Saturday 12 March 2016

Tentang Ilmu

Akhir-akhir ini saya mulai geregetan dengan arus informasi di sosial media yang saya ikuti. Banyak informasi yang sulit dikonfirmasi kebenarannya, namun tak jarang menjadi viral karena keterbatasan perangkat untuk memastikan keabsahan suatu berita. Sayangnya berita/informasi ini lalu dijadikan rujukan(yang diyakini) valid untuk membela suatu isu. Maka saya sangat paham saat istri saya menutup salah satu akun medsosnya karena informasi itu lalu menggandeng emosi dan tralalalala... debat pun menjadi-jadi, yah tak banyak manfaat untuk terlibat lebih jauh. Tinggalkan saja.

Eh, apa hubungannya dengan ilmu yang saya jadikan topik tulisan kali ini? 

Dalam perenungan saya sepanjang perjalanan kereta Jakarta-Yogya, saya coba menganyam info-info yang tercetak dalam otak ini. Saya tertarik dengan bahasa dan suka mengutakatik untuk bisa paham kisah-kisah huruf yang tersusun itu.

Ilmu, diserap dari bahasa Arab, 'ilm ('ain, lam, mim). Huruf yang sama menyusun semesta ('alamin), tanda/alamat ('alamat),pemilik ilmu ('ulama). Akar kata yang berbeda dengan informasi/berita. Jadi peyampai berita itu belum tentu orang yang 'alim (berilmu), beda banget derajatnya. Kok bisa? 

Pernah dengar kalau orang yang berilmu itu diangkat beberapa derajat? -yah, yang punya ilmu apapun, asalkan berada dalam lingkungan dan waktu yang tepat. Saya pikir ini adalah sifat rahman yang berlaku buat semua makhluk.

Kalau kata saya, kericuhan medsos itu salah satu sebabnya yah karena ada orang-orang yang merasa udah jadi orang berilmu, padahal levelnya baru orang berberita, lalu merasa paling benar, lalu merasa bisa menjadi penentu kebenaran (hakim?) perkara.

Dalam sebuah kajian (dan saya sepakat dengan yang disampaikan) ilmu itu adalah seperangkat keahlian untuk menemukan alamat. Alamat siapa? Alamat sumber segala ilmu, Tuhan. Simpulan singkatnya, orang yang paripurna ilmunya adalah mereka yang menemukan tanda/alamat Tuhan, lalu meniti jalan kesana dengan berserah diri.

Ilmu itu bisa dibaca dari lembaran-lembaran alam semesta yang secara proaktif dikaji oleh manusia melalui segala cabangnya, atau diajarkan langsung oleh Tuhan. Dimana bisa kuliah/belajar langsung sama Tuhan? Ada di Kitab/Al Quran. 

Misalnya, Ilmu waris, hutang-piutang yang ada hubungannya dengan harta, prosedur dan hitung-hitungannya sangat detail diajarkan. Tapi apakah sudah dipahami dan dijalankan?

Quran sendiri berfungsi sebagai petunjuk untuk memperoleh ilmu-ilmu yang akan membawa kita bertemu dengan Tuhan. Membaca alam semesta seharusnya juga mengarahkan pada alamat Tuhan, bila  tidak menentang fitrah.

Orang yang disisinya ada ilmu dari Kitab bisa memindahkan singgasana Ratu Balqis dari Yaman ke Baitul Maqdis lebih cepat dari mata berkedip. Yes, Beliau ini menang tender Nabi Sulaiman yang hanya bisa diikuti bidder-bidder besar saja pada masa itu.

Ilmu bersanding dengan iman yang pada banyak kasus tidak bisa diwariskan ke anak keturunan. Keduanya adalah karunia, Orang tua yang shalih dan banyak ilmu tidak selalu menghasilkan keturunan yang setara derajatnya, bahkan untuk level nabi/rasul sekalipun. Dengan segala keterbatasan yang  kami miliki, pertolongan dan rahmat Allah lah yang diharapkan untuk menjaga anak keturunan kami agar bisa meniti jalan iman dan ilmu menuju golongan orang-orang yang menang, sebagaimana dicontohkan Ibrahim a.s yang mendoakan anak keturunannya, sebagimana dicontohkan Muhammad SAW yang begitu mencintai umatnya hingga detik terakhir....

Indikator ilmu (bagi saya pribadi) : 
1. Memahami ayat semesta lalu mengaplikasikannya
2. Mengenali tanda Tuhan lalu bersegera mendekat dengan berserah diri

Kalau belum mengindikasikan dua hal di atas, bisa jadi bukan ilmu yang sudah sampai, tapi baru berupa sekumpulan info/berita atau data-data yang belum cukup untuk ditarik kesimpulan.


No comments: