Wednesday 3 September 2008

Pembodohan Nasional

Baru kali ini ada wacana tentang padi yang bisa dipanen 3 kali dalam sekali tanam tanpa harus mengolah tanah kembali. Namanya keren pula Super TOY-HL. Sempat saya baca, varietas ini merupakan singkatan nama ilmuan penemu yang digabung dengan tokoh pembisik rencana proyek ini yang berinisial HL -ah, sebut saja :Heru Lelono-.


Kenapa kasus seperti ini terjadi? Seorang pemimpin negara hadir bersama istrinya dalam sebuah perayaan Pembodohan Nasional. Ya. Rakyat mana yang tidak teryakinkan kalau komoditas yang mereka urus membawa nama presiden. Presiden gitu loh! Pemimpin Negara! Apalagi negara itu masih kental bau birokrasi dan pengagungan para pemegang kekuasaan. Rekomendasi dari orang nomer satu di wilayah kedaulatan itu otomatis punya arti penting.

Entahlah, haruskah memuji "kecerdikan" sang pemilik ide yang bisa meyakinkan Presiden. Haruskah mencibir sang Pemimpin, seolah tak ada orang Berkapasitas di dekatnya yang bisa memberikan masukan ilmiah. Atau, haruskah mengasihani para petani yang dirundung rugi saat bulan puasa seperti ini? Oh, masih ada satu opsi : Haruskah mengutuk otak dibalik pembodohan nasional kali ini?


Beberapa pelajaran yang bisa dipetik :
1. Keputusan Pemegang Kekuasaan itu dampaknya besar. Jangan asal bikin ketetapan!
2. Dalam bisnis kepercayaan itu penting. Letakkanlah orang yang bisa dipercaya itu dekat-dekat.
3. Ilmu sebelum beramal. Yup, klo kagak ngerti tanya ke ahlinya, ngasal aja bisa bikin bencana.
4. Rakyat harus mulai belajar kritis. Pilihlah pimpinan yang bisa dipercaya, bersih dan peduli. Hehe, tentu saja kalau tidak mau terjadi kasus pembodohan nasional versi 2, 3 ,4, dst.
5.-silakan lanjutkan-


Bisa jadi kasus kali ini ada kaitannya dengan isu energi. Rasanya baru kemarin terjadi. Minyak tanah sempat langka di beberapa wilayah -hingga seorang anak wanita kehilangan 3 kg berat badannya karena tidak bisa memasak- dan penetapan subsidi gas untuk rumah tangga yang mungkin terlalu dini dicanangkan. Kita kekurangan energi. Buktinya dijaman seperti ini masih saja ada pemadaman listrik bergilir, kenaikan harga bahan bakar dan berbagai isu energi lain yang merembet hingga masalah pangan. Yah. Kasus kedelai juga pernah terjadi, khan? Malah dalam kondisi seperti ini petani tebu justru membakar tebu siap panen sebab masih saja gula diimpor.


Bukan tak mungkin para pemegang kekuasaan itu sebenarnya menginginkan solusi untuk kebutuhan energi. Makanya begitu ada usulan berbau energi, perhatian akan segera tersita. Hmm, bukankah untuk listrik tenaga nuklir bisa jadi pilihan? Kebanyakan orang terlalu takut dengan nuklir gara-gara kasus chernobyl, hiroshima, dan Nagasaki. Pada kenyataannya, dampak dari radiasi nuklir tidaklah seheboh yang diberitakan. Kita tak perlu takut dengan nuklir. Itu kata salah seorang dosen saya yang mengukur perubahan intensitas radiasi sebelum dan sesudah kebocoran nuklir di Jepang.


Kalau Jepang kapok dengan nuklir, kenapa nuklir masih menjadi tumpuan penyuplai listrik di negeri ini? Tanpa nuklir, mungkin Jepang tak akan sanggup bermewah-mewah menghias jembatan, bangunan dan jalan dengan lampu warna-warni saat malam. Sedikit menyambung, energi matahari juga bersumber pada reaksi nuklir loh. Jadi, alternatif energi yang efektif dan ramah lingkungan itu ujung-ujunganya ke nuklir juga khan?


*Huhu, isu lingkungan yang mengangkat Listrik Tenaga Surya nampaknya harus melihat lagi sumber energi surya itu. Disamping belum ada bukti bahwa PLTS itu efisien. Perlu lahan luas untuk panelnya, perlu cuaca cerah -pengusir mendung dan hujan-, dan yang pasti harga panelnya masih terlalu mahal.*

No comments: