Thursday 31 December 2009

Resolusi 2010

Lebih baik menuliskannya daripada terlupa sama sekali. Anggap saja sebagai kerangka aktivitas. Sarana pengingat diri. 

*Random, nomor tidak menunjukkan prioritas*
1. Lulus
2. Menyelesaikan novel
3. Nambah hafalan. Errmm.... 1 juz kebanyakan gak yah? kurang?
4. Menabung buat nikah.
5. Nikah. (Uhm, harus disiapkan neeh +_+)
6. Cicilan rumah lunas.
7. Germany.
8. Terbiasa menulis dalam bahasa Inggris. --> klo gak, bakal susah sendiri waktu nulis thesis.
9. Menyelesaikan 10 buku. (baca maksudnya)
10. Menulis artikel ke media.
11. Nambah kemampuan badminton.



ReAD MoRE・・・

Flash Back

Ternyata saya tidak menuliskan resolusi 2009 di blog ini. Maka agak susah juga mengevaluasi target-target pribadi di hari terakhir tahun ini. Well, well, saya tuliskan saja kejadian-kejadian yang cukup berarti dalam 365 hari terakhir.

Januari :
1. Memperpanjang Passport di KBRI Tokyo.
2. Menemukan apartemen baru, urus kontrak, dsb.

Februari :
1. Keputusan masuk Lab.
2. Dapet informasi tentang "beban" lain yang tiba-tiba. Bismillah.
3. Mendapat kerja parttime.

Maret :
1. Pindahan ke Apartemen baru.
2. Interview KAUST di Hongkong.

April :
1. Penentuan tema dan grup penelitian.
2. Kehidupan lab dimulai.

Mei :
1. Kunjungan rekans ke Jepang. Reuni.
2. Seminar di Shinoshima.

Juni :
1. Nemu notes 4 tahun lalu saat beberes isi kardus. Baca lagi potret lama diri yang masih penuh idealisme, semangat dan mimpi2.
2. Mulai terbiasa dengan pola tidur 4 jam sehari. XD

Juli :
1. Nulis motivation letter, resume, dll in English.
2. Searching peluang S2.

Agustus :
1. Ujian S2 di Meidai. Alhamdulillah langsung tahu lulus saat wawancara.
2. Ayah stroke.

September :
1. Ketemu teman Jepang lama. Dia jadi mualaf! Subhanllah.
2. Conference di Nagasaki.
3. Mencoret Kaust dari daftar pilihan. 

Oktober :
1. Download application form EM, minta surat rekomendasi prof.
2. Proposal research di Jepang.

November :
1. Interview NUGELP.
2. Kirim aplikasi beasiswa S2 di Jepang.
3. Dapet tawaran Mengajar (start 2010).

Desember :
1. Chuukan happyou.
2. Kirim aplikasi EM ke Perancis.
3. Workshop FLP Jepang.
4. Cicilan ronbun.
4. Ayah Stroke lagi. Kali ini parah T_T
5. Pertemuan2 ajaib. SubhanAllah. Memang benar sudah ada yang mengatur segalanya.

Soal target pribadi, sepertinya banyak yang tidak terrealisasi (meskipun saya sendiri lupa, apa yang dijadikan target, ehehe). Kehidupan di tahun 2009 ini benar-benar menyita waktu dan energi. Saya merobotkan diri, kehilangan perasaan sebagai manusia yang bebas mengatur diri sendiri karena terikat aturan, kontrak, dan norma baru. Tulisan di blog tahun ini kurang dari separuh tahun sebelumnya. Penurunan drastis. :((



ReAD MoRE・・・

Monday 28 December 2009

Black Santa

"Tahu gak, semalam ada Black Santa masuk ke Lab?" Yoshiyuki membuka pembicaraan sore itu.
Anak-anak lain saling berpandangan dengan tatapan penuh makna.
"Ah, tahu! Tahu! Yang itu khan?" Hiro ikut masuk perbincangan.
"Yahaha, bukannya hadiah yang dibawa, adanya malah marah-marah," sahut yang lain.

Kebetulan saja hari itu tanggal 25 Desember, namun tak ada yang spesial. Aktivitas di lab berlangsung seperti biasa. Hanya satu agenda khusus hari itu : Kami melakukan bersih-bersih total akhir tahun.


Satu hari sebelumnya, group penelitian saya mengadakan pesta akhir tahun. Kami berkumpul di ruang profesor. Semua berharap suasana malam itu akan menyenangkan. Saya sendiri ikut berbelanja membeli jus dan cemilan. Perbincangan seputar penelitian, isu terkini, hingga cerita profesor yang sempat masuk rumah sakit mengalir begitu saja. Semua wajah dihiasi senyum. Dua jam pertama benar-benar sukses menjadi ajang keakraban.

Tiba-tiba saja suasana berubah begitu Profesor saya pulang. Pimpinan grup penelitian saya mulai mengoceh tak jelas. Oh, tidak. Apa yang saya khawatirkan sepertinya terjadi. Dia mabuk setelah minum berkaleng-kaleng bir yang dibawanya sendiri.

Isi ocehannya adalah kisah perjuangannya sampai mendapat gelar doktor. Orang yang masuk ke Lab, harus siap menjadi aneh. Jangan mengharapkan kehidupan seperti orang normal. Masuk lab selama 365 hari dalam setahun adalah keharusan. Dia sendiri selalu melewati tahun baru di dalam Lab, bersama mesin-mesin dan bahan kimia.


"Kamu bisa membayangkan tidakkk?!!" Dia berteriak.
"Waktu aku masih tingkat empat, aku tinggal di Lab mulai bulan September. Tidur beralaskan kardus sambil menunggui mesin yang sedang bekerja. Kalian bisa seperti itu tidak??" ceracauannya masih berlanjut.
Dia masih terus bicara. Satu jam, dua jam, tiga jam berlalu. Saya mulai tak sabar. Ingin pulang saja. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam.
"Kamu meremehkan aku yah?! Jangan pikir kamu sudah bekerja keras selama ini! Kerja kerasmu tidak bisa dibayangkan denganku!"
"Tidak, saya tidak meremehk..."
"Bohong! Aku tahu kamu meremehkan aku. Berdiri! Cepet berdiri kau!" Cepat dia menukas kata-kata Tatsuya, teman grup saya. Dia berjalan ke arah Tatsuya, mencengkram kerah dengan tangan kirinya.
Apa buktinya kalau kamu tidak meremehkanku, Hah?!" Tangan kanannya diangkat ke udara.

Plak!!

Tatsuya memegang pipinya yang merah. Kami terkejut. Kami tak pernah berpikir akan terjadi pemukulan di Lab ini. Emosinya sepertinya masih belum terkendali.

"Kenapa memukul, saya?" Tatsunya akhirnya buka suara.
"Kamu mahasiswa bodoh! Apa guannaya datang paling pagi, pulang jam 2 tiap hari, tapi tak ada hasil?!"
"Apakah hasil adalah segalanya?"
"Tentu sajaaa!!" Suaranya makin meninggi.
" Tahu tidak, waktu master tahun pertama, sudah ada permintaan padaku untuk memberikan kuliah. Hebat gak? Kamu bisa gak?!"

Mana-san, satu-satunya perempuan di grup nampak mulai tak nyaman. Mana-san memandangi mahasiswa doktor, tatapannya mengatakan : Tolong lakukan sesuatu, ini sudah keterlaluan. Tapi tak ada yang bergerak, mereka hanya menunduk. Mana-san mulai menangis, berdiri lalu lari keluar ruangan. Sepertinya dia sudah tak tahan.

Pimpinan grup mulai tenang. Cengkramannya pada baju Tatsuya lepas. Dia kembali duduk.

"Kenapa pula menangis. Aku paling benci wanita yang menangis. Sebagai lelaki aku tak bisa berkata-kata lagi, khan. Ah sudahlah. Aku harus pulang. Hahaha..."
Horor berakhir. Black Santa pulang. Kami membereskan ruangan profesor yang berantakan. Saya biasa pulang jam setengah satu, tapi hari itu rasa capek berlipat-lipat dari biasanya.

***

"Sebaiknya kamu cerita saja ke profesor soal pemukulan itu." Saya memberikan pendapat kepada Tatsuya.
"Bagaimana mungkin? Aku masih di Lab ini sekurangnya sampai 2 tahun lagi. Bagaimana jadinya kalau hubungan dengan pimpinan jadi buruk gara-gara aku melapor? Bagaimana nanti aku bisa bertahan?"

Saya ambil nafas. Saya paham sedikit mengenai kekhawatiran Tatsuya. Saya prihatin. Tatsuya sudah mengorbankan banyak hal untuk penelitiannya. Akhir pekan dia habiskan di Lab. Dia datang paling pagi, pulang paling akhir. Apakah usahanya kurang? Apakah salah kalau memang penelitiannya belum berhasil? Kami masih mahasiswa. Kami yang BAYAR uang kuliah.


"Susah yah, grup kalian." Jun menimpali obrolan sore itu.
"Betul. Keputusan kamu untuk pindah Lab betul, Sunu." tambahnya.
"Wah-wah, pesta akhir tahun yang seharusnya menyenangkan malah jadi tragedi dengan kehadiran Black Santa."
"Hehhh..."


ReAD MoRE・・・

Wednesday 23 December 2009

Bila Saya Anak Kelas XII

Kuliah itu mahal. Universitas adalah tempat bagi mereka yang pintar dan kaya. Itulah pandangan saya mengenai universitas di Indonesia saat kelas 3 SMA. Mimpi saya untuk melanjutkan pendidikan ke sebuah universitas negeri terpaksa kandas. Ternyata beberapa orang sebelum generasi saya juga pernah memiliki pemikiran yang sama. Solusi yang kami ambil pun mirip: Kuliah gratis di luar negeri. Bedanya, saya melirik Jepang sedangkan beliau-beliau menjatuhkan pilihannya ke negeri lain. Info ini saya dapatkan saat menyimak hal-hal yang dituturkan dalam acara Kick Andy tanggal 28 Oktober 2009 yang lalu.



Saya kemudian merenung, seberapa banyak generasi cerdas bangsa Indonesia yang kurang beruntung? Seberapa banyak pula universitas yang peduli hendak merangkul mereka dengan subsidi silang? Sejauh mana kepedulian pemerintah untuk menyebarluaskan informasi kesempatan menuntut ilmu ke segenap penjuru nusantara? Ternyata masalah kuliah bukan sekedar lulus saringan masuk lalu duduk manis di kampus. Otak saya belum sanggup menawarkan solusi yang realistis. Maka saya berimajinasi tentang gambaran perguruan tinggi idaman : Perguran tinggi favorit yang ramah ke semua lapisan dan mencerdaskan.

Sekarang jaman sedikit berubah. Setidaknya sudah mulai ada sistem yang memberikan peluang kuliah bagi mereka yang kurang beruntung secara ekonomi. Alhamdulillah, ada geliat menuju arah yang lebih baik. Pandangan saya sedikit berubah : Ternyata kesempatan untuk menuntut ilmu pada unversitas di Indonesia tak lagi terbuka hanya bagi mereka yang pintar dan kaya saja. Bila kesempatan sudah terbuka, maka langkah selanjutnya adalah memberikan program pencerdasan yang berkualitas agar universitas tidak dicap sebagai badan pencetak pengangguran terdidik.



Bila saya adalah seorang anak SMA yang kebelet ingin kuliah S1 di Indonesia, maka saya akan memilih universitas yang menyediakan :

1. Tema penelitian yang menjadi tren 10 tahun mendatang.

Saya tidak tahu jurusan apa yang cocok untuk didalami.Akhirnya jalan yang saya ambil adalah jurusan yang saya sukai. Namun masalah tidak berhenti di sini karena di penghujung kuliah saya bertemu dengan tema penelitian yang harus dipilih. Bila universitas adalah gerbang pertama pencetak calon pemikir/ilmuan bangsa, maka ada kewajiban untuk memberikan gambaran tentang masa depan negeri ini. Salah satunya adalah menuliskan tema-tema penelitian yang akan dibutuhkan ahlinya 10 tahun mendatang. Kenapa 10 tahun? Itu adalah waktu normal yang diperlukan seseorang untuk bisa sekolah hingga lulus S3. Seorang Doktor sudah memiliki keahlian yang bisa diaplikasikan untuk kemaslahatan umat.Sepuluh tahun kemudian, saat sebuah tema menjadi tren, Indonesia sudah punya ahlinya. Setidaknya calon ahlinya. Dengan setting seperti ini, insyaAllah akan muncul para ilmuan Indonesia yang menjadi ahli dalam suatu bidang dengan kelas dunia.

Sependek pemahaman saya, peneliti yang menjadi pemenang adalah mereka yang memulai terlebih dahulu, mengumpulkan data lebih dahulu, tahu suatu masalah lebih dalam terlebih dahulu. Sebuah produk penelitian bisa diaplikasikan tidak begitu saja dalam sekejap.

Tentunya tidak semua mahasiswa akan terus meniti jalan akademis hingga doktor. Namun saya pikir penting untuk memberikan visi agar penelitian untuk skripsi atau tesis bukan sekedar menjadi kumpulan tulisan untuk lulus.

2. Jaringan kerjasama dengan universitas di luar negeri.

Beberapa universitas sudah memiliki kerja sama ini. Saya pikir ini menjadi sebuah poin penting saat memilih sebuah universitas. Kenapa? Saya termasuk orang yang percaya bahwa materi kuliah di universitas manapun tiidak akan jauh berbeda. Seorang mahasiswa di jurusan akuntansi akan diberi kuliah yang tak jauh beda. Seorang mahasiswa teknik elektro akan belajar tentang sirkuit. Seorang mahasiswa biologi akan belajar tentang sel dan DNA. Lalu apa yang membuat beda? Dosen dan fasilitas.

Seorang mahasiswa akan belajar tentang konsep berpikir, wawasan dan kebijakan pembimbingnya. Maka mengenal banyak pembimbing akan meluaskan pandangan. Dan seseorang mahasiswa yang tinggal di luar negeri akan mampu menangkap nilai yang dipergunakan di negeri tersebut. Selain tentu saja, fasilitas untuk penelitian mulai alat hingga akses ke jurnal internasional yang akan memperkaya pengetahuan dan pengalaman.

Saya pikir menunda kelulusan satu tahun untuk sebuah pengalaman berharga tidak akan memberikan dampak buruk untuk masa depan. Saya juga ingin menimba pengalaman ke sebuah negeri asing bila memperoleh kesempatan.


3. Kesempatan Aktualisasi Diri.

Dalam hal ini saya akan melihat fasilitas olah raga dan program off-campus seperti klub robot, klub karya ilmiah, klub bahasa asing, klub jurnalis (atau penulisan lah), ekskul karate, taekwondo, judo, silat atau kung fu, dll. Saya selidiki dulu apakah bakat dan minat saya bisa tersalurkan dan berkembang lebih baik di universitas tersebut.

Selain itu saya akan survey sebelum ujian masuk, bertanya kepada bagian mahasiswa atau senior yang sudah kuliah di kampus tersebut tentang kualitas pengajar dan perlengkapan kuliah yang tersedia. Informasi tentang teknologi terkini yang diaplikasikan dalam kampus juga sasaran yang patut diburu.

Kok mau capek-capek? Iya donk. Saya khan akan hidup setidaknya 4 tahun di lingkungan itu. Hal yang menyangkut kehidupan diri harus direncanakan dengan baik. Saya tidak rela masa muda habis di depan meja hanya untuk mengejar nilai A. Well, bukan berarti IP tidak penting namun pengalaman akan menjadi ilmu yang berharga. Contoh idealnya : saya lulus dengan IP 3.60 dengan membawa piagam juara memanah, berenang dan berkuda tingkat nasional, pernah mewakili Indonesia untuk seminar mahasiswa ASEAN bidang lingkungan, berhasil menjadi duta unesco dan keliling duniaaaaaaaa. (Deuh, ini mah terlalu ideal :-D )

4. Keringanan Biaya Kuliah bagi mereka yang berprestasi dan Info Beasiswa.

Saya akan berkorban apapun untuk berprestasi! Prestasi adalah senjata seorang mahasiswa untuk berdakwah. Tanpa perlu berbicara sepatah apapun, saat disebutkan nama kita akan langsung muncul sederet kesan yang membuat orang lain termotivasi. Apalagi kalau ada iming-iming uang kuliah satu semester berikutnya digratiskan. Wow. Saya akan rajin cari info lomba ini-itu dan berusaha agar punya IP yang bagus. Siapa tahu ternyata tidak perlu bayar biaya kuliah selama menuntut ilmu di universitas.

Secara personal, info beasiswa selalu menarik perhatian saya. Bila sebuah universitas memilik jejaring dengan para pemberi beasiswa, sudah barang pasti saya rela masuk ke situ. Bila perlu pada awalnya saya akan nekad terjun ke Universitas itu setelah lulus ujian masuk : Menginap di Masjid sambil mencari rejeki sebagai pengamen atau profesi apapun asal halal.

5. Proyeksi karir paska wisuda.

Secara singkat adalah informasi tentang kelanjutan studi atau kerja. Syukur-syukur kalau sudah terjalin kerja sama dengan balai penelitian A, perusahaan B, PT S, Firma M, dll.

Sayangnya fakta mengatakan bahwa masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi ijasah dan label perguruan tinggi. Padahal setelah masuk ke dunia kerja belum tentu kita akan ditanya berapa IP kita, lulus dari universitas mana. Bisa jadi untuk suatu jurusan mudah sekali lulus dengan predikat cum-laude, sementara untuk jurusan lain buat dapet nilai A saja harus berjuang mati-matian. Saya akui untuk lolos saringan administrasi awal, mutlak bahwa IP minimal harus dipenuhi. Jadi, akan bijak rasanya kalau urusan IP ini lebih dipermudah dengan mempertimbangkan kondisi setiap mahasiswa. Caranya? Hmm. Gimana ya.

* Ujian yang mencerdaskan. Mahasiswa tidak perlu menghafal materi yang memerlukan pemahaman, boleh open book, tapi wajib menuliskan argumen dan penjelasan. Untuk soal hitungan dengan rumus yang rumit, kalau tidak hafal khan gawat, padahal belum tentu si mahasiswa tidak bisa mengerjakan. --> Mahasiswa juga gak perlu pakai cara gak halal buat dapat nilai bagus.
** Laporan yang orisinil dan ide kreatif.
Tapi para dosen sempat membaca semua laporan yang masuk tidak yah?
*** Presentasi dan diskusi : Melatih kemampuan interpersonal, komunikasi, dan memahami orang lain.

Mungkin gak yah mahasiswa di evaluasi dengan ketiga cara di atas?

***

Pertanyaannya sekarang, adakah universitas yang memenuhi kelima syarat saya di atas? Mungkin saja ada, tapi saya tidak tahu karena kekurangan informasi. Oleh karena itu saya sebagai anak SMA yang kebingungan akan sangat berterima kasih bila :

1. Ada pengenalan tentang program unggulan di Universitas ke SMA saya dari pihak kampus.
2. Alumni SMA saya berinisiatif mengadakan acara pengenalan jurusan.
3. Kalau SMA saya sulit di jangkau karena terpencil dan akses internet susah, saya akan senang sekali membaca pamflet dari suatu universitas.

Bila saya anak kelas XII, 4 tahun lagi saya ingin lulus dari Universitas terbaik di Indonesia sesuai pilihan saya dengan wawasan yang luas, akhlak yang baik, dan ilmu yang (akan) bermanfaat. Saya kuliah untuk menuntut ilmu, memperluas wawasan, melebarkan jaringan dan mendapatkan keahlian. InsyaAllah ini akan menjadi bekal yang baik untuk menapak masa depan, tanpa perlu tergantung pada nama universitas atau takut sulit mendapat sumber penghidupan. Bukankah yang penting adalah tetap punya pekerjaan, bukan punya pekerjaan tetap? \^o^/



::Tulisan ini saya beranikan untuk diikutsertakan dalam lomba blog UII. Terima kasih atas info seorang kawan yang saya terima pada awal Pebruari 2010. Semoga saja sesuai dengan tema yang dimaksud. Ehehe. ^_^ ::



ReAD MoRE・・・

Tuesday 22 December 2009

Menunggang Kereta

Selain menjadi lokomotif industri, selalu ada cerita tentang kereta. Kereta menjadi alat transportasi yang paling saya suka. Menaikinya saja memberikan sensasi petualangan. Pertemuan dengan orang-orang yang naik turun di stasiun berbeda. Celotehan yang berloncatan masuk ke dalam telinga. Pemandangan, lorong, terowongan dan kejutan-kejutan menjadi daya tarik tersendiri bagi saya.

Salah satunya pussyfoot. Kereta yang juga menjadi latar kisah yang saya tonton liburan tahun lalu. Secara pribadi saya belajar dari cara penyampaian kisah animasi ini. Tak mudah ditebak, sudut pandang yang unik, karakter yang kuat. Yahaha, saya menemukannya juga secara tak sengaja.



Musim dingin menjadi latar yang cukup bagus untuk menungang kereta. Bagaimana rasanya kalau kereta yang kita tumpangi terjebak dalam badai salju, berhenti selama berhari-hari karela rel tertimbun kristal air dan jauh dari pemukiman? Yay. Selalu ada sensasi petualangan. Ayo backpackerannn!!! Gyaaa~~~



ReAD MoRE・・・

Saturday 12 December 2009

Next : Korea?!

Kuasailah bangsa dengan bahasa. Saya lupa mendapatkan kata-kata ini darimana, yang pasti pengaruhnya kuat hingga sekarang. Apalagi saya percaya bahwa kemampuan berbahasa adalah salah satu indikator kecerdasan. Kecerdasan akademis dan emosi. Maka saya tak ingin bahasa yang keluar dari diri saya adalah bahasa sok pintar yang sulit dipahami. Menulis menjadikan latihan penting. Bagaimana menyampaikan gagasan tanpa perlu tercipta salah paham. Bagaimana menyampaikan tautan di otak agar pembacanya bisa menangkap dari tulisan.

Bahasa tulisan memberikan kesan. Kesan tentang seseorang meskipun belum pernah bertukar pikiran secara lisan. Saya termasuk orang yang tertarik untuk belajar bahasa baru, apalagi yang intensif dan gratis. Maka saya memasukkan agenda belajar bahasa Korea supaya bisa mengerti Kim Yuna ngomong apa. Yahaha... Motivasinya gak bisa ditulis buat personal statement neeh. Eniwei, gara-gara dapet informasi seperti berikut, saya jadi mikir motivasi dan alasan apa yah buat belajar bahasa Korea. Ternyata saya tidak tahu banyak tentang negeri ginseng ini selain kimchi, taekwondo, kungfu Komang, Yon-sama, dan atlet-atlet olahraga yang saya kenal tahu.

Ada gak yah info buat bahasa Arab, German, Perancis, Spanyol, Italia yang gratisan juga? Pengennn.... takut keburu tua. +_+ Intensif gratis 3 bulan saya mau!! Ehehehe (semua juga mau!!)





Korean Language Program

The Korean Language Program, offered by the Geumgang Language Center, is open to those foreign students, including ethnic Koreans, who are interested in the Korean language and culture. Applicants must be fluent speakers of English, Japanese, or Chinese, and they should

(1) be currently enrolled in university studies,
(2) be on leave from university studies, or
(3) have graduated from university.

This program has primarily been designed with a view to promoting a better understanding of Korean culture on the part of foreigners and to creating an environment where Korean students will be exposed to foreign languages (English, Japanese, and Chinese) and cultures.

Program Description
The Korean Language Program is offered twice a year during the spring semester and the fall semester, each of which consists of a 16-week session. Classes are offered at three level: beginner, intermediate and advanced level of proficiency. After successfully completing each level, students will receive a certificate of completion.

A. Levels Offered
(1) Beginner Level
(2) Intermediate Level
(3) Advanced Level
B. Course Duration
(1) Spring session: Starts from March 1st and lasts for 16 weeks.
(2) Fall session: Starts from September 1st and lasts for 16 weeks.
C. Class Schedules
(1) Classes meet four days a week, from Tuesday through Friday.
(2) Korean Cultural classes are offered once a month.
D. Tuition and Scholarships
(1) Tuition is free for all participants in this program.
(2) Participants in this program may receive up to as financial support 200,000 Korean won every month.


ReAD MoRE・・・

Thursday 26 November 2009

Idul Adha 1430 @ Nagoya

Saya berencana turut dalam sholat Idul Adha di Port Messe, besok 27 November 2009.
InsyaAllah sholat dimulai pada pukul 10.00 waktu Jepang bertempat di Koryu Center, Lantai 3, Kaigi Hall. Dijadwalkan para jamaah sudah hadir pada pukul 09.30. Siapa datang duluan, dapat shaf barisan depan.

Akses ke Port Messe Nagoya :
1. Naik Aonami line dari Nagoya station, turun si Kinjofuto station. (recommended)
waktu tempuh : kereta 24 menit, jalan kaki 5 menit.
2. Naik sepeda dari rumah berbekal selembar peta dari googlemap.
3. Bagi yang berkendaraan pribadi bisa mengandalkan navigasi berbekal nomor tujuan : 052-398-1771 (Port Messe).


ReAD MoRE・・・

Friday 16 October 2009

Beasiswa ke Tsukuba [S1]

Kesempatan buat anak SMA yang jago English n pingin kuliah di Tsukuba, Jepang. Tahun lalu Univ ini masuk peringkat 4 di Jepang. Kampusnya luas dan bagus, kotanya nyaman, bukan kota besar sih... pusat balai2 penelitian di Jepang. Science City.


http://www.intersc. tsukuba.ac. jp/01prospective/scholarships. htm#TsukubaScholarship 2010 University of Tsukuba “Tsukuba Scholarship” for undergraduate English course students

The University of Tsukuba invites applications from international students for the 2010 University of Tsukuba “Tsukuba Scholarship” as per the guidelines outlined below. The University of Tsukuba’s “English Course Program”, which will commence in the 2010 academic year, is newly established program through which international students studying at the University of Tsukuba at the undergraduate level can earn their academic degrees by taking classes only in English.

1. PurposeThe purpose of this scholarship is to provide financial support for exceptional international students who are applying to enter the University of Tsukuba’s English Course Program at the undergraduate level, thereby contributing to the cultivation of people who can make future contributions to international society.

2. Application Qualifications and ConditionsApplicants for this scholarship must fulfill the following conditions: Nationality: Applicants whose nationality is of a country other than Japan (limited to those countries with which Japan has diplomatic relations). Applicants who fulfill the qualifications for entering the English Course Program in any of the following undergraduate schools:(reference) Courses to be established in 2010Undergraduate Program of International Social Studies, School of Social and International Studies Interdisciplinary Course of Life and Environmental Sciences, School of Life and Environmental Sciences Applicants who, upon entering the University of Tsukuba, do not receive nor expect to receive a scholarship or scholarships from any other scholarship- granting organizations or bodies for the purpose of studying abroad. 

3. Duration of ScholarshipThe duration of the scholarship will be from the first month of entering the university until the end of the applicable academic year (August 2010 to March 2011). From April 2011, students may apply for other scholarships from the University of Tsukuba or from other scholarship- granting organizations or bodies. 

4. Scholarship Amount DetailsTravel expenses: The scholarship will pay a uniform amount of 100,000 yen for travel expenses to Japan from abroad when entering the University of Tsukuba. However, this travel expense payment is limited to those recipients who will be newly coming to Japan from abroad for the purposes of entering the University of Tsukuba. Monthly stipend: Scholarship recipients will receive one of the following monthly stipends based on their results in the entrance examination etc. Class 1:100,000 yen per month Class 2: 60,000 yen per month Enrollment fee and first-year tuition exemptions: In addition to the above noted travel expenses and monthly stipend, scholarship recipients will receive exemptions from paying their enrollment fee (a one-time only fee of 282,000 yen) and their first-year tuition (from August 2010 to March 2011, 357,200 yen), for a total of 639,200 yen. 

5. Number of Scholarships Available

Class 1:5

scholarships Class 2: 8 scholarships

6. Application Documents 2010 University of Tsukuba “Tsukuba Scholarship” Application Form (attached form) 1 copy 

7. Application PeriodApplicants for this scholarship should send by mail the “2010 University of Tsukuba ‘Tsukuba Scholarship’ Application Form” (see Item 6) to the following address during the application period indicated in the application guidelines for the English Course Program. Please note that application documentation arriving later than the prescribed application period will not be accepted. Address for submitting application documentation: International Student CenterUniversity of TsukubaTennodai 1-1-1Tsukuba-shi, Ibaraki-ken JAPAN305-8577 

8. Selection and Notice of DecisionScholarship recipients will be selected based on a comprehensive assessment of their application documentation, the results of their interview (in cases where interviews are conducted for university admission), and the content of their scholarship applications. Results of the scholarship selection will be sent to all applicants for university admission together with the notice of their entrance examination results.Please note: All information that applicants for the 2010 Tsukuba Scholarship submit on the "2010 Tsukuba Scholarship Application Form" will be held in strictest confidence and be used only for the selection of scholarship recipients.This information will NOT be used in connection with the University of Tsukuba entrance examination or admission to the applicant's prospective undergraduate school, and this information has no bearing whatsoever on the results of the entrance examination. 


9. Obligations of Scholarship RecipientsScholarship recipients are expected to fully understand the educational purpose of the English Course Program that is conducted in their affiliated undergraduate school. Furthermore, it is expected that scholarship recipients consistently display leadership skills in educational activities undertaken with other students at the University of Tsukuba as well as any other activities.

10. Special NoteThe scholarship will be revoked if any of the following situations occur: If the scholarship recipient has falsified any part of the application documentation. If the scholarship recipient take a leave of absence, withdraws or is expelled from his/her program of study because of disciplinary measures. If the scholarship recipient has displayed behavior in his/her studies or lifestyle that is deemed unsuitable.

11. Inquiries Regarding the Tsukuba Scholarship for 2010Inquiries may be directed to: The Division of International StudentsDepartment of Global ActivitiesUniversity of TsukubaTel: +81-29-853-6086Fax: +81-29-853-6204 Email: isc-somu@un. tsukuba.ac. jp 


ReAD MoRE・・・

Tuesday 25 August 2009

Pengakuan

Sesuai dengan tata krama di sini, saya harus memberitahukan kelulusan ujian master saya kepada Profesor pembimbing. Maka, pagi saya saya menuju ruangan beliau. Alhamdulillah beliau ada di tempat. Menurut jadwal, beliau akan terbang ke hokkaido mengikuti konferensi ilmiah. Minggu-minggu sebelumnya beliau juga disibukkan dengan berbagai agenda ilmiah lain, sehingga untuk bertemu di luar appointment boleh dikatakan sulit.

Info yang saya peroleh hari ini dari pertemuan dengan beliau :

1. Kuliah Master di Jepang dipandang dari siapa prof pembimbingnya, bukan dari label universitasnya. Makanya kening beliau agak berkerut waktu saya menyebutkan nama bakal profesor pembimbing saya. Betul, saya pindah bidang. Makanya beliau sepertinya belum pernah mendengan nama ini.

2. Urusan cari kerja juga tergantung dari Fakultas. Jangan sampai masuk ke fakultas MIPA di Jepang, soalnya sensei tidak akan mau ikut repot mengurusi masalah kerja atau kelanjutan karir pasca kelulusan. ((Well, mungkin hanya di Nagoya University sih. Lagian... jarang ada mahasiswa asing yang masuk MIPA tanpa ikatan dinas sebelumnya negaranya)).

3. Tidak perlu gak enak hati untuk menyatakan kata hati. Be your self. No pretending.

eniwei....... glovebox tempat eksperimen saya sedang tidak bisa dipakai. Jadi pengangguran tiga hari. 


ReAD MoRE・・・

Friday 14 August 2009

Teteup ikutan?


"Gua khan udah bayar! Gak mau rugi!"
"Ya. Tapi khan artinya harus belajar lagi. Selain itu, lo bukannya cuma merebut jatah kursi orang yang pengen masuk..."
"Paling gak, pilihan gua khan nambah..."
"Bukannya sudah ada yang ngasih pilihan yang baik? Well, it  wasnt the official one, though."
"Yay. Justru ituhh! Karena belon nerima pengumuman secara resmi itulah, buat jaga-jaga."
" Ok. Ok.... Selamat berjuang saja lah!"
"Tapi, kalo dipikir-pikir, udah males belajar euy... jujur sih, dengan belajar tanpa ngoyo, pengen tau bisa lulus atau enggak. hueqeqeeq"
"Haik haik... 好きにしろ!"






ReAD MoRE・・・

Friday 7 August 2009

Bersama Cobaan, Ada...

”結果は。。。合格です。”

Mimpi? Ah, ternyata tidak. Oops. Alhamdulilah! Siapa sangka saya akan mendapatkan hasil ujian Master, langsung setelah wawancara berakhir. Tapi itu yang terjadi hari ini. Bukan hanya itu....

"試験の結果を見たら、入学料と学費は免除できます。あとは、生活費ですね。まあ、国費に比べたら大したものじゃないけど、奨学金を提供します。 と。。 バイトですね。”

Ya, Allah. Maka manakah nikmat-Mu yang bisa aku dustakan?
Perasaan, kemarin saya baru saja ikut ujian tulis, hari ini wawancara, dan hari ini pula saya merasa tidak punya alasan untuk menolak tawaran ini.

Sungguh berbeda dengan univ lain yang tidak memberikan respon apapun selama 5 bulan pasca wawancara. => saya terlanjur sakit hati sekaligus ragu dengan janji-janji dan komitmen berbusa-busa yang digemborkan. Huh! *tapi sebenarnya ngarepin sih, setidaknya sampai 2 minggu lalu*




Sungguh sudah satu bulan ini saya berada dalam keadaan yang sempit. Ayah mendadak kena stroke. Kondisi beliau tidak stabil, demam 39 derajat, dan tidak sadar. Saya ingin segera pulang, namun kakak saya melarang.

"Nanti saja. Sekarang konsentrasi dulu buat ujian master kamu," begitu katanya.

Saya menurut. Sebagai gantinya tiap hari saya menanyakan perkembangan kondisi ayah. Alhamdulillah kondisi beliau perlahan membaik. Maka yang menjadi pikiran berikutnya adalah biaya rumah sakit. Kami bukan keluarga PNS dan meskipun miskin, tidak punya askes. Biaya kamar, obat dan lain-lain menurut estimasi saya akan mencapai angka jutaan rupiah. Tabungan saya tinggal sedikit setelah (hampir) semuanya saya kirim untuk membayar hutang keluarga. Akhirnya saya menelepon seorang sahabat. Biasalah, ngutang :D

Alhamdulillah sahabat itu percaya kalau saya akan mengembalikan sesuai janji (well, ini bukan pertama kali sih, saya sering kepepet kok :D ) sehingga setidaknya saya bisa sedikit lega soal biaya rumah sakit. Selanjutnya adalah menunggu upah baito ditransfer ke rekening saya buat bayar utang.

Sekitar dua hari lalu saya mendapat khabar kalau ayah sudah sadar, bisa buka mata dan bisa merespon saat diajak bicara meskipun dengan suara pelo yang tidak jelas. Ini kemajuan dari seseorang yang kena stroke. Hari yang sama kakak minta ijin saya untuk men-scan kepala ayah untuk mengetahui penyebab stroke. Biasanya terjadi pendarahan di otak, katanya. Kenapa minta ijin segala? Hihi, karena saya yang bayar biayanya. Enam ratus ribu rupiah kalau tidak salah ingat. Kenyataannya, scan tidak bisa dilakukan dengan segera karena mesinya tidak dalam kondisi yang bagus (baca : rusak T_T ).

Uang di rekening saya bersisa beberapa RIBU yen. Alhamdulillah saya masih ada sisa beras untuk bertahan sampai beasiswa turun bulan ini. Alhamdulillah seorang sahabat yang hendak meinggalkan Jepang mewariskan energen, milo dan sambal pecel yang bisa saya pakai survival. Alhamdulillah uang saya masih cukup untuk beli kecambah dan telur.

Tapi tapi... gimana dengan tahun depan? Beasiswa saya berakhir bulan Maret 2010. Artinya, saya tidak bisa leluasa mengirim uang ke Indonesia. Artinya, ayah harus segera diikutkan terapi selagi masih ada biaya. Artinya saya harus kembali berburu beasiswa.

Sebenarnya kekhawatiran ini sudah ada semenjak tahun lalu, maka saya membuat 5 rencana untuk 2010.

1. Plan A : Daftar discovery scholarship dari KAUST, lumayan nambah uang kiriman. Alhamdulillah lolos jadi finalist dan saya sebenarnya cukup yakin akan diterima hingga 5 bulan setelah wawancara tiada khabar berita, keyakinan saya pudar lah sudah. Univ kayak gini gak bisa diharapkan! *to katteni kimeta*
2. Plan B : Daftar NUGELP, ada peluang bebas biaya kuliah selama dua tahun n dapet beasiswa. Gak terlalu repot karena Nagoya University masih ada di Nagoya :D. Sambil berencana untuk internship ke Eropa setelah lebaran 2010.
3. Plan C : Bertahan di NIT, melanjutkan penelitian yang sekarang, dapet hasil bagus, ikut conference dalam dan luar negeri, lalu mengajukan keringanan biaya kuliah sambil mohon bantuan sensei buat beasiswa. Setelah lulus ujian master di NIT, rencana saya akan menghadap sang profesor, mengutarakan kondisi finansial saya. Masak tega sih membiarkan saya terlantar dan menderita setelah banyak berusaha.... Allah saja maha pemurah kok!
4. Plan D : Daftar beasiswa Erasmus Mundus ke Eropa. Saya sudah mempersiapkan motivation letter, surat rekomendasi, transkip nilai dalam bahasa Inggris dan ikut ujian TOEFL yang alhamdulillah skornya memenuhi persyaratan buat daftar. Tinggal menunggu pendaftaran dibuka saja bulan November.
5. Plan E : Pulang memanfaatkan fasilitas terakhir dari Monbusho, sambil kirim email ke sempay-sempay memohon info peluang kerja . *melasnya diriku T_T* tapi secara diam-diam pengen kong-kalikong ama garuda supaya tiketnya bisa dibikin PP, terus bertahan di Jepang dg visa extensi 3 bulan : mati2an ngumpulin modal usaha.

Maka hari ini, saya memutuskan untuk menjalankan Plan B. Bertahan sedikit lebih lama di Jepang sambil kuliah di program internasional. (baca: kuliahnya dalam bahasa Inggris). Pengalaman dua kali ujian di Jepang (Memang sengaja tidak pakai suisen sih, yang pertama karena ingin tahu seberapa susah masuk Univ dengan jalur biasa, yang kedua, karena emang gak bisa mengajukan suien ;D :D ) meyakinkan saya bahwa Allah tuh sesuai dengan persangkaan hamba-Nya. Dan Allah tahu mana yang lebih baik. Hmm, mungkin hanya untuk kasus saya, atau saya aja yang ke-geer-an.

Misalnya :
1. Saya yakin dapet perpanjangan beasiswa meskipun saya punya dua nilai B dan satu nilai C sewaktu di kosen. Konon kalau tidak AAAAAAAAAaaaaa semua, susah dapet. Itu mah bo'ong. Kalau memenuhi syarat insyaAllah dapet.
2. Saya menyangka dapet perpanjangan 2 kali susah, lalu bikin 5 rencana di atas sambil giat baito. Akhirnya nilai saya jadi gak memenuhi syarat buat perpanjangan monbusho. Coba saya optimis kalau asalkan nilai saya di Univ AAAaaaaaaaa semua, insyaAllah dapet, mungkin saja saya bisa dapat. Alasannya : Nilai saya memenuhi syarat. Saingan saya sesama penerima monbusho di Univ ini cuman satu biji. **Studi kasus dan pengalaman mengatakan perpanjangan monbusho kedua kalinya itu, hanya bisa merangkul satu anak saja dalam satu universitas, dengan nilai AAAAAAaaaaaa semua (atau SSSSSSSSS sss semua kali yah). Perpanjangan ketiga kali juga bisa, kalau masih kekeuh pingin kuliah ^_^.

Dua tahun lalu saat saya ikut ujian transfer ke Universitas, sebagian besar waktu saya tercurah untuk persiapan ke Kyoto University. Sampai dibela-belain belajar kalkulus di ruang sensei lulusan Todai, menyambangi ruang-ruang sensei buat mengerjakan soal-soal tahun sebelumnya bersama-sama, dll, dll, dll. Intinya pengen bener masuk sana lah. Kenyataannya saya gagal dan justru diterima di Hiroshima univ, yang saya mulai belajar 3 hari sebelum berangkat ujian, juga di NIT, dimana saya hanya belajar mengerjakan soal tahun-tahun lalu, yang saya download 2 minggu sebelum ujian. Nah loh!

Saya tidak ingin mengatakan saya lulus di dua univ itu karena saya pintar. Tapi secara Dia sudah mengatur suapaya soal yang keluar adalah soal yang bisa saya kerjakan. *Ohoho, sepertinya masih ada yang ragu*. Kasus ini kembali berulang tahun ini saat saya daftar ke Nagoya University. Saya baru belajar sejak minggu ke-4 Juli, sedangkan ujian adalah tanggal 6 dan 7 Agustus. Seperti biasa, saya hanya donlot soal-soal tahun lalu, lalu mendekam dalam perpusatakan baca beberapa buku yang relevan dengan soal yang ada.

Ternyata soal yang keluar di Ujian, sedikit berbeda dengan yang saya pelajari. Tapi Alahmdulillah waktu SMA dulu saya cukup rajin mendengarkan dan memahami penjelasan guru, sehingga saya bisa menjawab dengan baik *menurut saya,loh*.

Intinya sih, percaya gak percaya, saya percaya kalau Allah sudah mengatur segalanya kok. Sukses atau tidak itu wilayah Allah, maka tugas saya sebagai manusia yang (ingin) baik adalah berusaha semaksimal mungkin, mencari kesempatan sebanyak mungkin (karena khan kita gak tau mana yang benar-benar baik, khan?), lalu tidak segara patah arang bila ternyata pilihan yang kita ambil terntara jalan yang terjal. InsyaAllah selalu ada kemudahan bersama cobaan.

Sekarang saya masih merasa serasa mimpi. Masak sih ada calon mahasiswa yang langsung dipanggil ke kantor kepala program, diberitahu bahwa dia lulus, ditawari beasiswa dan digratiskan kuliahnya, lalu dihadiahi buku untuk dipelajari sehubungan dengan program master yang dia pilih.... Percaya gak percaya, saya mengalaminya siang tadi. Satu jam sebelum sholat Jumat, 2 menit setelah wawancara. Jadi? Apa sih yang bikin pesismis atau gak yakin?

*Setelah sholat Jumat saya menelepon rumah untuk memberitahukan bahwa saya lulus ujian, eh, saya mendapat berita yang lebih baik : Ayah sudah berada di rumah! Ayah sudah keluar rumah sakit, meskipun masih lumpuh dan hanya berbaring. Alhamdulillah.



ReAD MoRE・・・

Thursday 6 August 2009

Interview tips

Tomorow, insyaAllah i will take an interview for Master Program (+ an opportunity for scholarship during the program). I dont wanna make any trivial errors like I did before, so I searched some tips from internet, and keep it here. Maybe I will need it again in future ^_-




Scholarship Interview Tips
The following information has been prepared by the Research Office at RNSH to assist students with
preparing for upcoming scholarship interviews.
Preparing for the Interview
1. Know the exact place and time of the interview, the names of the interviewers, eg. full name and
correct pronunciation and their titles.
2. Learn pertinent facts about the scholarship.
3. Find out why the interviewer is interested in your qualifications and academic record.
4. Determine how the opportunity will impact your immediate and long-term career development.
5. An interview is a "two-way street." Know what questions to ask during the interview. Your
questions allow the representative to evaluate your professional and personal needs. Insightful
questions help both of you determine if your relationship will be mutually rewarding. Lastly, the
better you understand the opportunity, the more you will be able to communicate your interest in
the scholarship.
6. Put your best foot forward. Always wear proper attire and greet your interviewer with a firm
handshake and an enthusiastic smile.
7. Practice with fellow students/ your supervisor to improve your confidence in talking about your
research.
The Interview
1. For the interviewer, the "right match" means the scholarship providers have identified individuals
capable of performing the immediate challenges. More importantly, they hope the individuals
have the potential to be future resources and assets to the institution offering the scholarship.
2. You are being interviewed by the interviewer to determine whether you have the qualifications
necessary to undertake the scholarship and whether a mutually rewarding professional
relationship can be formed.
3. Similarly, you must determine whether you can be successful in the scholarship and whether this
opportunity will enable growth and development.
Be prepared to answer such questions as:
• Tell me about yourself?
• Tell me about your background, accomplishments?
• What are your strengths? Weaknesses?
• What interests you about the scholarship?
• What outside activities are most significant to your personal development?
• PhD progress issues and achievements to date. Discussion of proposal and how past work
will fit into work to be done now.
• Where does the candidate see the award fitting into their future goals?
• What interested the candidate in coming into this field?
• What other financial resources does the candidate have available?
Be prepared to ask questions, such as:
• What would I be expected to accomplish through this scholarship?
• What are the greatest challenges experienced by people undertaking the scholarship?
Not letting these kinds of subjects catch you off-guard is a key factor in maintaining your
composure during an interview. Rehearse these questions and answers in your mind or out loud
in the days before the interview.
Possible negative factors evaluated by an interviewer:
• Personal appearance which is less than professional.
• Overbearing, over-aggressive or egotistical behaviour.
• No positive purpose.
• Lack of interest and enthusiasm - passive and indifferent.
• Lack of confidence and poise; nervousness.
• Evasiveness; making excuses for unfavourable factors in academic history.
• Lack of tact, maturity and courtesy.
Scholarship Interview Tips.doc Page 2
• Inability to maintain a conversation.
• Lack of commitment to fill the scholarship available.
• Failure to ask questions about the scholarship.
• Lack of preparation for interview -- failure to get information about the organisation, resulting
in inability to ask intelligent questions.
Closing the Interview
1. If you are interested in the scholarship, let the interviewer know. If you feel the scholarship is
attractive and you want it, ask about the next step in the process. Be a good salesperson and
say something like: "I'm very impressed with what I've heard. I am confident I could do an
excellent job in the scholarship you have described to me." The interviewer is likely to be
impressed with your enthusiasm.
2. Don't be too discouraged if no immediate commitment is made. The interviewer will probably
want to communicate with the other committee members or possibly interview more candidates
before making a decision.
3. If you get the impression that the interview is not going well and that you have already been
rejected, don't let your discouragement show. Once in a while an interviewer who is genuinely
interested in you may seem to discourage you as a way of testing your reaction.
4. Thank the interviewer for his or her time and consideration. If you have answered the two
questions-- "Why are you interested in this position?" and "What can you offer?"-- you have done
all you can.
Some "DOs" and "DON'Ts
• Do plan to arrive on time or a few minutes early. Late arrival for an interview is never excusable.
• If presented with an application, fill it out neatly and completely. Don't rely on your application or
resume to do the selling for you. Interviewers will want you to speak for yourself.
• Do greet the interviewer by last name if you are sure of the pronunciation. If not, ask the
employer to repeat it. Give the appearance of energy as you walk. Smile! Shake hands firmly.
Be genuinely glad to meet the interviewers.
• Do wait until you are offered a chair before sitting. Sit upright, look alert and interested at all
times. Be a good listener as well as a good communicator.
• Do look the interviewer in the eye while speaking.
• Do follow the interviewer's leads, but try to get the interviewer to describe the scholarship to you
early in the interview so that you can apply your background, skills and accomplishments to the
scholarship.
• Do make sure that your good points come across to the interviewer in a factual, sincere manner.
Stress achievements, eg. academic achievements.
• Do always conduct yourself as if you are determined to get the scholarship you are discussing.
Never close the door on an opportunity.
• Do show enthusiasm. If you are interested in the opportunity, enthusiastic feedback can
enhance your chances of being furthered considered. If you are not interested, your
responsiveness will still demonstrate your professionalism.
• Don't forget to bring a copy of your resume! Keep several copies in your briefcase if you are
afraid you will forget.
• Don't answer with a simple "yes" or "no." Explain whenever possible. Describe those things
about yourself which relate to the situation.
• Don't lie. Answer questions truthfully, frankly and succinctly.
• Don't make unnecessary derogatory remarks about your present or former employers or
lecturers, students.
• Don't over-answer questions.
Summary
• Adapt - Listen and adapt. Be sensitive to the style of the interviewers. Pay attention to those
details of dress, office furniture, and general decor that will afford helpful clues to assist you in
tailoring your presentation.
• Relate - Try to relate your answers to the interviewer and the organisation. Focus on
achievements relevant to the scholarship.
• Encourage - Encourage the interviewer to share information about the organisation to
demonstrate your interest.


ReAD MoRE・・・

Friday 17 July 2009

Research Proposal

Pada kebanyakan kasus, untuk melanjutkan S2  baik ujian masuk maupun apply beasiswa  kita perlu menulis research proposal selain personal statement (PS) dan curriculum vitae (CV). Setelah merencanakan untuk kuliah S2 dalam bahasa Inggris, saya menyiapkan CV, PS. dan essay dalam bahasa Inggris. Bidang yang ingin saya dalami kebetulan itu-itu saja, sehingga untuk daftar beasiswa lain atau univ lain tinggal mengubah sedikit-sedikit. Ternyata membuat dokumen seperti ini sewaktu ide-ide bermunculan dan ada waktu luang sangat membantu saat diperlukan. 

Tapi saya hampir lupa bahwa untuk daftar beasiswa di/dari Jepang mutlak diperlukan bahasa Jepang. Kemudan baru saya sadari untuk menerjemahkan tulisan-tulisan saya yang sudah tersusun rapi dalam bahasa Inggris ke dalam bahasa Jepang bukanlah mudah. Kedua bahasa ini punya rasa yang berbeda, termasuk dalam penyampaian gagasan dan ekspresi yang digunakan. Selain  konsentrasi saya yang kadang susah diajak kompromi dalam keramaian, ide-ide untuk mencemerlangkan kalimat dalam bahasa Jepang tak kunjung bertandang. Ujung-ujungnya memanfaatkan situs translator online yang katanya punya akurasi 80%. 

Perencanaan yang setengah matang. +_+

 
Well, sebenarnya belum terlambat karena dedline aplikasi beasiswa ini adalah akhir Januari. Tapi saya ingin menyelesaikannya sebelum Idul Fitri. Semester depan saya akan lomba lari dengan dedline skripsi~~


Waktu iseng daftar kerja dan diharuskan kirim CV, hanya CV dalam bahasa Inggris yang terstruktur rapi, CV dalam bahasa Jepang tersusun apa adanya saja. Huh, bikin malu sajaaaa~~ Itu khan perusahaan Jepang. ちゃんと日本語で書きなさいよ!


ReAD MoRE・・・

Wednesday 8 July 2009

Siapa Bisa Sekolah?

"Ta diterima di SBI loh. Untung saja. Tahun ini NEM anak-anak SD tinggi-tinggi. NEM dia cuma 25 koma sekian, padahal yang paling rendah untuk bisa masuk ke SMP satu tuh 27 koma sekian. "
"SBI? Yang katanya pake bahasa Inggris itu yak?"
"Iya. yang itu. Bayarnya uang pangkalnya 4 juta. Tapi anehnya bukunya kok fotokopi-an semua yak, gak jelas siapa penerbitnya. Uhm.. isinya ditulis dalam bahasa Inggris sih..."
"Wew. SMP saja 4 juta? SMA berapa dunk??"
"Kalau SMA 1 yah 12 juta. Anaknya Pak Mo langsung mundur teratur waktu mau daftar ke situ."
"Aphaa?? yang bisa sekolah cuman anak orang kaya saja kah..."
"Padahal kualitas sekolahnya belum tentu loh. SMA negeri kok malah lebih mahal dari SMA swasta ya...."

saya teringat Ning, teman adik saya yang harus bekerja sebagai penjahit selama setahun untuk menambal uang pangkal masuk SMA. Deuh. Pendidikan konvensional yang mahal! Sekolah menengah kok bisa lebih mahal dari biaya masuk ke universitas yak. Aneh. Setelah membayar mahal, dijejali berbagai pelajaran, apakah ada jaminan seorang siswa tahu minat dan bakatnya? UHm, mungkin sebagian besar masih akan mera-raba hendak kemana setelah lulus SMA. Well, kalau orang tua kaya dan kemampuan di atas rata-rata sih punya banyak pilihan. Kalau tidak?

Apakah ini seleksi alam?
Sebagai anak biasa dan tidak punya orang tua yang kaya saya berburu beasiswa sampai ke ujung dunia *halah*. Memangnya yang punya sekolah tuh Indonesia saja? Alhamdulillah, ada jalur-jalur khusus buat mereka yang kurang beruntung secara ekonomi untuk menikmati pendidikan konvensional. Hanya saja, harus kekeuh berjuang dan gak patah arang. Kalau tidak? Yah... gak lolos seleksi alam.


ReAD MoRE・・・

Sunday 5 July 2009

Central Park, Gate 6B

Hari ini sosok mungil itu kembali muncul di sana : Gate 6B, Central Park. Semalam hujan mengguyur kota ini. Sejenak mengusir gerah yang mengisi hari-hari di awal Juli. Hydrangea masih tersisa, meski mahkotanya mulai gugur menyisakan sosok hijau yang menyambut musim panas. Central park sendiri telah rimbun. Rumput dan bunga liar mulai bermunculan, bersanding dengan lily dan bunga matahari yang diatur petugas taman.

Central Park tak pernah sepi. Terlebih di hari Minggu seperti ini. Berbeda dengan hati sosok mungil itu. Sunyi. Tapi kali ini itu yang dia inginkan. Menyepi sejenak dari kehidupan dunia yang penuh tekanan. Dia pejamkan mata. Inderanya menangkap suara-suara kota. Derai tawa remaja, obrolan manula, juga bisingnya jalan raya.

Jarum jam di tangan kirinya menunjuk angka 12 dan 6. Satu jam lagi matahari terbenam. Ya. Saatnya meninggalkan central park. Dia memutuskan untuk bertamu ke rumah Tuhan. Kesibukan membuatnya jarang sekali bertandang ke sana. Dua minggu sekali? Ah, tidak. Kadang satu kali dalam sebulan. Sosok mungil itu rindu dengan Al Quran yang dilantunkan brother Sulaiman.

"Kaifa khaluka?"
"Ana bi khayr. Alhamdulillah."

Sapaan itu mengingatkan akan resolusinya. Resolusi tahun 2009. Ah, dia lupa. Buku mimpi itu sudah lama tak dia buka. Di sana tercatat dengan tinta biru : Belajar Bahasa Arab. Resolusi ini belum sempat terevaluasi. Enam bulan sudah terlewat sejak Januari. Sedih. Resolusi itu belum terrealisasi. Tapi belum terlambat. Semangat itu kembali dipahat agar tidak lerai seperti mahkota hydrangea yang dia lihat di sekitar Gate 6B, Central Park.



ReAD MoRE・・・

Tuesday 30 June 2009

Cermin Lain

Sungguh saya tak menyangka sebelumnya. Mimpi dan perjuangan besarnya membuat saya malu. Keangkuhan yang dekat dengan rasa malas dan perasaan bahwa energi tersita hingga tak bisa memenuhi beberapa tuntutan seketika runtuh. Kalau dia saja bisa, mengapa saya tidak? Otak jenuh saya mengalami restart setelah perjalanan itu.

Namanya Arif. Anak Petani.Tahun 2000 dia datang ke Jepang sebagai kenshusei. Ah yah. TKI menjadi istilah yang lebih dikenal untuk statusnya waktu itu. Berbeda dengan kebanyakan kenshusei pada umumnya, Arif datang ke Jepang dengan mendekap mimpi besar. Dalam 3 tahun masa magangnya, dia bisa mangatur waktunya dengan efektif. Saat kawan-kawannya buang duit kecil main bowling atau bilyard, dia belajar bahasa Jepang di akhir pekan, bersosialisasi dengan forum pertukaran budaya atau mengajar bahasa Indonesia. Dia juga mengumpulkan informasi tentang universitas di Jepang. Betul. Dia berencana untuk kuliah di Jepang.


Dalam tiga tahun itu, dia menghitung besarnya biaya kuliah, perkiraan biaya hidup per wilayah, dan menyesuaikan dengan kemampuan yang dia miliki. (Uhm, mungkin lebih kurang sama dengan plan ABCDE saya). Saat teman-temannya membelanjakan uangnya untuk membeli video kamera, laptop dan produk elektronik lainnya, dia bersabar menyimpan gajinya. Saya kagum atas kekuatan batinnya sehingga tidak terseret tren pola hidup konsumtif.

Agustus 2003, dia pulang ke Indonesia karena masa kontrak magangnya sudah habis. Tahun 2004, dia kembali ke Jepang bersama istrinya untuk mengejar mimpinya. Padahal dia mendapat rekomendasi dari atasan di Jepang untuk bisa bekerja pada perusahaan yang sama di Indonesia. Kenapa? Alasannya sederhana : Dia sudah memasuki tahap pewujudan mimpinya. Maka segenap upaya harus diberdayakan dan difofuskan untuk tujuan itu.

Sewaktu wawancara saat ujian masuk, dia ditanya :
"Kamu pernah sekolah bahasa Jepang?"
"Tidak"


Pewawancara hanya berpandangan. Arif belajar bahasa Jepang bukan pada suatu institusi resmi bernama sekolah. Singkat cerita, Arif lulus masuk ke sebuah Universitas di propinsi Hyogo mengambil jurusan ekonomi internasional. Tanpa beasiswa, dia kuliah sambil bekerja. Dalam sehari dia hanya tidur 2-3 jam. Meskipun demikian dia mengubah tantangan menjadi peluang. Pengalamannya menjadi TKI menyimpan informasi tentang celah-celah yang bisa dimanfaatkan. Sedikit pengetahuan tentang hukum di Jepang berkembang menjadi sebuah usaha jasa pengembalian potongan pensiun TKI. Orang yang bekerja di Jepang, gajinya dipotong per bulan untuk jaminan hari tua. Sama halnya dengan TKI. Bedanya, TKI hanya bekerja selama 3 tahun di Jepang, dan dia berhak untuk mengambil jaminan hari tuanya saat dia kembali ke Indonesia. Tapi tak banyak yang tahu prosedurnya, belum lagi kendala bahasa.

Selama kuliah S1, Arif banyak membantu para TKI untuk mendapatkan hak atas potongan gaji untuk jaminan hari tua. Kini jasanya masih dipergunakan dan usahanya ini diteruskan oleh orang lain karena dia sudah resmi tercatat sebagai seorang pegawai di perusahaan Jepang.

Arif lulus S1 pada Maret 2008, sekarang sambil bekerja dia mengambil S2.Orang tuanya menentang pada awal dia menyatakan niatnya ke Jepang. Namun, saat Arif mengundang keduanya ke Jepang, orang tua Arif hanya menangis.
"Waktu itu memang kami menentang, tapi kami yakin kalau kamu bisa."
Arif boleh dikatakan telah mewujudkan mimpi yang dia catat dalam buku mimpinya. Dia bersama istri dan kedua orang anaknya tinggal di sebuah rumah yang nyaman dan punya kendaraan. Dulu rekan-rekannya sibuk menukar uangnya dengan elektronik. Sekarang mereka bingung menjual barang elektronik itu, sementara Arif bingung memilih merk mana yang dibeli. Well, kekayaan hanyalah salah satu parameter kesuksesan. Tapi siapapun yang mendengar kisah perjuangannya, insyaAllah akan tergugah semangatnya.

Maka saya kurang kagum bila seorang anak kaya meraih prestasi dalam hidupnya. Sokongannya kuat, asupan gizi waktu dia kecil cukup, informasi, suntikan berbagai kursus dengan mudah diperoleh. Wajar donk, kalau bisa. Akan berbeda rasa kagum saya terhadap seseorang yang berhasil meraih prestasi dengan usahanya sendiri. Alhamdulillah, perjalanan saya kali ini menghadirkan sebuah cermin baru. Terima kasih Pak Arif atas guyuran semangatnya. Hanya sedikit orang yang dilahirkan dalam lingkungan kaya dan dikarunia otak yang cerdas. Tapi, lebih sedikit orang yang dilahirkan dalam kondisi kurang beruntung namun punya tekad kuat laksana baja lalu berhasil mewujudkan mimpinya.





ReAD MoRE・・・

Friday 22 May 2009

Flu Babi di Jepang

Yth, Warga Indonesia di Jepang

KBRI Tokyo menghimbau warga masyarakat Indonesia yang berada di Jepang sehubungan dengan sedang merebaknya flu jenis baru (H1N1) di beberapa wilayah di Jepang, bersama ini disampaikan informasi yang bisa membantu untuk memahami jenis penyakit ini sehingga bisa terhindar dari bahaya penularannya.

Apa Gejala dari penyakit Flu jenis ini ?

Sebagaimana halnya flu, penderita akan mengalami demam,batuk-batuk, sakit kepala, nyeri persendian dan otot, sakit tenggorokan dan hidung tersumbat dan kadang disertai dengan mual-mual dan diare.

Bagaimana Melindungi Diri dari Penularan ?

Pola penularan dari virus ini adalah sama halnya dengan flu yang menyerang saat pergantian musim, melalui cairan yang dikeluarkan saat melakukan percakapan, bersin maupun batuk. Penularan dapat dilakukan dengan menghindari melakukan hubungan jarak dekat dengan orang yang memiliki gejala serupa dengan penderita flu (paling dekat 1 meter) serta melakukan kegiatan sebagai berikut:

1. Hindari untuk menyentuh bagian mulut serta hidung;
2. Bersihkan tangan secra menyeluruh dengan sabun dan air atau bersihkan dengan alkohol secara teratur (terutama sehabis menyentuh bagian mulut dan hidung serta benda-benda yang berpotensi menularkan virus);
3. Hindari hubungan jarak dekat dengan orang-orang yang mungkin menderita sakit;
4. Kurangi interaksi di lingkungan yang padat tempat orang lalu-lalang;
5. Perbanyak sirkulasi udara di ruangan dengan membuka jendela;
6. menerapkan pola hidup sehat termasuk tidur yang cukup, mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi dan tetap menjaga fisik selalu aktif.

Bagaimana seseorang mengetahui telah terkena virus H1N1 ?

Untuk membedakan antara flu biasa dengan flu H1N1 adalah sulit tanpa bantuan medis. Gejala yang dimiliki hampir sama. Hanya ahli medis dan pejabat kesehatan setempat yang bisa mengidentifikasi. Pada beberapa kasus mereka yang baru saja mengunjungi daerah-daerah yang banyak terdapat penderita virus ini (tidak melampaui jangka waktu 10 hari antara waktu kembali dengan mengalami gejala flu dimaksud) atau menderita panas tinggi sampai 38 derajat celsius, diharuskan untuk segera menghubungi pusat layanan konsultasi di masing-masing wilayah tinggalnya.

Apa yang sebaiknya dilakukan apabila Anda memiliki gejala-gejala penyakit tersebut ?
1. Tetap tinggal di rumah dan tidak bepergian ke tempat kerja, sekolah atau kerumunan orang;
2. istirahat dan perbanyak minum;
3. tutup hidung dan mulut ketika bersin dan batuk, apabila menggunakan tisu, agar bekas tisu dapat dibuang secara benar. Segera cuci tangan Anda dengan sabun, air atau dapat juga menggunakan alkohol.
4. Apabila tidak memiliki tisu saat bersin atau batuk, tutup mulut anda sedapat mungkin dengan menggunakan siku;
5. Gunakan masker untuk mencegah terkena cairan saat anda di lingkungan yang ramai orang;
6. beritahu keluarga dan teman-teman untuk memberitahu kondisi anda yang tekena penyakit dan hindari hubungan jarak dekat dengan orang lain;
7. sebelum menuju tempat sarana medis, upayakan untuk terlebih dahulu berkonsultasi dengan ahli kesehatan terdekat untuk mengetahui perlu tidaknya pemeriksaan secara medis.

Apabila seorang Ibu sedang masa menyusui bayi dan mengalami gejala penyakit ini apakah harus berhenti ?

Ibu yang menyusui dan terkena gejala penyakit tidak perlu menghentikan kegiatan terkecuali dianjurkan oleh dokter atau petugas kesehatan. Penelitian mengenai influenza menunjukkan bahwa pemberian ASI aman bagi bayi karena gizi yang diberikan melalui ASI memberikan imunitas dan daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit.

Apa yang harus dilakukan bila Anda perlu perhatian medis ?
1. Apabila memungkinkan, datangi pusat kesehatan dan laporkan gejala yang Anda alami. Jelaskan mengapa Anda merasa mengalami gejala terkena virus H1N1.
2. Gunakan masker saat anda keluar rumah.

KBRI Tokyo


ReAD MoRE・・・

Saturday 16 May 2009

Tsurumai Hujan

Langit dijejali awan-awan kekenyangan. Penuh titik air, menjelma garis, terjun ke bumi, menggandeng kesejukan. Tsurumai Hujan, membilas tetanaman yang dihijaukan.


Tsurumai Hujan. Gempita segenap isi taman.

Pagi yang tenang. Entah kenapa burung tiada berdendang.
Aku diam. Mata terpejam. Saatnya pendengaran menjamah alam.


ReAD MoRE・・・

Friday 15 May 2009

定額給付金:Sogokan Belanja!

Ada amplop di mailbox apartemen saya tadi pagi. Ah.. inikah rupanya surat untuk mengurus peneriman uang yang dibagikan gratis ke semua orang itu!! Akhirnya dapat juga setelah desas-desusnya terdengar sejak beberapa bulan lalu.

Intinya, saya bakal mendapat uang sogokan untuk membelanjakan duit di Jepang. Terlepas apakah pembagian uang sebesar 12 ribu yen ke seluruh penduduk (termasuk orang asing) usia produktif akan bisa mengaktifkan geliat ekonomi Jepang atau tidak, saya bersyukur ada tambahan pemasukan. ^_^. Sayangnya kemana uang ini dibelanjakan sudah jelas : biaya perjalanan presentasi saya seminggu lagi!! Tapi masalahnya, saya tidak yakin apakah uang ini akan bisa cair dalam seminggu ke depan. Hikz.


Masih terkait dengan upaya memutar uang, pemerintah juga menetapkan kebijakan tarf jalan toll 1000 yen kemana saja anda pergi asalkan tidak lewat area kota besar pada akhir pekan. Lumayan membantu bagi yang ingin pergi-pergi pakai mobil di hari libur.

Ternyata... jatah beasiswa saya justru naik sekian ribu yen dari periode tahun lalu. Padahal katanya Jepang sedang resesi. Konon ini adalah kebijakan "bagi uang sesuai biaya hidup". Jadi, penerima beasiswa monbusho yang kuliah di kota besar akan menerima nominal yang lebih besar dari mereka yang kuliah di pelosok.

Kembali lagi soal pembagian uang tunai untuk merangsang geliat ekonomi, hanya warga negara asing yang punya KTP Jepang dan sudah berada di Jepang sebelum bulan februari 2009 saja yang dapat jatah.


ReAD MoRE・・・

Monday 11 May 2009

Memulai Rencana D

Terinspirasi oleh dua orang sahabat, saya akhirnya berani memulai rencana keempat. Huphh! Mumpung masih hangat kecipratan semangat. Sebelumnya saya sudah mencanangkan 5 rencana untuk 2010. Rencana A sedang berjalan, B dan C mulai dipersiapkan, lalu kini rencana D dapat jatah juga untuk mulai diperhatikan. Rencana E adalah pelarian bila terjadi kemungkinan terburuk. Semoga saja tidak perlu dijalankan.


Seperti rencana-rencana sebelumnya, langkah yang saya lakukan adalah :
1. Mengumpulkan informasi.
2. Meyaring, merangkum, menyimpulkan informasi.
3. Menyusun petunjuk yang akan dilakukan.
4. Bergerak! Menjalankan petunjuk yang ada.
5. Menghubungi obyek rencana.
6. Mengirimkan berkas sesuai petunjuk.
7. Mempersiapkan konsekuensi
8. Berdoa, tawakal setelah berusaha maksimal.
9. Terima keputusan.
10. Memilih, bila tersedia beberapa pilihan.
11. Menjalani pilihan yang saya pilih.

Intinya, saya sedang berusaha membuka peluang-peluang baru. Bukankah lebih menyenangkan kalau tersedia beberapa pilihan?

Sebelumnya saya sempat tidak yakin untuk memulai rencana ini. Tapi, melihat seorang sahabat berhasil memperoleh kesempatan sampai dua kali, dan seorang lagi baru saja memastikan kesempatan yang mirip, maka secara sepihak saya menympulkan bahwa saya pun berpeluang untuk memperoleh kesempatan yang sama.

Saya pun punya pendukung besar. Doa orang tua yang mustajab. Semalam saya menelepon rumah, menceritakan rencana ini. Ibunda hanya berkata bahwa beliau hanya bisa menyumbangkan doa. Bagi saya doa saja lebih dari cukup. Bukankah doa dari seorang Ibu untuk anaknya termasuk doa yang tidak tertolak? Setiap keberhasilan yang saya peroleh hingga detik ini, bukan tak mungkin adalah karunia Allah yang turun dari sari-sari doa yang dipanjatkan oleh kedua orang tua.

Maka kali inipun saya mantab melangkah. Saya sedang kehabisan alasan untuk kecil hati. Bismillah!


ReAD MoRE・・・

Friday 8 May 2009

Buruk Muka after Berkaca

Kenapa kehidupan sekarang terasa begitu berat? Waktu menghimpit, tak ada lagi melalang buana dalam senggang. Itu pertanyaan saya akhir-akhir ini. Pertanyaan yang turut saya bawa ke sebuah rumah yang saya kunjungi.

Wangi teh melati begitu menggoda. Aroma nasi yang ditanak bersama daun salam menyeret selera makan mendekat. Tata cahaya yang menentramkan dan semarak berbagai tanaman hias dalam ruangan selalu menemani kunjungan saya ke kediaman beliau. Ya. Hari ini sekali lagi saya bersilaturahmi ke rumah seseorang yang banyak memberikan pelajaran dalam setiap pertemuan. Pelajaran tentang hidup yang tak selalu manis. Saya sering menemukan pantulan diri dari cermin bening : Kisah muda beliau. Bedanya adalah saya menyimpan keluhan dalam pikiran, terkadang merasa bahwa menjalani keseharian begitu berat. Kenyataannya, setelah saya sedikit curhat tentang beratnya ritme hidup saya, justru saya merasa malu. Selalu berulang begitu. Kehidupan beliau saat seumuran saya jauh lebih berat, namun beliau tidak mengeluh.

Singkat cerita, beliau mengambil S2 di Jakarta. Mulai pagi bekerja sampai pukul 17.00, lanjut dengan kuliah sampai jam 11. Mengulang pelajaran lalu istirahat pukul 1 dinihari. Kegiatan kehidupan dimulai lagi pukul 5 pagi. Sabtu minggu diwarnai berbagai agenda. Siaran radio, MC, hingga menjadi pelantun beberapa jingel iklan TV. Sekarang beliau menjadi seorang GM sebuah perusahaan Nasional yang sukses pengubah pola kerja cabang yang beliau pimpin di Nagoya.
"Ada hasilnya, tapi tidak sekarang..." beliau berkata begitu setelah saya curhat.

Kenyatannya belau sempat masuk rumah sakit karena tipus. Wajar. Dengan ritme hidup yang padat tanpa diimbangi pemenuhan hak tubuh untuk istirahat dan asupan gizi agar tetap sehat.

"Wahh... kalau bisa, pengennya sih bisa bertahan dengan ritme padat tanpa harus kena tipus. Hehehe" ujar saya sekenanya.
"Wah, ya enggaklah. Ini kan Jepang. Kamu tidak perlu banyak mikir soal transportasi yang macet.
"Iya yah... Jakarta macet."
"Betul. Apalagi jarak dari tempat kerja saya ke Salemba lumayan jauh."
"Di kampus tidak ada kantin, Pak?"
"Ada sih. Cuman gak kayak di sini. Kalau kuliah malam dapat makan. Nah, kalau malam masih lapar khan jajan seadanya di pinggiran jalan. Itu kali yang bikin kena tipus..."

Ada hasilnya, tapi tidak sekarang. Satu rasa dengan berbagai pertanyaan dalam diri : Jawaban akan datang, tapi tidak sekarang. Saat itu mungkin saya kan menyadari betapa indahnya skenario Allah yang luar biasa. Marilah berluas hati untuk hal-hal yang terlanjur terjadi dan tak bisa diubah lagi. Mari merencanakan dan memperjuangkan kebaikan untuk masa datang. Jangan putus asa. Jangan lemah hati. Jangan pernah menjauh. Segala sebab akibat yang berkelimpangan akan terasa indah pada saatnya. Jawaban akan datang, tapi tidak sekarang.

Saya mengucap syukur. Buruk muka saya segera terlihat setelah berkaca.


ReAD MoRE・・・

Wednesday 6 May 2009

Jamak sadja

Hari Ahad lalu, KMI Nagoya mengadakan kajian Golden week mengangkat tema seputar Thaharah dan Sholat. Basi? Tidak juga karena ada beberapa poin baru yang saya dapatkan dalam kajian kali ini. Lagipula, mereview hal yang sudah pernah diketahui juga penting untuk evaluasi dan sarana pengingat.

Salah satunya adalah sholat Jamak. Ternyataaaaaaaaa.... Rasul SAW pernah menjamak 2 sholat tanpa suatu alasan khusus. Kisah yang diungkap Ust. Jaelani Abdussalam hari itu berawal dari pertanyaan peserta seputar sholat dalam perjalanan yang merembet kemana-mana hingga menyentuh masalah sholat jamak. *bagi yang ingin tau kevalidan & kelengakapan kisah ini silakan memburunya sendiri yak*

Jadi secara singkat, kita boleh saja menjamak sholat tanpa suatu alasan khusus. Tapi perlu diingat bahwa kebolehan ini tidak berlaku setiap hari! Kok enak sajaaa...

Masih berhungan dengan masalah ini, salah seorang senior saya ada yang pernah mengatakan bahwa jamak takhir itu mendingan daripada takdim supaya lebih ketahuan kalau memang tidak tersedia cukup waktu untuk melakukan sholat pada masanya. Kalau Takdim sepertinya terkesan udah diniatkan kalau tidak mau meluangkan waktu. Humm... padahal bisa jadi untuk lebih berhati-hati, memperhitungkan kalau ternyata waktu sholat kedua sudah habis sebelum sampai tempat tujuan. Tergantung kasus juga sih yak.



Lalu... keesokan harinya ada Kajian lagi dengan pembicara Ust. Yusuf Mansur yang membawakan tema Sedekah dan Kesuksesan. Saya datang terlambat karena ada tuntutan alam yang harus dipenuhi dulu hingga menjelang siang. Huehue. Alhamdulillah dalam sesi kedua yang saya ikuti sampai acara berakhir, banyak hikmah dan kisah-kisah menarik yang bisa petik (Woops.. bisa juga diakses untuk kisah-kisah penuh inspirasi yang lain!)

Malam harinya, di Masjid Honjin yang sedang dikuasi anak-anak UMIN dilangsungkan kajian bersama Dr. salah Soultan. Yang masih terngiang sampai sekarang adalah pentingnya membina hubungan yang harmonis dengan tetangga. Humm... Kisah yang beliau ceritakan berlokasi di USA pasca 9/11. Rumah seorang muslim diketok tetangganya yang orang Amerika tulen. Lalu terjadi percakapan seperti berikut :

"Kenapa kamu sudah seminggu gak keluar rumah?"
"Yah... takut kalee. Lihat saja bagaimana media menuduh orang-orang islam soal kejadian 9/11..."
"Jangan khawatir, kalau ada yang membahayakan kamu, bakal aku habisi dengan senapanku!!"

wew...

Muslim di sana yang waktu sempat takut melaksanakan sholat Jumat, juga dibela oleh para tetangganya yang menjagai selama sholat Jumat kalau saja ada orang yang hendak berbuat anarki. Dan kehidupan muslim di sana berlangsung normal... Bahkan dengan adanya kejadian itu sejumlah orang menjadi mengenal lalu memeluk islam.

Pengen nulis lebih detail soal poin dari tiap kajian. Tapi karena dijamak jadi satu dan momen nya sudah telat, cuman begini deh jadinyah... Untuk dapat hasil maksimal sepertinya memang harus dilakukan satu per satu. Sistem borongan tidak bisa dijadikan andalan!!!



ReAD MoRE・・・

Sunday 3 May 2009

Perpanjang Saja! Bisa!

Berita bagus dari seorang senior berkenaan dengan perpanjangan beasiswa Monbusho. Sumbernya adalah seorang Pakistan yang sukses dengan 2 kali perpanjangan tahun lalu.

Jadi... mereka yang berkesempatan untuk wawancara perpanjangan untuk kedua kali, bisa dipastikan boleh memperpanjang beasiswa sekali lagi! Sampai S3, Bo!! MasyaAllah. Kesempatan neeh. Buat para Junior yang sekarang masih punya peluang tak terbatas, ayo berusaha. Raih 成績係数3.00!!! 頑張れぇpP!!


ReAD MoRE・・・

Reuni

"Mari bertemu di Shinjuku, west exit. Aku akan menunggu di sekitar wicket."

Hari itu penghujung April. Sakura sudah luruh berganti hijau daun. Langit muram, jejarum air menghujam dari awan-awan kelabu yang bergelayut di atas Tokyo. Sebuah pertemuan direncanakan akan terjadi siang itu. Perjumpaan setelah 6 tahun. Seberapa jauhkah diri masing-masing berubah? Reuni ini seolah menjadi cermin yang memantulkan sosok pada saat titik berpisah yang menjadi awal langkah menapaki jalan yang berlainan arah.
"Waaaa!! Kamu sudah mirip orang Jepang!" gadis itu sedikit memekik saat melihat lelaki berbaju marun yang melambaikan tangan di udara berjalan mendekat.
"Huekekek. Gak mungkin lah. Gimana kabarnya?"
"Baik."
"Okkey. Mau makan apa? Sushi, tempura, udon? Atau mau coba kare?"
"Eh? Selama di Jepang aku belum pernah makan kare. Memangnya ada yang halal?"
"Ada dooonkkk! Jadi makan kare aja kah?"
"okke~!"
"Seeppp! Ayo, ambil jalan ke sini!"
Sosok mereka melebur dalam keramaian Shinjuku, melewati trotoar yang dipadati manusia, menembus udara yang entah kenapa terasa dingin. Hujan hari itu tak hanya menurunkan air, juga suhu.

***

"Bagaimana kabar teman-teman di sana?"
"Hmm... Sudah pada kerja. Hampir semuanya di perusahaan semikonduktor."
"Wow. Lah kamu sendiri?"
"Peneliti. Tapi tidak berhubungan dengan tesis ku waktu S1."
"Yah... kalau sudah kerja, kebanyakan memang sama sekali tidak berhubungan dengan penelitian waktu S1 sih. Eh.. kabar ABC gimana?"
Gadis itu tak segera menjawab.
"Dia belum lulus."
"Aphhaa?! ABC yang pintar itu?!" Lelaki itu terkejut. ABC tak pernah turun dari peringkat satu. sesekali menjadi juara umum angkatan. Sosoknya menjulang berkacamata, olahraga juga gape. Sosok yang nyaris sempurna, salah satu dari dua orang yang tidak pernah dikalahkan oleh lelaki itu secara akademis selama 3 tahun SMA.
"Terus? terus? Masih kuliah?" lelaki itu penasaran.
"Cuti. Selama di sana, dia jarang menampakkan wujudnya. Sekali muncul lewat telepon, biasanya minta bantuan finansial."
"Wah. Udah gak sehat nih. Tapi tapi tapi... masak seeh ABC??! Bukankah dia orang yang terlihat begitu kuat motivasinya?!"
"Sepertinya memang ada masalah. Cuman gak ada yang tahu masalahnya."


Ah yah. ABC sepertinya memang bukan tipe orang yang terbuka. Lelaki berbaju marun itu berpikir bahwa untuk kuliah di luar negeri tidak hanya perlu kepintaran secara akademis. Ketahanan mental terhadap badai yang menghadang juga penting. Terutama bagi mereka yang sering berada di puncak dan jarang merasakan yang namanya gagal. Sekali jatuh akan terasa begitu terbanting. Sakit. Dan perlu banyak energi untuk bangkit.


"Ah yah, emangnya kenapa dulu kamu tidak jadi mampir ke negaraku?" gadis berkerudung hijau itu mengalihkan pembicaraan.
"Owh.. Yang waktu itu kah. Yah, ada seorang anggota rombongan yang agak teledor sehingga keberangkatan kami tidak bisa terlaksana. Hmmph. Begitulah, rencana bepergian bersama sepertinya harus direncanakan dengan matang. Padahal sudah terlanjur dipesankan tiket oleh NGIR untuk ke Indonesia. hiks..."
"Terus duitnya NGIR diganti?"
"Iya lahhh. Nitip ke PUT, yang rumahnya paling dekat dari kotaku. Waktu itu dia lagi mudik ke Indonesia."
"PUT mau nikah loh Juni nanti."
"Heeeeeeeeeeeeeee. Yang benerrrrrrrrrr?? Ama siapa? ama siapa? Jeruk?"
"Adek kelas SMP nya."
"Wewww... Subhanallah. Sayang banget di Jepang lagi gak ada libur bulan segitu. "*sigh*
"Kamu gak berubah yah..."
"Kamu juga kok. Masih tetap kayak dulu."

Mereka tertawa.



***********************************************************



Dalam memori lelaki itu, masa SMA lebih banyak diselimuti kelam. Dia jadi paham kenapa fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Lelaki berbaju marun itu pernah jadi korban. Tapi tak banyak yang tahu. Luka itu menggerus kepercayaan diri, sehingga dia begitu tertekan karena tidak bisa mengekspresikan diri. Yang lebih parah, luka itu masih terasa sampai sekarang, karena kesalahpahaman yang terjadi belum bisa diluruskan dan dia tak tahu siapa yang patut dipersalahkan. Seiring waktu, orang-orang yang pernah membentak dan menyerang secara mental bisa lupa, tapi tidak dengan si korban. Betul kalau luka di hati itu lama kering dan tetap membekas.

To be blamed for something you didn't do
is surely painful and stressful!!



Namun tak semuanya berwarna muram. Meski nyaris terlambat, lelaki itu bertekad untuk berubah. Tak ada yang tahu bahwa titik tolaknya adalah sebuah pertanyaan yang diajukan oleh gadis berkerudung hijau yang ditemuinya 7 tahun lalu. Pertanyaan yang jawabannya dijadikan sebuah kisah persahabatan dan mimpi anak-anak SMA dengan akhir yang begitu manis. Jawaban lelaki itu tak ada dalam cerita. Jawabannya terlalu hambar. Dia masih menata serpihan batinnya yang retak. Jawabannya terlalu sederhana, tapi mungkin dialah yang paling cepat mewujudkannya jadi kenyataan. Kisah itu masih tertoreh dalam sebuah buku dengan hardcover. Perwujudan dari salah satu tugas pelajaran bahasa Indonesia yang dibukukan per kelas. Lelaki itu merasa beruntung karena berada dalam kelas yang hangat di tahun keduanya. Sekarang pun dia masih berterima kasih atas kekocakan, kesolidan dan kekompakan 33 siswa di elite society, komunitas yang mereka beri nama begitu.



********************************************

Reuni, kadang membuka luka lama, tapi lebih banyak ceria yang ditebarnya. Lelaki berbaju marun menghaturkan terima kasih kepada Tuhan, yang sudah mengatur pertemuannyadengan orang-orang hebat. Lelaki berbaju marun itu begitu bahagia saat mendengar NKA akan lulus PhD dua tahun lagi, DEI yang jadi tokoh dan melanglang buana ke berbagai negara, juga cerita gadis berkerudung hijau tentang keberangkatnnya ke Jerman 4 bulan lagi. Yah. Hari itu hujan memang dingin mengguyur bumi, tapi tak mampu mengusir hangat yang mekar di hati.



*bots*


ReAD MoRE・・・

Saturday 2 May 2009

Golden Week

Dunia yang sempit. Rasanya tak salah bisa saya menganggap begitulah kehidupan yang terjadi sejak tahun ajaran baru 2009. Rumah-tempat partime-kampus-rumah. Ini siklus sederhana keseharian saya. Internet belum terpasang hingga hari ini, sehingga kabar dunia hanya bisa saya petik dari siaran TV. Tiba-tiba saja saya merasa ada rasa tidak sanggup untuk mengurus beberapa amanah yang terlanjur dipercayakan. Alasannya? Saya tidak becus mengatur jadwal. 12 jam waktu saya habis di Lab bersama senyawa kimia, glovebox dan tabung nitrogen, sesekali istirahat makan dan curi-curi waktu untuk sholat. Sampai sekarang saya belum menemukan kapan ada waktu yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi tanggung sebagai orang yang kena embel-embel "pengurus". Apalagi saat ini saya lebih memprioritaskan kesehatan diri sebelum menggunakan waktu dan energi untuk suatu aktivitas. Ah, sebaiknya saya menuliskan saja kisah 12 jam Lab yang saya tempati sekarang....


Ritme hidup ini berawal dari tema penelitian yang diberikan oleh profesor di Lab saya. Entah apakah ini resiko sebagai Mahasiswa asing yang dibiayai Monbusho atau estimasi dan harapan berlebih terhadap kemampuan saya, sang Profesor memberikan sebuah tema yang cukup (baiklah, SANGAT) sulit. Seribu Tahun Penelitian, begitu kata beliau mengenai perkiraan waktu yang diperlukan untuk membuat tujuan research ini tercapai. Sebuah tema baru yang membuka peluang nobel. (well, well... tentu saja kalau berhasil. Perlu dicatat bahwa seorang penerima nobel yang saat tulisan ini diketik masih bernafas menyatakan pengunduran diri dari penelitian bertema serupa!!! ほら!!無理じゃん!!難っ!!)

Saat saya bertanya kenapa memilihkan tema ini, jawaban beliau :
1. Saya nampak kuat secara psikis. Tahan banting dan teguh mengahadapi kegagalan.
2. Saya punya willpower, motivasi dan bakat alami.
Dalam hati, saya hanya berdoa semoga kata-kata beliau ini (menjadi) benar.


Di sela-sela waktu eksperimen, beliau bertanya tentang hasil aplikasi master saya ke KAUST yang sampai sekarang pun entahlah tiada kabar berita. Beliau menawarkan peluang penelitian di Jepang dan meminta saya untuk memertimbangkan kemungkinan PhD di sini. Wew. Senang sih dengan tawaran ini, tapi kata 「はい、喜んで!」 tidak begitu mudah keluar. Memang betul bahwa sebagian besar penghuni Lab saya sekarang mendapat beasiswa dari berbagai tempat, dana research juga tersedia, peralatan analisis termasuk yang paling lengkap. Tapi... yah... tidak mudah. Jujur saja pilihan ini tercatat dalam rancangan peta masa depan saya. Sayangnya sekarang saya berada dalam percabangan pilihan dan belum bisa memutuskan. :D :D

Biasanya sekitar pukul 09:30, saya berangkat dari tempat partime ke kampus dengan bersepeda ria. Waktu seblum coretime Lab (start 10:00) ada sekitar 15 menit. 15 menit waktu itu saya pergunakan untuk : sikat gigi (setelah sarapan di tempat partime)--> buka email-> skipping subyek, baca yang kira-kira penting-->ganti kostum lab dan sarung tangan karet.

Setelah sampai dalam Lab maka flowchart eksperimen yang saya tulis kemaren malam menjadi panduan utama. Ah, yah. Saya ber-eksperimen bersama 2 orang supervisor sehingga kalau mau sholat atau menghilang sejenak harus ijin mereka dulu. Saya berusaha agar target hari itu bisa tercapai pada pukul 5 sore. Tapi yah begitulah, peneliti amatir macam saya belum bisa memperkirakan berapa lama waktu yang diperlukan selain yang tercatat dalam flowchart. Sebenarnya tidak masalah dengan aktivitas ibadah, hanya sajaaaaaa... jadwal makan benar-benar digerus habis. +_+ Belakangan saya menyadari bahwa lebih baik membawa bento, lauk-pauk, makanan ringan, kue, minuman ke ruang duduk, menyimpannya dalam kulkas dan laci meja kerja! Dan itulah yang dilakukan para senior di Lab saya. Sebelumnya saya heran kenapa orang-orang di Lab ini begitu tahan lapar namun berkomentar tentang betapa beratnya puasa ramadan! Ternyata simpanan ransum ada dalam laci meja kerja toh!!

Setelah aktivias di Lab selesai bukan berarti saya bebas bertualng ke facebook, Yahoo atau situs-stus lainnya. Hal-hal berikut harus dikerjakan :

1. Laporan perkembangan research yang dikumpulkan seminggu sekali.
2. Rencana eksperimen besok pagi -> baca jurnal (kadang bahasa Jepang, Inggris, Perancis, Jerman... fyuhh.. untungnya ada banyak translator OL yang bisa dimanfaatkan. huehue)
3. Menunggu senior pulang. Ini diaaa yang menyiksaaaaaa!! Orang paling senior baru pulang paling cepat sekitar 10:00 malam. Dan posisi saya di Lab adalah paling bontot! Masih ada supervisor, senior #1, senior #2....Kalau dua kerjaan saya di atas sudah selesai, maka saya akan pura-pura sibuk baca buku referensi. Pokoknya tidak terlihat menganggur. Naah, saat seperti inilah bisa dimanfaatkan untuk membalas email, baca komik OL (biar gak stress!!), chatting... -> eh, ternyata ada waktu yang bisa dimanfaatkan yak! Alhamdulillah. Kadang saya berniat nekad pulang tanpa peduli tatapan sipit penuh makna orang-orang di Lab. *gyahahuhahuha*

Sampai di rumah paling cepat jam 11. Mandi, makan tengah malam (yang sebenarnya sangat saya hindari, tapi terpaksa demi melangsungkan kehidupan *haiyyahh*), lalu tidur hingga alarm subuh berdentang sekitar 04:30. Setelah memenuhi panggilan alam dan sholat, segera kukayuh sepeda ditemani matahari yang hendak memunculkan wajahnya menuju tempat kerja demi kebahagiaan keluarga.

Yay... begitulah sekilas pola hidup seorang Final Year Student di Jepang yang mendalami bio-inorganic dan metalorganic chemistry, Senin-Sabtu. Kalau dipikir berat, maka menjadi berat. Maka saya memilih untuk menerima kondisi ini, menyesuaikan diri, dan mengambil celah untuk mempertahankan identitas. InsyaAllah bisa. Bukankah selalu ada Dzat yang bisa dimintai tolong dan dijadikan tempat mengadu kapanpun, dimanapun?

Dann.. Iyeyy!! Goldenweek tiba, artinya saya libur selama seminggu dan bisa menikmati dan mengatur jadwal pribadi tanpa perlu terikat dengan kampus!!



ReAD MoRE・・・

Saturday 18 April 2009

Baitoku Begini

Kali ini tulisan tentang suasana kerja partime saya. Ceritanya saya diterima kerja di sebuah restoran Itali. Lebih tepat:family resto yang menyediakan menu Itali. Seminggu sete;ah wawancara, saya mendapat telepon yang menyatakan bahwa saya boleh bekerja. Proses berlanjut. Tanda tangan kontrak kerja paruh waktu disusul dengan pelatihan kilat menguasai medan tempur dapur. Yup. saya memilih menjadi koki daripada jadi pelayan.


Minggu pertama adalah masa penyesuaian. Saya harus menghafal nama bahan-bahan untuk masakan. Selanjutnya adalah menghafal nama + posisi penyimpanan + posisi peletakan alat, resep masakan dan tentu saja cara menghidupkan dapur karena saya dipercaya untuk jadi TOP. Orang yang bertugas membuka restoran di pagi hari. Yah, restoran ini buka mulai jam 7 pagi. Tugas saya adalah mempersiapkan opening sejak pukul 6: menyalakan lampu, membuka jalur gas, memasakan oven, penggorengan, mencuci alat+piring+gelas (oopss ini pakai mesin sih), memanaskan sup, menyiapkan salad, roti dan telur untuk menu pagi. Fyuhh. Bukan pekerjaan yang ringan.

Minggu kedua mulai coba-coba. Masakan gosong!! Apinya terlalu besar! Cara potong tidak sesuai manual!! Kurang asin! Lambat!! Membuat masakan jangan lewat dari 5 menit!! Belum hapal tempat dimana harus menaruh alat-alat +_+ Gyaaa~~


Minggu ketiga mulai terbiasa. Yosh. Masakan untuk stand by menu siang tidak gosong. Sudah bisa mengatur strategi besar kecilnya api sehingga masakan tidak perlu ditunggui. Posisi peletakan alat-alat pun OK. Kecepatan menyelesaikan order UP! Up!

Minggu keempat mulai menikmati. Alhamdulillah rekan kerja dan kepala restoran orangnya baik. Pengaturan jadwal kerja saya disesuikan dengan kesibukan kuliah. Tentu saja karena saya mengorbankan waktu efektif di pagi hari demi menjemput rejeki! Perhatian dari orang-orang di tempat kerja ini bikin betah. Terus terang saya suka karakter kepala restoran. Dia tidak pernah memarahi secara langsung kalau saya berbuat salah. Dengan caranya sendiri dia bisa membuat saya paham kesalahan, lalu diajari cara plus solusi yang benar. Pertanyaan yang terdengar sepele soal perkuliahan dan kesibukan justru terasa alami sebagai kedekatan. Wuihihihi. Dannn tentu saja karena saya dapet potongan 75% untuk sekali makan di restoran ini, kepala restoran tahu menu-menu mana yang boleh dimakan dan mana yang tidak untuk memastikan kepuasan saya sebagai pelanggan. Eh.... kenyamanan saya bekerja tanpa terancam kelaparan karena tak ada menu yang bisa dimakan.




ReAD MoRE・・・

Monday 6 April 2009

Lab, Baito dan Rumah

Saya belum meminta perubahan jadwal baito kepada kepala restoran. Masih tetap seperti libur musim semi yang lalu, hari kerja, jam 6-9 pagi. Saya ingin mencoba dulu apakah ritme kehidupan saya terganggu, ataukah ternyata saya mampu menyesuaikan diri dan sanggup memenuhi sela-sela waktu tidak efektif dengan kegiatan yang bermanfaat.


Yah. Mulai Jumat, 3 April 2009 sebuah babak baru telah dimulai : Kehidupan di Lab. Kata seorang sensei saya, Lab yang saya masuki termasuk salah satu Lab yang ketat. Benarkah? Well, silakan menilai dari aturan-aturan yang berlaku berikut :

1. Jam kerja 10:00-18-00

2. Selain jam kerja di atas, masih ada waktu yang dipakai untuk desk-job : searching jurnal, data bahan yang dipakai untuk percobaan.

3. Seminar internal tiap Selasa dan Kamis, mula jam 17:00. (Tidaaakkk.. selasa adalah jadwal saya main badminton >_<, tapi bisa diakali dengan memindah lokasi, bergabung dengan klub baru sesuai jadwal, qeqeqe )


Gimana? ketat? Tapi dengan aturan seperti ini, bagi orang yang ingin maju sepertinya sih tidak terlalu bermasalah.



Untuk bidang Bio-inorganik kimia, waktu yang diperlukan untuk eksperimen relatif lebih panjang dibandingkan bidang lain. Grup penelitian saya sendiri sih termasuk lebih cepat dibandingkan 3 grup lain yang masih harus berkutat di lab saat saya berpamitan pulang pada pukul 9 malam. *berdasarkan pengamatan pribadi*

Singkat cerita, sejak 5 pagi sampai 9 malam, saya tidak berada di rumah, jarang bersentuhan dengan internet maupun alat komunikasi macam HP. Huhuhu. Pulang dari kampus, sampai di rumah segera mandi, sholat isya', makan malam nonton Tv sambil baca2 catatan, lalu berangkat ke peraduan pukul 11. Subuh bangun, sholat, berangkat ke tempat baito, dilanjutkan ke kampus. Huff. Sampai saat ini sih masih kuat, namun entah bisa bertahan sampai kapan. Masih dalam proses adaptasi. Bisa jadi harus meluangkan sedikit waktu untuk memenuhi hak tubuh ini beristirahat.

Jadi persentase waktu saya : 13% di tempat Baito, 45% di Kampus, 30% di rumah (mostly buat tidur malam). Sisanya yah, di tempat belanja, di atas sepeda, dalam perjalanan... *Fyuh*

Kira-kira beginilah kehidupan mahasiswa engineering di Jepang. Oops...koreksi: Mahasiswa jurusan kimia bidang bio-inorganik di Jepang yang punya kerja sambilan. Akhir pekan sangat dinantikan untuk menikmati rumah dan dunia yang belum sempat terjamah pada hari kerja. ^_^ well... itupun kalau akhir pekan belum tergerus janji yang harus ditepati.


ReAD MoRE・・・

Sunday 22 March 2009

Lost In Hongkong [1]

Ceritanya saya tidak langsung beradaptasi dengan kondisi di Hongkong. Tapi saya cukup beruntung karena mudah sekali menemukan lawan bicara berbahasa jawa/Indonesia. Sungguh! Di hari libur orang-orang Indonesia berserakan di pusat-pusat keramaian, perempatan, dan tentu saja bisa dipastikan anda bisa menjumpai para pejuang devisa di sekitar Islamic Center di Kowloon. Berkat merekalah saya bisa menemukan masjid Wanchai, setelah nekad berangkat berbekal peta dan beberapa dolar Hongkong dalam dompet.


Saya bersyukur sekali menemukan suasana yang begitu mengindonesia di Hongkong. Teriakan menjajakan gorengan, pecel, bakso, soto, nasi campur, sampai kartu telepon membahana sepanjang trotoar di Nathan Road. Kebanyakan mereka menyangka bahwa saya sedang berkunjung dalam rangka lawatan bisnis. Hihi. Tapi setelah saya cerita, eh, saya malah dijamu dengan bakso, teh hangat, lalu dipandu menyusuri lorong kereta bawah tanah plus bonus tiket dari Wan Chai sampai stasiun terdejat ke hotel tempat saya menginap. Alhamdulillah. Rasa persaudaraan sebangsa seagama itu begitu indah!

*to be continued*


ReAD MoRE・・・

Friday 20 March 2009

Urusan

Urusan di kampus alhamdulillah beres. Tiket pesawat dan akomodasi yang dijanjikan alhamdulilah sudah terkonfirmasi. Ijin tidak masuk partime juga sudah turun. Setelah berbagai urusan fisik terselesaikan, saatnya memenuhi kebutuhan mental : Persiapan Batin.  Dengan menyebut nama Allah yang maha Pemurah dan Penyayang... 

Akhir pekan lalu, saya meminta pembekalan sederhana dari seorang guru. Bener-benar dari seseorang yang profesinya adalah guru. Beliau memiliki kemampuan interpersonal yang baik dan punya cara penyampaian gagasan yang unik. Well, wawancara kali ini bukan pertama kali, tapi selalu ada baiknya mengingat dan mempersiapkan kembali. Beberapa poin yang saya peroleh :

1. Persiapkan hati. Yakinlah bahwa rejeki yang kita usahakan/jemput sumbernya baik.

2. Senyum dan kontak mata. Jangan duduk sampai dipersilakan. Bahasa tubuh yang elegan.

3. Beri jawaban yang nyambug dengan pertanyaan.

4. Jangan memberikan jawaban egois yang selfcenter.

5. Cek lokasi wawancara. Alhamdulillah pesawat saya dijadwalkan sehari sebelum hari-H, bisa plesir sambil survey lokasi.

6. Baju formal yang sopan.

7. Bicara dengan intonasi yang mantap, tidak terburu-buru karena hanya akan memperburuk pelafalan dan rawan keseleo lidah.

8. Logika yang runtut, tidak melompat-lompat.

Kira-kira begitulah poin yang bisa saya tuliskan. Hmm....


ReAD MoRE・・・