"Tahu gak, semalam ada Black Santa masuk ke Lab?" Yoshiyuki membuka pembicaraan sore itu.
Anak-anak lain saling berpandangan dengan tatapan penuh makna.
"Ah, tahu! Tahu! Yang itu khan?" Hiro ikut masuk perbincangan.
"Yahaha, bukannya hadiah yang dibawa, adanya malah marah-marah," sahut yang lain.
Kebetulan saja hari itu tanggal 25 Desember, namun tak ada yang spesial. Aktivitas di lab berlangsung seperti biasa. Hanya satu agenda khusus hari itu : Kami melakukan bersih-bersih total akhir tahun.
Satu hari sebelumnya, group penelitian saya mengadakan pesta akhir tahun. Kami berkumpul di ruang profesor. Semua berharap suasana malam itu akan menyenangkan. Saya sendiri ikut berbelanja membeli jus dan cemilan. Perbincangan seputar penelitian, isu terkini, hingga cerita profesor yang sempat masuk rumah sakit mengalir begitu saja. Semua wajah dihiasi senyum. Dua jam pertama benar-benar sukses menjadi ajang keakraban.
Tiba-tiba saja suasana berubah begitu Profesor saya pulang. Pimpinan grup penelitian saya mulai mengoceh tak jelas. Oh, tidak. Apa yang saya khawatirkan sepertinya terjadi. Dia mabuk setelah minum berkaleng-kaleng bir yang dibawanya sendiri.
Isi ocehannya adalah kisah perjuangannya sampai mendapat gelar doktor. Orang yang masuk ke Lab, harus siap menjadi aneh. Jangan mengharapkan kehidupan seperti orang normal. Masuk lab selama 365 hari dalam setahun adalah keharusan. Dia sendiri selalu melewati tahun baru di dalam Lab, bersama mesin-mesin dan bahan kimia.
"Kamu bisa membayangkan tidakkk?!!" Dia berteriak.
"Waktu aku masih tingkat empat, aku tinggal di Lab mulai bulan September. Tidur beralaskan kardus sambil menunggui mesin yang sedang bekerja. Kalian bisa seperti itu tidak??" ceracauannya masih berlanjut.
Dia masih terus bicara. Satu jam, dua jam, tiga jam berlalu. Saya mulai tak sabar. Ingin pulang saja. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam.
"Kamu meremehkan aku yah?! Jangan pikir kamu sudah bekerja keras selama ini! Kerja kerasmu tidak bisa dibayangkan denganku!"
"Tidak, saya tidak meremehk..."
"Bohong! Aku tahu kamu meremehkan aku. Berdiri! Cepet berdiri kau!" Cepat dia menukas kata-kata Tatsuya, teman grup saya. Dia berjalan ke arah Tatsuya, mencengkram kerah dengan tangan kirinya.
Apa buktinya kalau kamu tidak meremehkanku, Hah?!" Tangan kanannya diangkat ke udara.
Plak!!
Tatsuya memegang pipinya yang merah. Kami terkejut. Kami tak pernah berpikir akan terjadi pemukulan di Lab ini. Emosinya sepertinya masih belum terkendali.
"Kenapa memukul, saya?" Tatsunya akhirnya buka suara.
"Kamu mahasiswa bodoh! Apa guannaya datang paling pagi, pulang jam 2 tiap hari, tapi tak ada hasil?!"
"Apakah hasil adalah segalanya?"
"Tentu sajaaa!!" Suaranya makin meninggi.
" Tahu tidak, waktu master tahun pertama, sudah ada permintaan padaku untuk memberikan kuliah. Hebat gak? Kamu bisa gak?!"
Mana-san, satu-satunya perempuan di grup nampak mulai tak nyaman. Mana-san memandangi mahasiswa doktor, tatapannya mengatakan : Tolong lakukan sesuatu, ini sudah keterlaluan. Tapi tak ada yang bergerak, mereka hanya menunduk. Mana-san mulai menangis, berdiri lalu lari keluar ruangan. Sepertinya dia sudah tak tahan.
Pimpinan grup mulai tenang. Cengkramannya pada baju Tatsuya lepas. Dia kembali duduk.
"Kenapa pula menangis. Aku paling benci wanita yang menangis. Sebagai lelaki aku tak bisa berkata-kata lagi, khan. Ah sudahlah. Aku harus pulang. Hahaha..."
Horor berakhir. Black Santa pulang. Kami membereskan ruangan profesor yang berantakan. Saya biasa pulang jam setengah satu, tapi hari itu rasa capek berlipat-lipat dari biasanya.
***
"Sebaiknya kamu cerita saja ke profesor soal pemukulan itu." Saya memberikan pendapat kepada Tatsuya.
"Bagaimana mungkin? Aku masih di Lab ini sekurangnya sampai 2 tahun lagi. Bagaimana jadinya kalau hubungan dengan pimpinan jadi buruk gara-gara aku melapor? Bagaimana nanti aku bisa bertahan?"
Saya ambil nafas. Saya paham sedikit mengenai kekhawatiran Tatsuya. Saya prihatin. Tatsuya sudah mengorbankan banyak hal untuk penelitiannya. Akhir pekan dia habiskan di Lab. Dia datang paling pagi, pulang paling akhir. Apakah usahanya kurang? Apakah salah kalau memang penelitiannya belum berhasil? Kami masih mahasiswa. Kami yang BAYAR uang kuliah.
"Susah yah, grup kalian." Jun menimpali obrolan sore itu.
"Betul. Keputusan kamu untuk pindah Lab betul, Sunu." tambahnya.
"Wah-wah, pesta akhir tahun yang seharusnya menyenangkan malah jadi tragedi dengan kehadiran Black Santa."
"Hehhh..."
Anak-anak lain saling berpandangan dengan tatapan penuh makna.
"Ah, tahu! Tahu! Yang itu khan?" Hiro ikut masuk perbincangan.
"Yahaha, bukannya hadiah yang dibawa, adanya malah marah-marah," sahut yang lain.
Kebetulan saja hari itu tanggal 25 Desember, namun tak ada yang spesial. Aktivitas di lab berlangsung seperti biasa. Hanya satu agenda khusus hari itu : Kami melakukan bersih-bersih total akhir tahun.
Satu hari sebelumnya, group penelitian saya mengadakan pesta akhir tahun. Kami berkumpul di ruang profesor. Semua berharap suasana malam itu akan menyenangkan. Saya sendiri ikut berbelanja membeli jus dan cemilan. Perbincangan seputar penelitian, isu terkini, hingga cerita profesor yang sempat masuk rumah sakit mengalir begitu saja. Semua wajah dihiasi senyum. Dua jam pertama benar-benar sukses menjadi ajang keakraban.
Tiba-tiba saja suasana berubah begitu Profesor saya pulang. Pimpinan grup penelitian saya mulai mengoceh tak jelas. Oh, tidak. Apa yang saya khawatirkan sepertinya terjadi. Dia mabuk setelah minum berkaleng-kaleng bir yang dibawanya sendiri.
Isi ocehannya adalah kisah perjuangannya sampai mendapat gelar doktor. Orang yang masuk ke Lab, harus siap menjadi aneh. Jangan mengharapkan kehidupan seperti orang normal. Masuk lab selama 365 hari dalam setahun adalah keharusan. Dia sendiri selalu melewati tahun baru di dalam Lab, bersama mesin-mesin dan bahan kimia.
"Kamu bisa membayangkan tidakkk?!!" Dia berteriak.
"Waktu aku masih tingkat empat, aku tinggal di Lab mulai bulan September. Tidur beralaskan kardus sambil menunggui mesin yang sedang bekerja. Kalian bisa seperti itu tidak??" ceracauannya masih berlanjut.
Dia masih terus bicara. Satu jam, dua jam, tiga jam berlalu. Saya mulai tak sabar. Ingin pulang saja. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam.
"Kamu meremehkan aku yah?! Jangan pikir kamu sudah bekerja keras selama ini! Kerja kerasmu tidak bisa dibayangkan denganku!"
"Tidak, saya tidak meremehk..."
"Bohong! Aku tahu kamu meremehkan aku. Berdiri! Cepet berdiri kau!" Cepat dia menukas kata-kata Tatsuya, teman grup saya. Dia berjalan ke arah Tatsuya, mencengkram kerah dengan tangan kirinya.
Apa buktinya kalau kamu tidak meremehkanku, Hah?!" Tangan kanannya diangkat ke udara.
Plak!!
Tatsuya memegang pipinya yang merah. Kami terkejut. Kami tak pernah berpikir akan terjadi pemukulan di Lab ini. Emosinya sepertinya masih belum terkendali.
"Kenapa memukul, saya?" Tatsunya akhirnya buka suara.
"Kamu mahasiswa bodoh! Apa guannaya datang paling pagi, pulang jam 2 tiap hari, tapi tak ada hasil?!"
"Apakah hasil adalah segalanya?"
"Tentu sajaaa!!" Suaranya makin meninggi.
" Tahu tidak, waktu master tahun pertama, sudah ada permintaan padaku untuk memberikan kuliah. Hebat gak? Kamu bisa gak?!"
Mana-san, satu-satunya perempuan di grup nampak mulai tak nyaman. Mana-san memandangi mahasiswa doktor, tatapannya mengatakan : Tolong lakukan sesuatu, ini sudah keterlaluan. Tapi tak ada yang bergerak, mereka hanya menunduk. Mana-san mulai menangis, berdiri lalu lari keluar ruangan. Sepertinya dia sudah tak tahan.
Pimpinan grup mulai tenang. Cengkramannya pada baju Tatsuya lepas. Dia kembali duduk.
"Kenapa pula menangis. Aku paling benci wanita yang menangis. Sebagai lelaki aku tak bisa berkata-kata lagi, khan. Ah sudahlah. Aku harus pulang. Hahaha..."
Horor berakhir. Black Santa pulang. Kami membereskan ruangan profesor yang berantakan. Saya biasa pulang jam setengah satu, tapi hari itu rasa capek berlipat-lipat dari biasanya.
***
"Sebaiknya kamu cerita saja ke profesor soal pemukulan itu." Saya memberikan pendapat kepada Tatsuya.
"Bagaimana mungkin? Aku masih di Lab ini sekurangnya sampai 2 tahun lagi. Bagaimana jadinya kalau hubungan dengan pimpinan jadi buruk gara-gara aku melapor? Bagaimana nanti aku bisa bertahan?"
Saya ambil nafas. Saya paham sedikit mengenai kekhawatiran Tatsuya. Saya prihatin. Tatsuya sudah mengorbankan banyak hal untuk penelitiannya. Akhir pekan dia habiskan di Lab. Dia datang paling pagi, pulang paling akhir. Apakah usahanya kurang? Apakah salah kalau memang penelitiannya belum berhasil? Kami masih mahasiswa. Kami yang BAYAR uang kuliah.
"Susah yah, grup kalian." Jun menimpali obrolan sore itu.
"Betul. Keputusan kamu untuk pindah Lab betul, Sunu." tambahnya.
"Wah-wah, pesta akhir tahun yang seharusnya menyenangkan malah jadi tragedi dengan kehadiran Black Santa."
"Hehhh..."
No comments:
Post a Comment