Saturday 31 May 2008

[INFO] Beasiswa Ke Jepang untuk Lulusan SMA

Sudah dibuka pendaftaran beasiswa Monbusho (Kementerian Pendidikan Olahraga Budaya dan IPTEK Jepang) untuk lulusan SMA. Nampaknya persyaratannya lebih ketat dibanding saat saya lulus SMA dahulu. Buruan! Batas waktu pendaftarannya sampai 25 Juni 2008!
***

Kedutaan Besar Jepang menawarkan Beasiswa Pemerintah Jepang (Monbukagakusho) kepada siswa-siswi Indonesia lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) untuk melanjutkan pendidikan ke Universitas (S-1), College of Technology (D-3) atau Professional Training College (D-2) di Jepang mulai tahun akademik 2009 (April 2009). Pelamar hanya bisa mendaftar 1 (satu) program dari S-1, D-3, atau D-2.Syarat-syarat pengambilan formulir bagi calon pelamar sebagai berikut:

(1) Lahir antara tanggal 2 April 1987 dan tanggal 1 April 1992.
(2) Nilai rata-rata ijazah dan rapor kelas 3 semester/cawu terakhir minimal:
8,4 untuk program S-1
8,0 untuk program D-3
8,0 untuk program D-2*
Jika pada saat penutupan (25 Juni 2008) nilai ijazah asli belum bisa dikeluarkan, maka nilai ijazah sementara dari Kepala Sekolah bisa diterima.
(3) Pelamar harus lulus dari SLTA.

Formulir pendaftaran dapat diperoleh secara gratis untuk mereka yang memenuhi ketiga persyaratan tersebut di atas di Kedutaan Besar Jepang (Bagian Pendidikan: 8:30-12:00, 14:00-15:30), Konsulat Jenderal Jepang di Surabaya, Medan, dan Makassar mulai 30 Mei 2008.
Mereka yang tinggal di luar JABODETABEK, Surabaya, Medan, dan Makassar dapat melamar melalui surat yang ditujukan kepada Kedutaan Besar Jepang (Jl. M. H. Thamrin 24 Jakarta Pusat 10350), Konsulat Jenderal Jepang Surabaya, Medan, atau Makassar. Surat itu harus berisi nama, tanggal lahir, alamat, nomor telepon, program pilihan (S-1, D-3, atau D-2), 3 (tiga) bidang studi yang ingin dipelajari dan dilampiri fotokopi rapor, ijazah, serta nilai ijazah.
Formulir harus dikembalikan ke Kedutaan Besar Jepang atau Konsulat Jenderal Jepang lengkap dengan fotokopi rapor, ijazah, dan nilai ijazah sampai tanggal 25 Juni 2008.
Sumbernya di link berikut :
Soal ujian tahun lalu bisa diakses melalui link berikut :

Selamat Berjuang! Semoga sukses!




ReAD MoRE・・・

Sunday 25 May 2008

I Can Do it!

Yeah, I can do it. InsyaAllah.

Satu minggu lalu saya menang tender. Tender dengan diri sendiri untuk menyelesaikan sebuah proyek pada organisasi S yang secara ajaib diamanahkan kepada saya. Tidak mudah, sulit, menyita pikiran, energi, juga waktu. Tapi insyaAllah bisa terwujud kalau saya berpikir mampu menyusunnya hingga potongan terakhir. Bismillah...


ReAD MoRE・・・

Friday 23 May 2008

Tentang Senyum

Rasanya sudah banyak orang yang tahu bahwa senyum itu ibadah. Kali ini saya merasakan senyum yang indah dari seorang manusia mungil. Manusia yang kini sudah berhak saya sebut bocah dalam usianya yang memasuki 8 bulan. Bocah yang dilahirkan dari dua orang yang saya anggap abang dan kakak di Jepang.

Orang tuanya masih kuliah master tingkat akhir. Yah, sejak bayi dia belajar tentang pengorbanan. Pengorbanan karena harus rela dititipkan saat orang tuanya harus menuntut ilmu. Tapi dia juga belajar tentang rindu, rindu tentang kehangatan seorang ibu yang juga rela mengorbankan waktu dan tenaganya untuk naik turun bukit ke tempat penitipan untuk menyusui. Dan malam itu saya sadar kalau segala penat orang tua itu bakal hilang saat melihat senyum buah hatinya. Tangan yang serasa mau patah menjinjing buku-buku berat entah mendapat kekuatan darimana hingga kuat mengangkat tubuh itu. Wajah yang sudah lelah bisa berubah menjadi bergairah melihat si mungil.



Darinya saya juga belajar tentang keajaiban manusia. Tentang penciptaan. Proses pembelajaran Al Quran yang bisa disaksikan langsung dan nyata. Bayi mungil itu sudah tumbuh pesat menjadi sosok menggemaskan berusia 8 bulan. Saat telapak kakinya mulai merasakan geli, saat sebulan kemudian dia akan belajar berdiri, berjalan, lalu berlari!



Terima kasih atas senyum itu. Senyum lebar dengan gigimu yang baru ada tujuh. Senyum yang membuatku jadi ingin tersenyum. Senyum dengan pijar mata yang begitu hidup. Lagi-lagi saya merasa bahwa anak kecil itu begitu lucu.

Sayangnya senyum-senyum lucu ini mungkin tak bisa dijumpai sesering dulu di negeri ini. Angka kelahiran menurun drastis seiring dengan banyaknya wanita yang bekerja. Apa hubungannya? Bukankah seorang wanita bekerja tetap mendapat cuti hamil dan melahirkan? Ternyata masalahnya tidak putus sampai di sini.

Karakter orang Jepang yang cenderung tertutup menyebabkan mereka mudah stress. Ini hanya asumsi pribadi, tanpa penelitian atau bukti. Wanita yang bekerja akan dituntut menyelesaikan pekerjaan di kantor tepat waktu, belum ditambah tanggung jawab rumah tangga sebagai istri. Bila dia cuti hamil, otomatis pekerjaannya akan menjadi beban buat rekan di kantor. Dengan munculnya anak, dia harus meluangkan waktu untuk menjemput di tempat penitipan dan tidak bisa kerja lembur. Artinya, pekerjaan yang ada harus bisa selesai dalam waktu yang terbatas.


Lagi-lagi kebiasaan enggan merepotkan orang lain membuat orang memilih tidak memiliki anak supaya pekerjaan tidak terganggu. Selain itu masih berlanjut dengan berbagai keperluan anak, tentang ASI, perhatian, dan kasih sayang. Sekarang sudah mulai banyak tempat penitipan anak di kantor, universitas atau tempat yang dibuka secara khusus di dekat stasiun. Tujuannya supaya wanita bekerja bisa tetap melanjutkan karirnya dengan tenang karena dukungan sosial. Ini dianggap meminimalisir (bukan mengatasi) penyebab menurunnya angka kelahiran karena kurangnya dukungan terhadap ibu yang bekerja.


Tapi bagaimana dengan sisi psikologi anak yang dititipkan? Bukankah dia tak hanya sekedar memerlukan gizi dari susu botol yang diminumkan? Entahlah, tapi bila setiap orang tahu bahwa senyuman seorang anak bisa memberikan energi secara ajaib, mungkin jumlah bayi yang lahir di negeri ini tak perlu membentuk grafik berbentuk lereng menurun.


ReAD MoRE・・・

Sunday 11 May 2008

Ikrar Suci di Bulan Mei

Mahkota sakura gugur sudah
Nyanyian musim berganti, pula rentang bertenggernya mentari
Pun hari ini keduanya menyapa ramah
Senada cahaya pagi yang merekah
Seiring kicau burung mengiring langkah
Selaras tasbih dan tahmid yang bergairah
Serasi goyangan tangkai doa yang menggandeng berkah


Hari ini saya turut menjadi saksi :
Sebuah Ikrar suci di bulan Mei

*+*+*+*+*+*



Sejak pagi senyum seolah tak mau wajah ini. Semalam saya sedikit menggigil, suhu udara bulan Mei yang merangkak naik tiba-tiba turun kembali. Langit pun muram, menumpahkan garis-garis air yang berlomba jatuh ke bumi. Namun hari ini beda. Tak ada lagi guyuran air, tak ada mendung kelabu yang bergelayut, tak ada payung-payung bermekaran di jalanan. Hari ini begitu cerah, matahari bersinar dengan lembut tanpa menyengat.



Saudara saya menikah. Seorang saudara, meski tak ada hubungan darah. Dia berani mengucapkan ikrar sakral yang juga disebut Mitsakon ghalidza, perjanjian yang berat. Perjanjian dengan Allah, yang saya lihat, yang kami dengarkan, dan insyaAllah disaksikan pula oleh para malaikat. Kali ini saya mendapat kesempatan menjadi MC, belajar berbicara di depan khalayak sambil menambah wawasan. -huhu, maklumlah jomblo-



Acara pernikahan di Jepang menurut saya mudah, praktis, tidak harus mengikuti adat (karena tidak ada yang menguasai tatacara adat?), tidak bertele-tela dan padat. Satu lagi, kentalnya ukhuwah sangat terasa. Saudara-saudara seiman saling sokong, saling bantu. Ada yang membawakan kue, cemilan, bunga, poster, dan berbagai persiapan lainnya. Tak ada orang tua atau keluarga asli kedua mempelai, hanya kamilah keluarga mereka di negeri ini. Untuk itulah saling membantu sudah menjadi kewajiban. Dan prosesi pernikahan kali ini tetap khidmat dan indah dalam kesederhanaan.

Tak percaya dengan susunan acara yang mudah dan padat? Berikut urutannya :

1. Pembukaan oleh MC (Puji syukur, sholawat, kata-kata pembuka)
2. Pembacaan ayat suci Al Quran (Q.S. AnNisa 22-23)
3. Sambutan wakil keluarga
4. Nasihat pernikahan
5. Ijab Qabul
6. Doa
7. Walimatul Usr : Sebelumnya, mempelai laki-laki berdiri di depan deretan uandangan pria, menerima ucapan selamat. Mempelai wanita juga sama, tapi di depan undangan wanita. Setelah itu, undangan dipersilakan mengambil hidangan, bersantap, lalu pulang.
8. Foto bersama, setelah undangan pulang.

Tuh khan? Mulut saya tidak perlu berbusa untuk memandu acara. Tak ada kata-kata untuk menyambut mempelai memasuki ruangan, karena acara dimulai setelah kedua mempelai berada dalam ruangan. Tak ada kalimat untuk mengatur urutan orang yang mau berfoto, karena kedua mempelai baru foto bersama setelah para tamu pulang. Tapi kaum hawa tentu saja boleh mengambil gambar bareng mempelai wanita, dan kaum adam pun bebas berfoto dengan pria hari ini. 0^_^0

Ada satu saat yang begitu berkesan. Acara inti hari ini, ijab qabul, pernyataan janji dihadapan Allah.

Kata-kata yang mampu meruntuhkan mahligai hati terucap. "Saya terima nikahnya.... ". Dilafalkan dengan begitu mantap. Diperdengarkan secara online kepada keluarga di Indonesia, diperdengarkan kepada hadirin dan dunia! Sebuah ikrar yang berat dengan tanggung jawab mulai dikeluarkan dari lisan hingga habis sisa umur. Disusul kata-kata "Sah!" , diikuti doa "barokallahu laka wa baroka `alayka wa jama`a baynakuma fi khayr" , disusul lantunan tahmid. Lalu cahaya blitz berlompatan dari kamera layaknya saat artis menggelar jumpa pers. Lalu saya melihat airmata haru. Lalu saya menyaksikan senyuman terindah. Lalu saya tahu dari pria hari ini, dia merasa di awang-awang saat mengucapkannya. Tapi dia bisa melantunkannya sekali. Hanya sekali. Ikrar itu tidak diulang hingga dua kali . Yah, mungkin bukan pikiran, tapi kekuatan niat dan hati yang berperan. Allah telah mencurahkan secercah karunianya hari ini melalui cuaca, dan semoga karunianya senantiasa tercurah pada mempelai berdua terhitung sejak siang sebelas Mei.

Setengah jam sebelum sewa gedung ruangan berakhir, panitia membereskan tempat, mengelap meja, menata kursi seperti sedia kala. Acara pun berakhir sekitar 3 jam setelah saya buka.

Selamat untuk Beny Herlambang dan Tita Tirawati!

Mungkin mulai sekarang akan lebih berat. Akan banyak bermunculan sesuatu yang baru. Butuh perencanaan dan adaptasi. Rencanakanlah dengan baik, karena gagal merencanakan artinya merencanakan gagal. Harapan mulai mengangkasa, kemudi sudah berada dalam genggaman. Siapkan diri, kejar harapan, raih keberkahan. Gapai mimpi-mimpi yang beterbangan!

Semoga Allah menghimpun yang terserak dari keduanya, memberkahi mereka berdua dan kiranya Allah meningkatkan kualitas keturunan mereka, menjadikannya pembuka pintu rahmat, sumber ilmu dan hikmah dan memberi rasa aman bagi umat.
(Doa Nabi Muhammad SAW pada pernikahan putrinya Fatimah Azzahra dengan Ali bin Abi Thalib)


ReAD MoRE・・・

Saturday 10 May 2008

Kenapa ke Jepang?

Sebentar lagi musim kelulusan anak SMA setelah melewati rangkaian UN yang menuai kontraversi. Jangan sampai pelajar yang hanya jadi korban peraturan terpaksa mengorbankan masa depannya karena terjegal kata lulus. Saya juga berharap agar kelulusan tidak diidentikkan dengan hura-hura dan pelampiasan emosi kekanakan yang terpendam. Ya, kelulusan adalah bukanlah puncak, dia tak lebih dari sebuah awal baru.

Kali ini saya mendapat tugas menulis (lagi) sebuah artikel yang bisa memotivasi supaya anak-anak lulusan SMA mau ke Jepang. Hmm... memotivasi... Saya pikir dari sekian juta lulusan SMA tahun ini insyaAllah bakal banyak yang termotivasi untuk mau mengikuti jejak saya -halah- begitu tahu jalur mana saja yang bisa ditempuh untuk kuliah gratis di negeri Sakura. Tapi berhubung informasi jalur itu bukan menjadi bagian saya, silakan cari info lengkapnya ke Konsulat Jenderal atau Kedubes Jepang di Indonesia. Usaha pun perlu modal euy, kagak ada yang namanya enak-enakan dapet rejeki. Huehehehe...

Oke lah, saya tuliskan sebuah taut ke situs yang pernah saya urus. Ada info beasiswa di situ. Balik lagi ke niatan awal posting kali ini, berikut tulisan mentah yang rencananya bakalan dimuat di buletin hikari tahun ini. Mungkin masih perlu diedit di sana-sini.




Kenapa Kuliah ke Jepang


Saya sering bertemu dengan pertanyaan ini. Kadang ia muncul dari mulut rekan saya di kampus, terkadang dia keluar saat makan malam bersama host family, tak jarang pula dosen saya menyuarakan pertanyaan serupa. Itu wajar. Wajar sekali. Sebab pertanyaan ini juga muncul dari diri saya sendiri. Pertanyaan berlanjut dengan hal apa yang paling saya syukuri dengan keberadaan saya di Jepang. Tuntutan untuk menjawabnya membuat saya meluangkan waktu untuk bercengkrama dengan kilatan pikiran, kilasan kenangan, dan kristal-kristal harapan.

Saya memilih kuliah di Jepang dengan meninggalkan kampus yang sudah saya pergunakan untuk menuntut ilmu selama satu semester di Indonesia. Rekan lain yang namanya sempat tercantum dalam daftar mahasiswa PTN favorit pun banyak yang mengambil pilihan yang sama dengan saya. Mungkin latar belakang, alasan, dan motivasi yang kami miliki tidaklah persis sama, namun saya merasa bahwa kami punya mimpi yang tak jauh berbeda. Mimpi menuju pintu kemandirian. Dan ini adalah salah satu alasan saya untuk kuliah di Negeri Sakura. Kuliah tanpa membebani orang tua sambil mengasah pribadi dengan bertualang di negeri asing.

Tapi alasan itu belum cukup kuat. Selain Jepang banyak negara lain yang menyediakan beasiswa untuk lulusan SMA di Indonesia. Kenapa harus Jepang? Sebenarnya Jepang hanyalah satu dari sekian pilihan, namun menurut saya ada beberapa alasan yang patut dijadikan bahan pertimbangan.

Pertama, Kementrian Pendidikan Jepang menyediakan beasiswa yang besar dengan membuka peluang perpanjangan beasiswa hingga program doktoral tanpa ikatan.

Kedua, tersedia banyak beasiswa swasta dan peluang kerja sambilan, plus kemungkinan keringanan biaya kuliah.

Ketiga, Jepang memiliki Perguruan Tinggi yang tercatat sebagai universitas terbaik di Asia Pasifik, membuka kesempatan belajar bersama orang-orang yang dikatakan pintar dari negara-negara di Asia Pasifik, Afrika, Eropa, Amerika, dari seluruh penjuru dunia.

Keempat, Jepang termasuk negara maju berteknologi tinggi, anak kampung macam saya akan berbinar-binar dengan berbagai produk hightech yang dengan lebih mudah didapatkan di sini. Ya, teknologi menunjang kenyamanan dan kemudahan bagi manusia, di Jepang, dua hal ini pun bukanlah jauh dalam angan.

Masih belum cukup? Saya punya segudang alasan lain sesuai dengan ketertarikan saya dengan Jepang, namun hal ini akan menjadi kalimat bernada subyektif. Misalnya, budaya, karakter orang Jepang, anime, game, atau barang elektronik. Tiap orang punya ketertarikan yang tak selalu sama hingga saya pikir belum ada tingkat kepentingan untuk dibahas lebih jauh. Untuk itu jawaban pertanyaan pertama saya cukupkan.

Kembali ke pertanyaan kedua, hal apa yang paling saya syukuri dengan kuliah di negeri matahari terbit ini. Apakah empat alasan di atas? Tentu saja saya bersykur dengan perolehan peluang di atas, namun saya rasa bukan itu hal yang paling saya syukuri.

Semenjak menginjakkan kaki di negeri ini, saya bertemu dengan banyak orang dengan berbagai karakter dan kepribadian. Saya bergaul dengan orang Jepang, muslim dari negara lain, mahasiswa asing dari negara dunia ke-3, dan tentu saja sesama perantauan dari Indonesia. Wacana tentang keislaman, mulai kehalalan makanan, adab bergaul, hingga hukum-hukum yang belum pernah terpikirkan lebih dalam mulai tergali di negeri ini. Saya juga berkesempatan untuk memiliki status yang sama, sebagai mahasiswa asing, dengan dosen universitas-universitas terbaik di Indonesia juga ilmuan dari berbagai balai penelitian milik pemerintah.

Pada era informasi seperti sekarang ini wawasan dapat diperoleh dengan mudah. Kita bisa mengakses materi kuliah Perguruan Tinggi di luar negeri via internet dan bisa mempelajarinya asal ada niat. Seorang guru SMA saya mengatakan bahwa ilmu bisa dituntut di mana pun, belajar kedokteran bisa di UI, UGM, Unair, di fakultas kedokteran Universitas mana pun, namun hal penting sewaktu kuliah adalah memahami, adaptasi dan menyeleksi pola pikir yang beredar di sekitar. Pada kasus ini, outputnya sama-sama dokter, namun pola pikirnya akan beragam, hal yang menjadi prioritas akan berlainan.

Salah satu kelebihan yang saya peroleh adalah kesempatan menuntut ilmu dan mengenal berbagai cara berpikir dari orang-orang yang saya temui di sini. Setidaknya adalah dosen pembimbing saya, selebihnya adalah senior, dosen, peneliti yang tersaring untuk memperdalam ilmunya di negeri ini. Di sini, saya bisa berdiskusi langsung dalam obrolan ringan. Saya pikir inilah hal yang paling saya syukuri, kesempatan untuk memperluas wawasan dan cara pandang, tukar pikiran dengan orang-orang yang menurut saya hebat yang sulit dikumpulkan di Indonesia, juga hidup sosial secara internasional.

Kali ini saya menukil hadits berikut :

“Gunakanlah 5 perkara sebelum datang 5 perkara:1. masa mudamu sebelum tua, 2. masa sehatmu sebelum sakit, 3. masa lapangmu sebelum sibuk, 4. masa beradamu (kaya) sebelum jatuh miskin dan 5. masa hidupmu sebelum mati.”(Hadith Riwayat Muslim dan Tirmizi dari Amru bin Maimun r.a.)

Hadis Nabi tentang “lima perkara sebelum lima perkara” itu maksudnya adalah supaya kita mempergunakan waktu dan kesempatan dengan sebaik-baiknya, sebelum hilangnya kesempatan tersebut. Saya pikir muara dari mempergunakan kesempatan dengan baik adalah menjadi orang yang bermanfaat. Bukankah sebaik-baik orang adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain? Selama berada di Jepang saya merasa mampu melakukan hal-hal yang belum pernah terbayangkan saat di Indonesia. Orang sering mengatakan bahwa Jepang adalah negeri kaum kafir tapi di sini saya menjumpai banyak majelis yang menjadi sarana pemelihara iman dan takwa. Di sini saya menjumpai orang-orang yang bersemangat mendirikan rumah Allah, muslim dan muslimah Jepang yang teguh belajar islam, juga saudara seiman yang kerap mengingatkan jati diri sebagai hamba Allah.

Ladang dakwah masih terlalu luas yang belum tergarap. Belum ada sertifikasi halal yang menjamin kenyamanan muslim di negeri sakura untuk bersantap. Kelebihan keuangan belum sempurna tersalurkan dalam zakat mal ke tanah air. Lihat, bukankah kesempatan untuk beribadah dan berjuang terbuka begitu lebar?

Selentingan pikiran ini mengatakan, bisa jadi saya tengah terlibat dalam pembangunan sebuah peradaban. Bukan tak mungkin untuk itulah sekarang saya ada di sini. Hal ini pula yang sedang dan akan saya syukuri.


**Disclaimer : Sejujurnya ada beberapa kawan yang saya pikir lebih pintar, namun tidak lolos ujian ke Jepang. Saya pernah berpikir kalau kesempatan belajar di negeri matahari terbit ini saya peroleh sebagian besar atas pertolongan Allah. Ada tuntutan moral, ada "sesuatu" yang Allah percayakan dengan keberadaan saya di Jepang, ada rahasia-Nya yang masih saya coba temukan.Dan saya sedikit protes kalau ada yang mengatakan bisa ke Jepang karena otaknya cemerlang. Ya, mungkin benar, tapi saya rasa tidak mutlak. Hal ini hanyalah masalah kesempatan dan pilihan. So, buat anak-anak yang mau lulus SMA, sebarin saja pancing banyak-banyak, siapa tahu ada peluang bagus yang nyangkut, dan Allah yang akan memilihkan mana yang terbaik. InsyaAllah**



ReAD MoRE・・・