”結果は。。。合格です。”
Mimpi? Ah, ternyata tidak. Oops. Alhamdulilah! Siapa sangka saya akan mendapatkan hasil ujian Master, langsung setelah wawancara berakhir. Tapi itu yang terjadi hari ini. Bukan hanya itu....
"試験の結果を見たら、入学料と学費は免除できます。あとは、生活費ですね。まあ、国費に比べたら大したものじゃないけど、奨学金を提供します。 と。。 バイトですね。”
Ya, Allah. Maka manakah nikmat-Mu yang bisa aku dustakan?
Perasaan, kemarin saya baru saja ikut ujian tulis, hari ini wawancara, dan hari ini pula saya merasa tidak punya alasan untuk menolak tawaran ini.
Sungguh berbeda dengan univ lain yang tidak memberikan respon apapun selama 5 bulan pasca wawancara. => saya terlanjur sakit hati sekaligus ragu dengan janji-janji dan komitmen berbusa-busa yang digemborkan. Huh! *tapi sebenarnya ngarepin sih, setidaknya sampai 2 minggu lalu*
Sungguh sudah satu bulan ini saya berada dalam keadaan yang sempit. Ayah mendadak kena stroke. Kondisi beliau tidak stabil, demam 39 derajat, dan tidak sadar. Saya ingin segera pulang, namun kakak saya melarang.
"Nanti saja. Sekarang konsentrasi dulu buat ujian master kamu," begitu katanya.
Saya menurut. Sebagai gantinya tiap hari saya menanyakan perkembangan kondisi ayah. Alhamdulillah kondisi beliau perlahan membaik. Maka yang menjadi pikiran berikutnya adalah biaya rumah sakit. Kami bukan keluarga PNS dan meskipun miskin, tidak punya askes. Biaya kamar, obat dan lain-lain menurut estimasi saya akan mencapai angka jutaan rupiah. Tabungan saya tinggal sedikit setelah (hampir) semuanya saya kirim untuk membayar hutang keluarga. Akhirnya saya menelepon seorang sahabat. Biasalah, ngutang :D
Alhamdulillah sahabat itu percaya kalau saya akan mengembalikan sesuai janji (well, ini bukan pertama kali sih, saya sering kepepet kok :D ) sehingga setidaknya saya bisa sedikit lega soal biaya rumah sakit. Selanjutnya adalah menunggu upah baito ditransfer ke rekening saya buat bayar utang.
Sekitar dua hari lalu saya mendapat khabar kalau ayah sudah sadar, bisa buka mata dan bisa merespon saat diajak bicara meskipun dengan suara pelo yang tidak jelas. Ini kemajuan dari seseorang yang kena stroke. Hari yang sama kakak minta ijin saya untuk men-scan kepala ayah untuk mengetahui penyebab stroke. Biasanya terjadi pendarahan di otak, katanya. Kenapa minta ijin segala? Hihi, karena saya yang bayar biayanya. Enam ratus ribu rupiah kalau tidak salah ingat. Kenyataannya, scan tidak bisa dilakukan dengan segera karena mesinya tidak dalam kondisi yang bagus (baca : rusak T_T ).
Uang di rekening saya bersisa beberapa RIBU yen. Alhamdulillah saya masih ada sisa beras untuk bertahan sampai beasiswa turun bulan ini. Alhamdulillah seorang sahabat yang hendak meinggalkan Jepang mewariskan energen, milo dan sambal pecel yang bisa saya pakai survival. Alhamdulillah uang saya masih cukup untuk beli kecambah dan telur.
Tapi tapi... gimana dengan tahun depan? Beasiswa saya berakhir bulan Maret 2010. Artinya, saya tidak bisa leluasa mengirim uang ke Indonesia. Artinya, ayah harus segera diikutkan terapi selagi masih ada biaya. Artinya saya harus kembali berburu beasiswa.
Sebenarnya kekhawatiran ini sudah ada semenjak tahun lalu, maka saya membuat 5 rencana untuk 2010.
1. Plan A : Daftar discovery scholarship dari KAUST, lumayan nambah uang kiriman. Alhamdulillah lolos jadi finalist dan saya sebenarnya cukup yakin akan diterima hingga 5 bulan setelah wawancara tiada khabar berita, keyakinan saya pudar lah sudah. Univ kayak gini gak bisa diharapkan! *to katteni kimeta*
2. Plan B : Daftar NUGELP, ada peluang bebas biaya kuliah selama dua tahun n dapet beasiswa. Gak terlalu repot karena Nagoya University masih ada di Nagoya :D. Sambil berencana untuk internship ke Eropa setelah lebaran 2010.
3. Plan C : Bertahan di NIT, melanjutkan penelitian yang sekarang, dapet hasil bagus, ikut conference dalam dan luar negeri, lalu mengajukan keringanan biaya kuliah sambil mohon bantuan sensei buat beasiswa. Setelah lulus ujian master di NIT, rencana saya akan menghadap sang profesor, mengutarakan kondisi finansial saya. Masak tega sih membiarkan saya terlantar dan menderita setelah banyak berusaha.... Allah saja maha pemurah kok!
4. Plan D : Daftar beasiswa Erasmus Mundus ke Eropa. Saya sudah mempersiapkan motivation letter, surat rekomendasi, transkip nilai dalam bahasa Inggris dan ikut ujian TOEFL yang alhamdulillah skornya memenuhi persyaratan buat daftar. Tinggal menunggu pendaftaran dibuka saja bulan November.
5. Plan E : Pulang memanfaatkan fasilitas terakhir dari Monbusho, sambil kirim email ke sempay-sempay memohon info peluang kerja . *melasnya diriku T_T* tapi secara diam-diam pengen kong-kalikong ama garuda supaya tiketnya bisa dibikin PP, terus bertahan di Jepang dg visa extensi 3 bulan : mati2an ngumpulin modal usaha.
Maka hari ini, saya memutuskan untuk menjalankan Plan B. Bertahan sedikit lebih lama di Jepang sambil kuliah di program internasional. (baca: kuliahnya dalam bahasa Inggris). Pengalaman dua kali ujian di Jepang (Memang sengaja tidak pakai suisen sih, yang pertama karena ingin tahu seberapa susah masuk Univ dengan jalur biasa, yang kedua, karena emang gak bisa mengajukan suien ;D :D ) meyakinkan saya bahwa Allah tuh sesuai dengan persangkaan hamba-Nya. Dan Allah tahu mana yang lebih baik. Hmm, mungkin hanya untuk kasus saya, atau saya aja yang ke-geer-an.
Misalnya :
1. Saya yakin dapet perpanjangan beasiswa meskipun saya punya dua nilai B dan satu nilai C sewaktu di kosen. Konon kalau tidak AAAAAAAAAaaaaa semua, susah dapet. Itu mah bo'ong. Kalau memenuhi syarat insyaAllah dapet.
2. Saya menyangka dapet perpanjangan 2 kali susah, lalu bikin 5 rencana di atas sambil giat baito. Akhirnya nilai saya jadi gak memenuhi syarat buat perpanjangan monbusho. Coba saya optimis kalau asalkan nilai saya di Univ AAAaaaaaaaa semua, insyaAllah dapet, mungkin saja saya bisa dapat. Alasannya : Nilai saya memenuhi syarat. Saingan saya sesama penerima monbusho di Univ ini cuman satu biji. **Studi kasus dan pengalaman mengatakan perpanjangan monbusho kedua kalinya itu, hanya bisa merangkul satu anak saja dalam satu universitas, dengan nilai AAAAAAaaaaaa semua (atau SSSSSSSSS sss semua kali yah). Perpanjangan ketiga kali juga bisa, kalau masih kekeuh pingin kuliah ^_^.
Dua tahun lalu saat saya ikut ujian transfer ke Universitas, sebagian besar waktu saya tercurah untuk persiapan ke Kyoto University. Sampai dibela-belain belajar kalkulus di ruang sensei lulusan Todai, menyambangi ruang-ruang sensei buat mengerjakan soal-soal tahun sebelumnya bersama-sama, dll, dll, dll. Intinya pengen bener masuk sana lah. Kenyataannya saya gagal dan justru diterima di Hiroshima univ, yang saya mulai belajar 3 hari sebelum berangkat ujian, juga di NIT, dimana saya hanya belajar mengerjakan soal tahun-tahun lalu, yang saya download 2 minggu sebelum ujian. Nah loh!
Saya tidak ingin mengatakan saya lulus di dua univ itu karena saya pintar. Tapi secara Dia sudah mengatur suapaya soal yang keluar adalah soal yang bisa saya kerjakan. *Ohoho, sepertinya masih ada yang ragu*. Kasus ini kembali berulang tahun ini saat saya daftar ke Nagoya University. Saya baru belajar sejak minggu ke-4 Juli, sedangkan ujian adalah tanggal 6 dan 7 Agustus. Seperti biasa, saya hanya donlot soal-soal tahun lalu, lalu mendekam dalam perpusatakan baca beberapa buku yang relevan dengan soal yang ada.
Ternyata soal yang keluar di Ujian, sedikit berbeda dengan yang saya pelajari. Tapi Alahmdulillah waktu SMA dulu saya cukup rajin mendengarkan dan memahami penjelasan guru, sehingga saya bisa menjawab dengan baik *menurut saya,loh*.
Intinya sih, percaya gak percaya, saya percaya kalau Allah sudah mengatur segalanya kok. Sukses atau tidak itu wilayah Allah, maka tugas saya sebagai manusia yang (ingin) baik adalah berusaha semaksimal mungkin, mencari kesempatan sebanyak mungkin (karena khan kita gak tau mana yang benar-benar baik, khan?), lalu tidak segara patah arang bila ternyata pilihan yang kita ambil terntara jalan yang terjal. InsyaAllah selalu ada kemudahan bersama cobaan.
Sekarang saya masih merasa serasa mimpi. Masak sih ada calon mahasiswa yang langsung dipanggil ke kantor kepala program, diberitahu bahwa dia lulus, ditawari beasiswa dan digratiskan kuliahnya, lalu dihadiahi buku untuk dipelajari sehubungan dengan program master yang dia pilih.... Percaya gak percaya, saya mengalaminya siang tadi. Satu jam sebelum sholat Jumat, 2 menit setelah wawancara. Jadi? Apa sih yang bikin pesismis atau gak yakin?
*Setelah sholat Jumat saya menelepon rumah untuk memberitahukan bahwa saya lulus ujian, eh, saya mendapat berita yang lebih baik : Ayah sudah berada di rumah! Ayah sudah keluar rumah sakit, meskipun masih lumpuh dan hanya berbaring. Alhamdulillah.
No comments:
Post a Comment