirnya dikerahkanlah segenap koneksi. Mulai temen adik saya yang dulu juga sempat menjenguk istri tercinta menjelang kelahiran bayi, hingga pejalan kaki dan pengendara motor yang turut terjebak macet seputar jalan Slamet Riyadi. 

Yups. Macet. Kota Surakarta pada hari Sabtu juga mengalami macet, meski tak separah di Jakarta. Lokasi kampung Batik Kauman dekat dengan alon-alon tempat diselenggarakan festival Sekaten, Pusat Grosir Solo (PGS) dan pasar Klewer. Inilah penyebab lain kemacetan yang kami alami : pusat keramaian lokal. 

Sebenarnya ada dua kampung Batik : Kauman dan Laweyan, informasi yang kami peroleh waktu itu hanyalah "kampung Batik", selebihnya kami "diarahkan" oleh pengendara motor dan pejalan kaki setempat menuju Kampung Batik Kauman. Seperti kebanykan nama tempat di Jawa, di Kauman terdapat masjid Agung. Di balik Masjid Agung inilah tersebar butik-butik cantik berjualan batik dalam suasana perkampungan yang unik.

Harga batik di butik-butik ini bervariasi dari puluhan ribu, hingga jutaan rupiah. Kami meimilih batik kombinasi cap dengan tulis. Harga baju dari kain batik 100% tulis sudah di atas 500 ribu. Batik print paling murah karena produksi masal. Batik Cap sedikit lebih mahal dibandingkan batik print namun belum cukup unik sehingga perlu sentuhan batik tulis agar bajunya tidak pasaran. Motif dan warna juga faktor yang penting untuk dipilih. Motif dan warna tertentu sudah ketinggalan jaman dan kurang pantas dipakai ke kantor atau kondangan. 


Alhamdulillah sekarang saya punya konsultan fashion sekaligus manajer keuangan sehingga pilihan baju lebih fokus. Sesuai dengan tren dan fulus :-p. Terakhir kali saya beli batik adalah untuk persiapan acara lamaran dan menikah, 2 tahun lalu. Baju yang sudah dibeli warnanya sudah tidak sesuai aslinya dengan seringnya pemakaian dan kurang telatennya perawatan. Hiks. 


Bagi istri tercinta, kali ini adalah kesempatan pertama belanja baju batik langsung ke pusatnya. Selama menikah, dipikir-pikir saya jarang sekali membelikan baju. banyak kain yang kami terima sebagai kado pernikahan, jadi persediannya pakaian masih cukup selama 2 tahun, tinggal dijahitkan, hehe. Alhadulillah istri cukup sabar :-) Kain-kain khas dari Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Sumatra sudah kami dapatkan. Hum, saatnya menambah koleksi batik dari kawasan lain di Indonesia. 

Mengenai harga PGS atau Pasar Kelwer lebih ramah dompet. Namun tujuan beli batik kali ini bukan untuk dijual kembali, sehingga kami memilih kampung batik agar baju yang dibeli didesain menarik tanpa label pabrik. Selain harga, lingkungan juga kami jadikan pertimbangan. Kami membawa bayi 7 bulan, kerumunan banyak orang di Pasar terasa kurang nyaman. Dalam Kampung Batik kauman juga terdapat mushalla dan restoran. Harga makanan? Jangan diragukan. Murah meriah dan lezat. Lima porsi paket makan siang dan dibungkus pulang hanya 100ribuan! Minuman kunyit asam rumahan juga sangat legit. 


Ahem. Jadi kangen ke kampung batik lagi. 
(next, mau jualan? :-p Harganya 50% lebih murah dibandingkan Jakarta hehe)

2 comments:

Anonymous said...

iya ya,
kangen dah lama gak ke kampung batik, kangen beli Gamis Baru di kota so lo :-)

Unknown said...

waah asyik nih belanja di kampung batik :0