Tuesday 24 February 2015

Pelangi Keluarga (1)

Sebetulnya penyebab awal lahirnya tulisan pelangi keluarga ini adalah kehilangan dompet di bulan Januari. Betul-betul kejutan awal tahun yang sedikit mengganggu cash flow, karena uang reimbursement dari kantor berada di dompet itu, lengkap dengan kartu-kartu identitas, perbankan, hingga kendaraan.

Ternyata Allah menggantinya dengan sangat indah : kajian ilmu yang diisi oleh para ustadz dan ustadzah papan atas yang bisa kami akses dengan mudah. Saat itu kami ingin menambah ilmu agama tentang Allah dan keluarga. Tiba-tiba saja beragam informasi seolah disodorkan dan dengan berbagai keterbatasan yang ada kami sekeluarga bisa hadir dalam berbagai majelisi ilmu itu. Padahal kami baru berniat saja tapi Allah seolah sudah berlari menyambut niatan kami. 

Diawali dengan terlahirnya Fatherhood Forum, hingga kajian seputar pendidikan anak, ekonomi keluarga, peradaban dan mungkin masih akan banyak jalan ilmu lain yang terbuka. Cukup Padat. Skenario Allah membuat berbagai narasumber keren dihadirkan dengan tema serupa saling terkait dan terkonsentrasi di Januari-Februari ini. Istri tercinta bilang, kepalanya sudah full dengan teori saat saya mengajak ikut ke sebuah kajian lain di Jakarta. Sebenarnya saya juga mulai overload dengan teori tapi rasa haus akan ilmu masih tetap menggelora. Mau tidak mau isi otak yang sudah mau overload ini harus dikeluarkan sedikit demi sedikit agar tidak tumpah sia-sia (lupa seiring berjalannya waktu).

Solusinya ada 2.
1. Teorinya Langsung dipraktikan 
2. Diikat dengan tulisan. 

Praktik merupakan aksi yang tidak seketika dan memakan waktu plus tidak bisa sekaligus. Sembari mempraktikkan sedikit demi sedikit saya ikat dulu beragam informasi yang berputar dalam otak ini. Mohon maaf, tulisannya jadi versi Sunu, karena kajian-kajian yang saya ikuti sebenarnya direkam dan tersedia versi audio maupun cetaknya, maka saya menuliskan dengan menambahkan sudut pandang pribadi. 

Secara pribadi, generasi jomblo sekarang nampaknya lebih beruntung karena banyak sekali majelis ilmu yang membahas tema keluarga. Peserta yang hadir pun banyak yang masih mahasiswa (jomblo) maupun pekerja (jomblo), meski tidak sedikit pula pasangan yang hadir dengan buah hatinya. Tulisan ini menjadi ikatan ilmu pertama dalam 2 bulan ini disarikan dari kajian bersama Salim A. Fillah di DT Jakarta 14 Feb 2015.

***
Visi Keluarga Surgawi, inilah tema besar yang menjadi muara beberapa kajian di Januari-Februari ini. Jurusan Membangun keluarga tidak muncul dalam kurikulum resmi di sekolah maupun universitas. Supaya kita tidak salah arah, mencari rujukan sumber terpercaya jadi solusi. Dalam Al Quran sendiri, pasangan hidup dan keluarga diceritakan dalam kisah para Nabi yang terjadi bahkan 20 ribu tahun yang lalu agar kita bisa mengambil pelajaran. 

Dua puluh ribu tahun yang lalu di bumi ini tiba-tiba muncul lompatan peradaban. Ditemukan jejak sejarah yang menjadi bukti tiba-tiba saja di bumi ini ada peradaban baru. Tiba-tiba? Menurut perhitungan Ibnu Abbas, Nabi Adam turun ke bumi sektar 19500 tahun yang lalu, beda tipis dengan temuan sejarah tentang beradaban manusia di bumi. 

Mengapa Adam sampai turun ke bumi? Kita sudah tahu kisahnya. Iblis yang sudah sujud kepada Allah selama 40 ribu tahun tiba-tiba diperintahkan untuk sujud kepada mahkluk baru yang diciptakan dari tanah. Kenapa bisa? Kenapa ada makhluk baru yang lebih dicintai Allah daripada iblis? Turunnya Adam ke muka bumi tercetus dari rasa hasad iblis yang ingin lebih dihargai, dicintai, disayangi Allah. 

Keinginan untuk disayangi Allah bukanlah hal yang buruk, asalkan tidak dengki terhadap sesuatu yang lebih disayangi Allah. Hal yang mirip terjadi pada putra Adam, Habil dan Qobil. Seseorang bisa membunuh saudaranya sendiri disebabkan hasad atas qurban yang diterima oleh Tuhan. Keinginannya hanyalah qurbannya dinilai yang terbaik, namun tidak menjadi kenyataan. Hasad seputar ibadah ternyata bisa bermuara menjadi hal buruk. 

Sebagai manusia hasad menjadi penyakit hati yang berpotensi merusak hal besar. Jangan sampai ada hasad yang muncul saat melihat orang lain ibadahnya lebih, ilmunya lebih tinggi, amalnya lebih banyak. Iblis yang sudah sujud 40 ribu tahun saja masih bisa merasa lebih baik daripada Adam,bagaimana dengan kita yang mungkin sujud 5 menit saja sudah kesemutan? :-D Well, api memang bisa menerangi dan memberikan kehangatan, tapi harus ada sesuatu yang 'dimakannya' untuk bisa seperti itu, bila tidak ada api itu akan padam. Sementara tanah bersifat lembut dan fleksibel dibentuk apapun. Harga korek api juga tidak banyak berubah, tapi harga tanah naik terus tiap tahun. Hehe. Jadi sebenarnya mana yang lebih baik?

Nabi adam menjadi pengingat nilai kita sebagai manusia. Nilai dasar kemanusiaan bisa kita renungi dari kisahnya dan keturunannya. Pelajaran berikutnya adalah kisah nabi Nuh tentang keteguhan dakwah dan ibadah. 

Surat Nuh diturunkan saat Nabi SAW dalam cobaan yang berat dari perlakuan kaumnya, tahun 11 kenabian. Seruan beliau diabaikan. Saat berjalan dilempari batu. Saat sujud kaki beliau diinjak dan disiram isi perut onta yang menjijikkan. Lalu diceritakanlah kisah nabi Nuh, yang baru diangkat menjadi Nabi saat berusia 450 tahun dan berdakwah selama 500 tahun. Putra nabi nuh sendiri berakhir tidak termasuk dalam golongan orang yang beriman. 

Rasullullah SAW terlecut lagi semangat juangnya setelah wahyu ini. Sebelas tahun dakwahnya belumlah apa-apa dibandingkan dakwah yang dilakukan 500 tahun oleh nabi Nuh. Kebanggaan sebagai manusia ada pada ketaqwaannya. Masalahnya taqwa itu tidak terlihat, jadi bagaimana mau dibanggakan? Kalau di jidat kita muncul layar indikator tingkat ketaqwaan, tentunya lebih mudah sungkem ke orang yang tingkat ketaqwaannya tinggi atau bergegas berbenah saat tingkat ketaqwaan menurun. 

Menurut 'Aisyah, inti manusia adalah sifat tawadu', down to earth, makin bertaqwa harusnya makin rendah hati, jadi bukan untuk dibangga-banggakan. Setelah membahas tentang konsep kemanusiaan dan keteguhan dalam berdakwah, selanjutnya adalah kisah keluarga-keluarga bervisi surgawi. Ada kisah nabi Ibrahim dan keluarga Imron. Ini cerita tentang salah satu keluarga yang dipilih oleh Allah untuk menjadi cermin semesta sepanjang zaman. 

Keluarga Ibrahim.

Setelah penantian yang panjang hingga rambut beruban, kulit keriput, dan tubuh uzur; dari Sarah yang jelita, berdarah bangsawan, lagi cendikia itu kelak Allah mengaruniakan Ishaq. Sebelumnya; Hajar yang kehitaman kulitnya, pendek tubuhnya, ikal rambutnya, dan bekas sahaya telah melahirkan Isma’il. Salam sejahtera dan doa sentausa atas mereka semua. Tentang akan lahirnya Ishaq; Allah berfirman dalam Surah Al Hijr ayat ke-53; “Sesungguhnya Kami akan beri kabar gembira padamu dengan seorang bocah yang amat ‘ALIM.”

 Adapun tentang Isma’il Allah firmankan; “Maka Kami berikan kabar gembira pada Ibrahim dengan seorang bocah yang amat HALIM.” Demikian seperti tertera dalam Surah Ash Shaaffat ayat ke-101. Pilihan kata dalam Al Quran selalu menakjubkan. Antara ‘ALIM yang jadi sifat Ishaq & HALIM yang jadi sifat Isma’il hanya berbeda 1 huruf. Tetapi sungguh akan menjadi tafakkur mendalam betapa ia adalah karunia yang terpatri menjadi watak bagi para putra kebanggaan ayahnya itu. 

Bahkan akan menjadi renungan dahsyat bagaimana masing-masingnya terwaris pada kedua garis nasab yang mulia ini. ‘Alim; pandai serta berilmu; menjadi sifat keturunan Ishaq melalui Ya’qub, Yusuf, Musa, Harun, Dawud, Sulaiman, terus hingga ke Zakariya, Yahya, dan juga ‘Isa; pada mereka terhatur shalawat dan cinta. Bahkan juga; keturunan Bani Israil yang banyak ingkar sejak moyangnya hingga hari ini, tetap Allah karuniai kepandaian dan ketekunan dalam ilmu yang menakjubkan. Seakan-akan gerbang pengetahuan dari langit terbuka mencurah-curahkan isinya pada otak mereka yang pintunya juga menganga.

Maka tak hanya soal Al Kitab dan Al Hikmah, berbagai-bagai bidang sains yang memberi manfaat maupun madharat bagi manusia, Allah ilhamkan melalui mereka; keturunan Ishaq. Penegasan tentang “bocah ‘alim” ini diulang lagi dalam Surah Adz Dzaariyaat ayat ke-28; menunjukkan betapa banyak keturunan Ishaq beroleh karunia kealiman.

Adapun Isma’il, hanya sekali dia disebut dengan sifat indah itu; HALIM. Tetapi watak itu mencakup sifat santun, penyabar, tahan menderita, dan pemaaf. Pada diri Isma’il; paling nyata ia tampak dalam kesediaannya tuk diqurbankan. Tak banyak keturunan Isma’il yang menjadi Nabi, tapi satu yang jadi pamungkas cukuplah sudah; Muhammad ShallaLlahu ‘Alaihi wa Sallam. Dialah puncak perwujudan sifat HALIM yang Allah sematkan pada Isma’il; terbaca di sepanjang Sirah-nya. (dinukil dari http://salimafillah.com/nasab-dan-pewarisan; sudah tertulis dg rapi, jd tidak perlu dicertitakan kembali dg bahasa saya  )

Doa nabi Ibrahim agar negeri Mekkah diberkahi terjawab sekitar 4200 tahun setelah dipanjatkan. Allah bahkan melebihkan doanya sehingga tidak hanya mekkah tapi semesta alam dengan kelahiran seorang rasul akhir jaman yang ajarannya berlaku hingga datang hari kiamat. 

Dalam konteks keluarga dan keturunan, seseorang yang tingkat keimanan dan ketaqwaannya paling tinggi akan mampu mengangkat garis moyang dan keturunannya ke dalam tingkatan yang sama dalam surga. Oleh karena doa agar diberikan keturunan yang shaleh harus tetap giat dipanjatkan karena kita tidak pernah tahu kapan doa ini akan dikabulkan. 

Bisa jadi bukan pada saat kita masih hidup, tapi generasi cicitnya cicitnya cicitlah keturunan terbaik itu dilahirkan. Dari kisah keluarga Imron, kita terinsprasi mengenai cita-cita yang patut ditanamkan kepada anak-anak kita. Soal cita-cita yang tercantum dalam al quran. Apa coba? presiden? (tet toot). Gubernur ?(tet tottt). sebelum mesin tetot rusak, ada dalam kisah keluarga Imron (Q.S 3: 35) ... aku nadharkan kepadaMu seorang anak yang menjadi mucharor (hamba yang berhidmat)... 

Ternyata yang lahir adalah bayi perempuan (Maryam), sebagai mucharor (skrg ta'mr masjid, atau menurut persepsi saya adalah orang-orang yang hati dan pikirannya terikat dengan masjid), rejekinya dijamin oleh Allah. Sampai nabi zakaria heran setiap kali masuk ke mihrab Maryam ada saja rejeki (makanan) yang tersedia. 

Makanya untuk anak-anak sebaiknya diberikan cita-cita seperti ini : menjadi seorang abdi yang memuliakan rumah Allah. Pekerjaan utama ta'mir masjid, sambilannya pengelola 100 hotel. Main Job ta'mir masjid, sampingannya pengusaha ekspor impor omzet 1 triliun sebulan. pekerjaan utama ta'mir masjid, sampingannya boleh jadi presiden.

Setelah ada contoh-contoh keluarga yang diceritakan dalam Al Quran sebagai panutan, bagimana ciri keluarga yang sakinah itu? Ciri sakinah ada 3. 

Yang pertama menjaga suami dari perbuatan hina dan menyelamatkan istri dari perbuatan yang dimurkai. Hasilnya, suami dan istri tercegah dari perbuatan keji dan dosa dengan adanya ikatan jiwa. Maka misalkan di jalan ada wanita/lelaki penggoda, segeralah temui pasanganmu.

Yang Kedua. Hati itu cenderung kepada pasangannya Misalnya saat masih jomblo liat gadget baru maunya langsung beli, saat sudah berkeluarga sudah beda rasa. Begitu lihat gadget baru, yg terpikir kulkas di rumah perlu lebih besar, baju anak udh kekecilan, dsb dsb.

Yang ketiga, bisa bicara tanpa kata, bisa mengerti tanpa bicara. Misalnya istri pengen bakso, sms ke hp suami , padahal sedang dicharge di kamar. Suami yg di masjid tiba-tiba terinspirasi beli bakso biarpun sms istri tidak sampai ke dirinya saat itu. Suami dan Istri merasa tenteram saat bersama maupun ketika sedang berpisah. Saat bersama suami istri saling bersyair memuji memupuk cinta, saling bercerita untuk lebih menguatkan. Jangan sampai suami/istri jsutru merasa lebih tenteram kalau tidak bersama pasangannya.

Bila visi yang terbentuk sudah sama, maka gangguan dari luar bisa diatasi dengan mudah. Setelah rama tinggal bersama, memakan makanan yang sama, berpikir dengan pola yang sama, lama-lama wajah suami istri itu jadi mirip. (katanya..). 

Contoh kasus saat perang Khandak, istri-istri kaum muslimin didatangi wanita munafik. "
Duh, ibu2, kasihan yah sering ditinggal pergi suami buat perang mulu. Siapa yang cari nafkah?" 

Ibu-ibu kaum mulsimin sih cuek beibeh, "yang pergi itu tukang makan ya bu ibu. Kalau yang ngasih rejeki mah gak kemana-mana kok. Allah masih ngasih rejeki kok buat kita-kita."

Karena visi keluarga sudah sama, persepsi tentang segala sesuatu tidak akan jauh berbeda. 

 *** 

Dari kajian ini beberapa poin yang bisa saya ambil : 

1. Visi keluarga haruslah jangka panjang, karena kita akan membentuk sebuah komunitas antar jaman yang akan disatukan kembali setelah kematian. Posisi paling nyaman di surga nanti akan ditentukan oleh nenek moyang atau cucu moyang kita. Karena kita tidak benar-benar tahu kualitas keimanan nenek moyang kita, doa yang dcontohkanpun tentang meminta keturunan yang sholeh. 

2. Menikah harus menjadi nafas dan daya hidup lingkungannya. Kalau tentara saja bisa berkomunikasi dengan sandi meski terhalang bukit. Suami istri bisa berkomunikasi secara ‘ruh’ dengan iman. Karena perantaranya adalah sang pencipta ruh. Jadi, memilih istri harus sekufu imannya.

 3. Membangun ruh yang satu, gimana cara? jadi teringat bahwa Hawa tercipta dari rusuk Adam. Kenapa rusuk? Karena posisinya dekat dengan jantung, wanita harus dicurahi perhatian karena dia melindungi jantung hati. Rusuk juga tak jauh dari tangan, laki-laki dengan tangannya lah yang harus melindungi wanita. Chieeh. 

***

 Tulisan kedua insyaAllah versi aplikatifnya. Setelah ada contoh keluarga panutan dalam Al Quran, di era sekarang bagaimana membangun keluarga dan mendidik anak dengan visi surgawi? - akan disarikan dari fatherhood Forum dan beberapa kajian lain yang diikuti bbrp waktu lalu, Insyaallah-


ReAD MoRE・・・