Wednesday 23 December 2009

Bila Saya Anak Kelas XII

Kuliah itu mahal. Universitas adalah tempat bagi mereka yang pintar dan kaya. Itulah pandangan saya mengenai universitas di Indonesia saat kelas 3 SMA. Mimpi saya untuk melanjutkan pendidikan ke sebuah universitas negeri terpaksa kandas. Ternyata beberapa orang sebelum generasi saya juga pernah memiliki pemikiran yang sama. Solusi yang kami ambil pun mirip: Kuliah gratis di luar negeri. Bedanya, saya melirik Jepang sedangkan beliau-beliau menjatuhkan pilihannya ke negeri lain. Info ini saya dapatkan saat menyimak hal-hal yang dituturkan dalam acara Kick Andy tanggal 28 Oktober 2009 yang lalu.



Saya kemudian merenung, seberapa banyak generasi cerdas bangsa Indonesia yang kurang beruntung? Seberapa banyak pula universitas yang peduli hendak merangkul mereka dengan subsidi silang? Sejauh mana kepedulian pemerintah untuk menyebarluaskan informasi kesempatan menuntut ilmu ke segenap penjuru nusantara? Ternyata masalah kuliah bukan sekedar lulus saringan masuk lalu duduk manis di kampus. Otak saya belum sanggup menawarkan solusi yang realistis. Maka saya berimajinasi tentang gambaran perguruan tinggi idaman : Perguran tinggi favorit yang ramah ke semua lapisan dan mencerdaskan.

Sekarang jaman sedikit berubah. Setidaknya sudah mulai ada sistem yang memberikan peluang kuliah bagi mereka yang kurang beruntung secara ekonomi. Alhamdulillah, ada geliat menuju arah yang lebih baik. Pandangan saya sedikit berubah : Ternyata kesempatan untuk menuntut ilmu pada unversitas di Indonesia tak lagi terbuka hanya bagi mereka yang pintar dan kaya saja. Bila kesempatan sudah terbuka, maka langkah selanjutnya adalah memberikan program pencerdasan yang berkualitas agar universitas tidak dicap sebagai badan pencetak pengangguran terdidik.



Bila saya adalah seorang anak SMA yang kebelet ingin kuliah S1 di Indonesia, maka saya akan memilih universitas yang menyediakan :

1. Tema penelitian yang menjadi tren 10 tahun mendatang.

Saya tidak tahu jurusan apa yang cocok untuk didalami.Akhirnya jalan yang saya ambil adalah jurusan yang saya sukai. Namun masalah tidak berhenti di sini karena di penghujung kuliah saya bertemu dengan tema penelitian yang harus dipilih. Bila universitas adalah gerbang pertama pencetak calon pemikir/ilmuan bangsa, maka ada kewajiban untuk memberikan gambaran tentang masa depan negeri ini. Salah satunya adalah menuliskan tema-tema penelitian yang akan dibutuhkan ahlinya 10 tahun mendatang. Kenapa 10 tahun? Itu adalah waktu normal yang diperlukan seseorang untuk bisa sekolah hingga lulus S3. Seorang Doktor sudah memiliki keahlian yang bisa diaplikasikan untuk kemaslahatan umat.Sepuluh tahun kemudian, saat sebuah tema menjadi tren, Indonesia sudah punya ahlinya. Setidaknya calon ahlinya. Dengan setting seperti ini, insyaAllah akan muncul para ilmuan Indonesia yang menjadi ahli dalam suatu bidang dengan kelas dunia.

Sependek pemahaman saya, peneliti yang menjadi pemenang adalah mereka yang memulai terlebih dahulu, mengumpulkan data lebih dahulu, tahu suatu masalah lebih dalam terlebih dahulu. Sebuah produk penelitian bisa diaplikasikan tidak begitu saja dalam sekejap.

Tentunya tidak semua mahasiswa akan terus meniti jalan akademis hingga doktor. Namun saya pikir penting untuk memberikan visi agar penelitian untuk skripsi atau tesis bukan sekedar menjadi kumpulan tulisan untuk lulus.

2. Jaringan kerjasama dengan universitas di luar negeri.

Beberapa universitas sudah memiliki kerja sama ini. Saya pikir ini menjadi sebuah poin penting saat memilih sebuah universitas. Kenapa? Saya termasuk orang yang percaya bahwa materi kuliah di universitas manapun tiidak akan jauh berbeda. Seorang mahasiswa di jurusan akuntansi akan diberi kuliah yang tak jauh beda. Seorang mahasiswa teknik elektro akan belajar tentang sirkuit. Seorang mahasiswa biologi akan belajar tentang sel dan DNA. Lalu apa yang membuat beda? Dosen dan fasilitas.

Seorang mahasiswa akan belajar tentang konsep berpikir, wawasan dan kebijakan pembimbingnya. Maka mengenal banyak pembimbing akan meluaskan pandangan. Dan seseorang mahasiswa yang tinggal di luar negeri akan mampu menangkap nilai yang dipergunakan di negeri tersebut. Selain tentu saja, fasilitas untuk penelitian mulai alat hingga akses ke jurnal internasional yang akan memperkaya pengetahuan dan pengalaman.

Saya pikir menunda kelulusan satu tahun untuk sebuah pengalaman berharga tidak akan memberikan dampak buruk untuk masa depan. Saya juga ingin menimba pengalaman ke sebuah negeri asing bila memperoleh kesempatan.


3. Kesempatan Aktualisasi Diri.

Dalam hal ini saya akan melihat fasilitas olah raga dan program off-campus seperti klub robot, klub karya ilmiah, klub bahasa asing, klub jurnalis (atau penulisan lah), ekskul karate, taekwondo, judo, silat atau kung fu, dll. Saya selidiki dulu apakah bakat dan minat saya bisa tersalurkan dan berkembang lebih baik di universitas tersebut.

Selain itu saya akan survey sebelum ujian masuk, bertanya kepada bagian mahasiswa atau senior yang sudah kuliah di kampus tersebut tentang kualitas pengajar dan perlengkapan kuliah yang tersedia. Informasi tentang teknologi terkini yang diaplikasikan dalam kampus juga sasaran yang patut diburu.

Kok mau capek-capek? Iya donk. Saya khan akan hidup setidaknya 4 tahun di lingkungan itu. Hal yang menyangkut kehidupan diri harus direncanakan dengan baik. Saya tidak rela masa muda habis di depan meja hanya untuk mengejar nilai A. Well, bukan berarti IP tidak penting namun pengalaman akan menjadi ilmu yang berharga. Contoh idealnya : saya lulus dengan IP 3.60 dengan membawa piagam juara memanah, berenang dan berkuda tingkat nasional, pernah mewakili Indonesia untuk seminar mahasiswa ASEAN bidang lingkungan, berhasil menjadi duta unesco dan keliling duniaaaaaaaa. (Deuh, ini mah terlalu ideal :-D )

4. Keringanan Biaya Kuliah bagi mereka yang berprestasi dan Info Beasiswa.

Saya akan berkorban apapun untuk berprestasi! Prestasi adalah senjata seorang mahasiswa untuk berdakwah. Tanpa perlu berbicara sepatah apapun, saat disebutkan nama kita akan langsung muncul sederet kesan yang membuat orang lain termotivasi. Apalagi kalau ada iming-iming uang kuliah satu semester berikutnya digratiskan. Wow. Saya akan rajin cari info lomba ini-itu dan berusaha agar punya IP yang bagus. Siapa tahu ternyata tidak perlu bayar biaya kuliah selama menuntut ilmu di universitas.

Secara personal, info beasiswa selalu menarik perhatian saya. Bila sebuah universitas memilik jejaring dengan para pemberi beasiswa, sudah barang pasti saya rela masuk ke situ. Bila perlu pada awalnya saya akan nekad terjun ke Universitas itu setelah lulus ujian masuk : Menginap di Masjid sambil mencari rejeki sebagai pengamen atau profesi apapun asal halal.

5. Proyeksi karir paska wisuda.

Secara singkat adalah informasi tentang kelanjutan studi atau kerja. Syukur-syukur kalau sudah terjalin kerja sama dengan balai penelitian A, perusahaan B, PT S, Firma M, dll.

Sayangnya fakta mengatakan bahwa masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi ijasah dan label perguruan tinggi. Padahal setelah masuk ke dunia kerja belum tentu kita akan ditanya berapa IP kita, lulus dari universitas mana. Bisa jadi untuk suatu jurusan mudah sekali lulus dengan predikat cum-laude, sementara untuk jurusan lain buat dapet nilai A saja harus berjuang mati-matian. Saya akui untuk lolos saringan administrasi awal, mutlak bahwa IP minimal harus dipenuhi. Jadi, akan bijak rasanya kalau urusan IP ini lebih dipermudah dengan mempertimbangkan kondisi setiap mahasiswa. Caranya? Hmm. Gimana ya.

* Ujian yang mencerdaskan. Mahasiswa tidak perlu menghafal materi yang memerlukan pemahaman, boleh open book, tapi wajib menuliskan argumen dan penjelasan. Untuk soal hitungan dengan rumus yang rumit, kalau tidak hafal khan gawat, padahal belum tentu si mahasiswa tidak bisa mengerjakan. --> Mahasiswa juga gak perlu pakai cara gak halal buat dapat nilai bagus.
** Laporan yang orisinil dan ide kreatif.
Tapi para dosen sempat membaca semua laporan yang masuk tidak yah?
*** Presentasi dan diskusi : Melatih kemampuan interpersonal, komunikasi, dan memahami orang lain.

Mungkin gak yah mahasiswa di evaluasi dengan ketiga cara di atas?

***

Pertanyaannya sekarang, adakah universitas yang memenuhi kelima syarat saya di atas? Mungkin saja ada, tapi saya tidak tahu karena kekurangan informasi. Oleh karena itu saya sebagai anak SMA yang kebingungan akan sangat berterima kasih bila :

1. Ada pengenalan tentang program unggulan di Universitas ke SMA saya dari pihak kampus.
2. Alumni SMA saya berinisiatif mengadakan acara pengenalan jurusan.
3. Kalau SMA saya sulit di jangkau karena terpencil dan akses internet susah, saya akan senang sekali membaca pamflet dari suatu universitas.

Bila saya anak kelas XII, 4 tahun lagi saya ingin lulus dari Universitas terbaik di Indonesia sesuai pilihan saya dengan wawasan yang luas, akhlak yang baik, dan ilmu yang (akan) bermanfaat. Saya kuliah untuk menuntut ilmu, memperluas wawasan, melebarkan jaringan dan mendapatkan keahlian. InsyaAllah ini akan menjadi bekal yang baik untuk menapak masa depan, tanpa perlu tergantung pada nama universitas atau takut sulit mendapat sumber penghidupan. Bukankah yang penting adalah tetap punya pekerjaan, bukan punya pekerjaan tetap? \^o^/



::Tulisan ini saya beranikan untuk diikutsertakan dalam lomba blog UII. Terima kasih atas info seorang kawan yang saya terima pada awal Pebruari 2010. Semoga saja sesuai dengan tema yang dimaksud. Ehehe. ^_^ ::


2 comments:

Anonymous said...

Salam kenal.... selamat sudah menjadi salah satu pemenang kompetisi blog UII.

# sunuhadi # said...

Salam kenal juga.
Terima kasih atas ucapannya. Semoga tulisan ini bisa lebih bermanfaat dari sekedar menjadi pemenang kompetisi saja. (bisa gak yah? semoga aja eheheheh)