"Emangnya salah kalau saya mau masuk kantor tepat waktu?!"
Teriakan ini terdengar dari seorang pria komuter di stasiun Pondok Ranji. Well, memang anda harus berusaha sekuat tenaga untuk menembus benteng manusia dalam kereta komuter Serpong-Tanah Abang di stasiun ini. Pondok ranji adalah stasiun terakhir untuk menaikkan penumpang sebelum memasuki wilayah DKI Jakarta. Pada kebanyakan kasus, para komuter yang naik dari Pondok Ranji akan sulit diangkut pada jam berangkat kantor. Penumpang kereta sudah memenuhi gerbong dari 2 stasiun sebelumnya.
Baiklah Bapak, anda tidak salah ingin masuk kantor tepat waktu. Salahnya sepertinya anda terlalu siang berangkat ke kantor :-p Tapi ini adalah resiko bagi komuter : (kata orang) tua di jalan.
+*+*+*+*+*+*+*+
Bermukim di Jakarta sedikit kurang cocok dengan kantong dan lingkungan yang kami inginkan. Akhirnya bergabunglah kami saya menjadi komuter dari kota satelit. Tunggu! Jangan protes dulu. Insyaallah saya tidak turut menyumbang kemacetan di Jakarta. Angkutan umum tetap setia saya gunakan.
Setelah berumah tangga dan dikaruniai amanah seorang anak, rumah menjadi salah satu kebutuhan yang ingin dipenuhi. Mudah? Iya kalau sekedar menempati, mungkin tidak kalau ingin memiliki. Sambil meluaskan pandangan mata terkait lingkungan, akses dan fasilitas, kami sepakat untuk menikmati kemudahan akses dan nyamannya lingkungan di sektor 14.6, BSD City, Kota Tangerang Selatan.
Beberapa hal yang direkomendasikan saat mencari rumah tinggal sementara :
1. Pilih lokasi yang mudah akses dan tersedia moda transportasi umum.
Khusus bagi saya : dalam radius kurang dari 5 km dari stasiun kereta. Hal ini penting karena kami baru memulai bahtera keluarga muda, belum banyak memiliki aset. Dukungan lingkungan penting dalam hal transportasi. Angkot, bus, kereta, ojeg atau taksi harus bisa dikontak selama 24jam.
2. Survey langsung ke lokasi yang diinginkan.
Banyak rumah potensial yang tidak diiklankan di internet. Beberapa kondisi seperti tingkat okupansi rumah di lingkungan, posisi rumah apakah lebih tinggi/rendah dari jalan, potensi keamanan, kemudahan ke sarana ibadah dan perbelanjaan.
3. Bukan perumahan baru atau perkampungan.
Dari hasil pengamatan, perumahan/cluster baru yang langsung habis terjual dalam tempo singkat tidak akan dihuni oleh pemiliknya dalam waktu dekat. Kebanyakan rumah akan kosong dan kendaraan pribadi (mobil) akan lebih diperlukan untuk akses menuju keramaian. Harga sewa sedikit lebih rendah sih...
Bagaimana dengan perkampungan? Err, saya bukan anti kampung, namun kondisi sosialnya membuatnya saya kurang tenang meninggalkan anak istri di rumah. Kondisi perkampungan di sekitar perumahan amat jauh berbeda dengan yang dipertontonkan oleh si Doel Anak Sekolahan. Bisa jadi ini akibat pergesaran nilai seiring perkembangan jaman.
+*+*+*+*+*+*
Baiklah perlu diakui dalam rumah tangga kami diperlukan asisten yang turut membantu pekerjaan sehari-hari. hadirnya buah hati merubah pengalokasian waktu kami. Alasan utamanya, saya tidak ingin baby blues menghinggapi istri. Tapi mencari asisten yang sesuai dengan kriteria dan kebutuhan itu ternyata tidak mudah.
Seperti halnya meminta kemudahan untuk mendapatkan undangan ke baitullah, mencari asisten yang memasuki ranah paling pribadi juga perlu memohon bantuan kepada Sang Maha Pengatur. Bagaimanapun si asisten akan melewati pagar luar hingga dapur, menelisik jendela, lantai dan sekitar kasur. Ya, orangnya harus jujur, bersih, sopan dan mau diatur. :-)
Kami memang berusaha mencari lewat tetangga (bayangkan kalau lokasi di perumahan baru yang tidak ada tetangga atau kawasan elit yang tidak saling kenal...) dan beberapa koneksi antar asisten. Kriterianya seperti di atas. Usaha lahiriyah diiringi dengan untaian doa waktu siang dan malam memohon kemudahan karena kemampuan yang terbatas. Lebay? Saya rasa tidak. Rumah adalah ranah paling pribadi, untuk bertamu saja kalau sudah meminta ijin 3x tidak dibukakan pintu, harus sadar undur diri untuk kembali datang lain kali. Apalagi si asisten adalah 'orang lain' yang akan memasuki rumah (hampir) setiap hari.
Masalah akan muncul, utamanya bila suami-istri bekerja di luar rumah dan mempercayakan rumah beserta isinya (termasuk anak) kepada asisten rumah tangga. Yahaha, ini adalah dilema keluarga muda yang merantau ke jakarta dan jauh dari orang tua. Namun alhamdulillah, istri tercinta masih menjadi ratu rumah sepanjang hari. Nafkah menjadi urusan suami dan kebutuhan aktualisasi diri masih dalam proses investigasi. Semoga Allah memudahkan segenap urusan kami.
Berdasarkan pengalaman menjadi komuter TangSel-Jakarta, beberapa pokok permasalahan untuk keluarga muda adalah :
1. Tempat Tinggal
2. Moda/akses rumah-kantor
3. Asisten RT
4. Quality time dengan keluarga.
Kalau soal berdesak-desakan dalam gerbong KRL, itu mah sudah biasaaa!!
+*+*+*+*+*+*+*+*+
Mengenai rumah, biarpun belum berencana untuk memiliki dalam waktu dekat kami sudah melakukan survei ke beberapa lokasi (di barat dan tenggara Jakarta). Kesimpulannya :
1. Rumah dengan lingkungan dan akses bagus di sekitar Serpong belum sesuai dengan kebutuhan kami. (BSD sektor 1, 10, 12, 14.4, 14.5, beberapa cluster baru... kurang membuat hati tenang)
2. Rumah di Kota Tangerang juga belum ada yang cocok di hati. infrastruktur kota Tangerang menarik hati, tapi perumahan yang ada, agak-agak...... err....
3. Perumahan lama, kualitas rumah tanda tanya, rumah inden banyak yang PHP, paling aman nampaknya beli kavling aja dan dibangun sesuai dengan selera.
Beberapa hal yang direkomendasikan saat mencari rumah tinggal sementara :
1. Pilih lokasi yang mudah akses dan tersedia moda transportasi umum.
Khusus bagi saya : dalam radius kurang dari 5 km dari stasiun kereta. Hal ini penting karena kami baru memulai bahtera keluarga muda, belum banyak memiliki aset. Dukungan lingkungan penting dalam hal transportasi. Angkot, bus, kereta, ojeg atau taksi harus bisa dikontak selama 24jam.
2. Survey langsung ke lokasi yang diinginkan.
Banyak rumah potensial yang tidak diiklankan di internet. Beberapa kondisi seperti tingkat okupansi rumah di lingkungan, posisi rumah apakah lebih tinggi/rendah dari jalan, potensi keamanan, kemudahan ke sarana ibadah dan perbelanjaan.
3. Bukan perumahan baru atau perkampungan.
Dari hasil pengamatan, perumahan/cluster baru yang langsung habis terjual dalam tempo singkat tidak akan dihuni oleh pemiliknya dalam waktu dekat. Kebanyakan rumah akan kosong dan kendaraan pribadi (mobil) akan lebih diperlukan untuk akses menuju keramaian. Harga sewa sedikit lebih rendah sih...
Bagaimana dengan perkampungan? Err, saya bukan anti kampung, namun kondisi sosialnya membuatnya saya kurang tenang meninggalkan anak istri di rumah. Kondisi perkampungan di sekitar perumahan amat jauh berbeda dengan yang dipertontonkan oleh si Doel Anak Sekolahan. Bisa jadi ini akibat pergesaran nilai seiring perkembangan jaman.
+*+*+*+*+*+*
Baiklah perlu diakui dalam rumah tangga kami diperlukan asisten yang turut membantu pekerjaan sehari-hari. hadirnya buah hati merubah pengalokasian waktu kami. Alasan utamanya, saya tidak ingin baby blues menghinggapi istri. Tapi mencari asisten yang sesuai dengan kriteria dan kebutuhan itu ternyata tidak mudah.
Seperti halnya meminta kemudahan untuk mendapatkan undangan ke baitullah, mencari asisten yang memasuki ranah paling pribadi juga perlu memohon bantuan kepada Sang Maha Pengatur. Bagaimanapun si asisten akan melewati pagar luar hingga dapur, menelisik jendela, lantai dan sekitar kasur. Ya, orangnya harus jujur, bersih, sopan dan mau diatur. :-)
Kami memang berusaha mencari lewat tetangga (bayangkan kalau lokasi di perumahan baru yang tidak ada tetangga atau kawasan elit yang tidak saling kenal...) dan beberapa koneksi antar asisten. Kriterianya seperti di atas. Usaha lahiriyah diiringi dengan untaian doa waktu siang dan malam memohon kemudahan karena kemampuan yang terbatas. Lebay? Saya rasa tidak. Rumah adalah ranah paling pribadi, untuk bertamu saja kalau sudah meminta ijin 3x tidak dibukakan pintu, harus sadar undur diri untuk kembali datang lain kali. Apalagi si asisten adalah 'orang lain' yang akan memasuki rumah (hampir) setiap hari.
Masalah akan muncul, utamanya bila suami-istri bekerja di luar rumah dan mempercayakan rumah beserta isinya (termasuk anak) kepada asisten rumah tangga. Yahaha, ini adalah dilema keluarga muda yang merantau ke jakarta dan jauh dari orang tua. Namun alhamdulillah, istri tercinta masih menjadi ratu rumah sepanjang hari. Nafkah menjadi urusan suami dan kebutuhan aktualisasi diri masih dalam proses investigasi. Semoga Allah memudahkan segenap urusan kami.
Berdasarkan pengalaman menjadi komuter TangSel-Jakarta, beberapa pokok permasalahan untuk keluarga muda adalah :
1. Tempat Tinggal
2. Moda/akses rumah-kantor
3. Asisten RT
4. Quality time dengan keluarga.
Kalau soal berdesak-desakan dalam gerbong KRL, itu mah sudah biasaaa!!
+*+*+*+*+*+*+*+*+
Mengenai rumah, biarpun belum berencana untuk memiliki dalam waktu dekat kami sudah melakukan survei ke beberapa lokasi (di barat dan tenggara Jakarta). Kesimpulannya :
1. Rumah dengan lingkungan dan akses bagus di sekitar Serpong belum sesuai dengan kebutuhan kami. (BSD sektor 1, 10, 12, 14.4, 14.5, beberapa cluster baru... kurang membuat hati tenang)
2. Rumah di Kota Tangerang juga belum ada yang cocok di hati. infrastruktur kota Tangerang menarik hati, tapi perumahan yang ada, agak-agak...... err....
3. Perumahan lama, kualitas rumah tanda tanya, rumah inden banyak yang PHP, paling aman nampaknya beli kavling aja dan dibangun sesuai dengan selera.
ReAD MoRE・・・