Thursday, 31 December 2009

Resolusi 2010

Lebih baik menuliskannya daripada terlupa sama sekali. Anggap saja sebagai kerangka aktivitas. Sarana pengingat diri. 

*Random, nomor tidak menunjukkan prioritas*
1. Lulus
2. Menyelesaikan novel
3. Nambah hafalan. Errmm.... 1 juz kebanyakan gak yah? kurang?
4. Menabung buat nikah.
5. Nikah. (Uhm, harus disiapkan neeh +_+)
6. Cicilan rumah lunas.
7. Germany.
8. Terbiasa menulis dalam bahasa Inggris. --> klo gak, bakal susah sendiri waktu nulis thesis.
9. Menyelesaikan 10 buku. (baca maksudnya)
10. Menulis artikel ke media.
11. Nambah kemampuan badminton.



ReAD MoRE・・・

Flash Back

Ternyata saya tidak menuliskan resolusi 2009 di blog ini. Maka agak susah juga mengevaluasi target-target pribadi di hari terakhir tahun ini. Well, well, saya tuliskan saja kejadian-kejadian yang cukup berarti dalam 365 hari terakhir.

Januari :
1. Memperpanjang Passport di KBRI Tokyo.
2. Menemukan apartemen baru, urus kontrak, dsb.

Februari :
1. Keputusan masuk Lab.
2. Dapet informasi tentang "beban" lain yang tiba-tiba. Bismillah.
3. Mendapat kerja parttime.

Maret :
1. Pindahan ke Apartemen baru.
2. Interview KAUST di Hongkong.

April :
1. Penentuan tema dan grup penelitian.
2. Kehidupan lab dimulai.

Mei :
1. Kunjungan rekans ke Jepang. Reuni.
2. Seminar di Shinoshima.

Juni :
1. Nemu notes 4 tahun lalu saat beberes isi kardus. Baca lagi potret lama diri yang masih penuh idealisme, semangat dan mimpi2.
2. Mulai terbiasa dengan pola tidur 4 jam sehari. XD

Juli :
1. Nulis motivation letter, resume, dll in English.
2. Searching peluang S2.

Agustus :
1. Ujian S2 di Meidai. Alhamdulillah langsung tahu lulus saat wawancara.
2. Ayah stroke.

September :
1. Ketemu teman Jepang lama. Dia jadi mualaf! Subhanllah.
2. Conference di Nagasaki.
3. Mencoret Kaust dari daftar pilihan. 

Oktober :
1. Download application form EM, minta surat rekomendasi prof.
2. Proposal research di Jepang.

November :
1. Interview NUGELP.
2. Kirim aplikasi beasiswa S2 di Jepang.
3. Dapet tawaran Mengajar (start 2010).

Desember :
1. Chuukan happyou.
2. Kirim aplikasi EM ke Perancis.
3. Workshop FLP Jepang.
4. Cicilan ronbun.
4. Ayah Stroke lagi. Kali ini parah T_T
5. Pertemuan2 ajaib. SubhanAllah. Memang benar sudah ada yang mengatur segalanya.

Soal target pribadi, sepertinya banyak yang tidak terrealisasi (meskipun saya sendiri lupa, apa yang dijadikan target, ehehe). Kehidupan di tahun 2009 ini benar-benar menyita waktu dan energi. Saya merobotkan diri, kehilangan perasaan sebagai manusia yang bebas mengatur diri sendiri karena terikat aturan, kontrak, dan norma baru. Tulisan di blog tahun ini kurang dari separuh tahun sebelumnya. Penurunan drastis. :((



ReAD MoRE・・・

Monday, 28 December 2009

Black Santa

"Tahu gak, semalam ada Black Santa masuk ke Lab?" Yoshiyuki membuka pembicaraan sore itu.
Anak-anak lain saling berpandangan dengan tatapan penuh makna.
"Ah, tahu! Tahu! Yang itu khan?" Hiro ikut masuk perbincangan.
"Yahaha, bukannya hadiah yang dibawa, adanya malah marah-marah," sahut yang lain.

Kebetulan saja hari itu tanggal 25 Desember, namun tak ada yang spesial. Aktivitas di lab berlangsung seperti biasa. Hanya satu agenda khusus hari itu : Kami melakukan bersih-bersih total akhir tahun.


Satu hari sebelumnya, group penelitian saya mengadakan pesta akhir tahun. Kami berkumpul di ruang profesor. Semua berharap suasana malam itu akan menyenangkan. Saya sendiri ikut berbelanja membeli jus dan cemilan. Perbincangan seputar penelitian, isu terkini, hingga cerita profesor yang sempat masuk rumah sakit mengalir begitu saja. Semua wajah dihiasi senyum. Dua jam pertama benar-benar sukses menjadi ajang keakraban.

Tiba-tiba saja suasana berubah begitu Profesor saya pulang. Pimpinan grup penelitian saya mulai mengoceh tak jelas. Oh, tidak. Apa yang saya khawatirkan sepertinya terjadi. Dia mabuk setelah minum berkaleng-kaleng bir yang dibawanya sendiri.

Isi ocehannya adalah kisah perjuangannya sampai mendapat gelar doktor. Orang yang masuk ke Lab, harus siap menjadi aneh. Jangan mengharapkan kehidupan seperti orang normal. Masuk lab selama 365 hari dalam setahun adalah keharusan. Dia sendiri selalu melewati tahun baru di dalam Lab, bersama mesin-mesin dan bahan kimia.


"Kamu bisa membayangkan tidakkk?!!" Dia berteriak.
"Waktu aku masih tingkat empat, aku tinggal di Lab mulai bulan September. Tidur beralaskan kardus sambil menunggui mesin yang sedang bekerja. Kalian bisa seperti itu tidak??" ceracauannya masih berlanjut.
Dia masih terus bicara. Satu jam, dua jam, tiga jam berlalu. Saya mulai tak sabar. Ingin pulang saja. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam.
"Kamu meremehkan aku yah?! Jangan pikir kamu sudah bekerja keras selama ini! Kerja kerasmu tidak bisa dibayangkan denganku!"
"Tidak, saya tidak meremehk..."
"Bohong! Aku tahu kamu meremehkan aku. Berdiri! Cepet berdiri kau!" Cepat dia menukas kata-kata Tatsuya, teman grup saya. Dia berjalan ke arah Tatsuya, mencengkram kerah dengan tangan kirinya.
Apa buktinya kalau kamu tidak meremehkanku, Hah?!" Tangan kanannya diangkat ke udara.

Plak!!

Tatsuya memegang pipinya yang merah. Kami terkejut. Kami tak pernah berpikir akan terjadi pemukulan di Lab ini. Emosinya sepertinya masih belum terkendali.

"Kenapa memukul, saya?" Tatsunya akhirnya buka suara.
"Kamu mahasiswa bodoh! Apa guannaya datang paling pagi, pulang jam 2 tiap hari, tapi tak ada hasil?!"
"Apakah hasil adalah segalanya?"
"Tentu sajaaa!!" Suaranya makin meninggi.
" Tahu tidak, waktu master tahun pertama, sudah ada permintaan padaku untuk memberikan kuliah. Hebat gak? Kamu bisa gak?!"

Mana-san, satu-satunya perempuan di grup nampak mulai tak nyaman. Mana-san memandangi mahasiswa doktor, tatapannya mengatakan : Tolong lakukan sesuatu, ini sudah keterlaluan. Tapi tak ada yang bergerak, mereka hanya menunduk. Mana-san mulai menangis, berdiri lalu lari keluar ruangan. Sepertinya dia sudah tak tahan.

Pimpinan grup mulai tenang. Cengkramannya pada baju Tatsuya lepas. Dia kembali duduk.

"Kenapa pula menangis. Aku paling benci wanita yang menangis. Sebagai lelaki aku tak bisa berkata-kata lagi, khan. Ah sudahlah. Aku harus pulang. Hahaha..."
Horor berakhir. Black Santa pulang. Kami membereskan ruangan profesor yang berantakan. Saya biasa pulang jam setengah satu, tapi hari itu rasa capek berlipat-lipat dari biasanya.

***

"Sebaiknya kamu cerita saja ke profesor soal pemukulan itu." Saya memberikan pendapat kepada Tatsuya.
"Bagaimana mungkin? Aku masih di Lab ini sekurangnya sampai 2 tahun lagi. Bagaimana jadinya kalau hubungan dengan pimpinan jadi buruk gara-gara aku melapor? Bagaimana nanti aku bisa bertahan?"

Saya ambil nafas. Saya paham sedikit mengenai kekhawatiran Tatsuya. Saya prihatin. Tatsuya sudah mengorbankan banyak hal untuk penelitiannya. Akhir pekan dia habiskan di Lab. Dia datang paling pagi, pulang paling akhir. Apakah usahanya kurang? Apakah salah kalau memang penelitiannya belum berhasil? Kami masih mahasiswa. Kami yang BAYAR uang kuliah.


"Susah yah, grup kalian." Jun menimpali obrolan sore itu.
"Betul. Keputusan kamu untuk pindah Lab betul, Sunu." tambahnya.
"Wah-wah, pesta akhir tahun yang seharusnya menyenangkan malah jadi tragedi dengan kehadiran Black Santa."
"Hehhh..."


ReAD MoRE・・・

Wednesday, 23 December 2009

Bila Saya Anak Kelas XII

Kuliah itu mahal. Universitas adalah tempat bagi mereka yang pintar dan kaya. Itulah pandangan saya mengenai universitas di Indonesia saat kelas 3 SMA. Mimpi saya untuk melanjutkan pendidikan ke sebuah universitas negeri terpaksa kandas. Ternyata beberapa orang sebelum generasi saya juga pernah memiliki pemikiran yang sama. Solusi yang kami ambil pun mirip: Kuliah gratis di luar negeri. Bedanya, saya melirik Jepang sedangkan beliau-beliau menjatuhkan pilihannya ke negeri lain. Info ini saya dapatkan saat menyimak hal-hal yang dituturkan dalam acara Kick Andy tanggal 28 Oktober 2009 yang lalu.



Saya kemudian merenung, seberapa banyak generasi cerdas bangsa Indonesia yang kurang beruntung? Seberapa banyak pula universitas yang peduli hendak merangkul mereka dengan subsidi silang? Sejauh mana kepedulian pemerintah untuk menyebarluaskan informasi kesempatan menuntut ilmu ke segenap penjuru nusantara? Ternyata masalah kuliah bukan sekedar lulus saringan masuk lalu duduk manis di kampus. Otak saya belum sanggup menawarkan solusi yang realistis. Maka saya berimajinasi tentang gambaran perguruan tinggi idaman : Perguran tinggi favorit yang ramah ke semua lapisan dan mencerdaskan.

Sekarang jaman sedikit berubah. Setidaknya sudah mulai ada sistem yang memberikan peluang kuliah bagi mereka yang kurang beruntung secara ekonomi. Alhamdulillah, ada geliat menuju arah yang lebih baik. Pandangan saya sedikit berubah : Ternyata kesempatan untuk menuntut ilmu pada unversitas di Indonesia tak lagi terbuka hanya bagi mereka yang pintar dan kaya saja. Bila kesempatan sudah terbuka, maka langkah selanjutnya adalah memberikan program pencerdasan yang berkualitas agar universitas tidak dicap sebagai badan pencetak pengangguran terdidik.



Bila saya adalah seorang anak SMA yang kebelet ingin kuliah S1 di Indonesia, maka saya akan memilih universitas yang menyediakan :

1. Tema penelitian yang menjadi tren 10 tahun mendatang.

Saya tidak tahu jurusan apa yang cocok untuk didalami.Akhirnya jalan yang saya ambil adalah jurusan yang saya sukai. Namun masalah tidak berhenti di sini karena di penghujung kuliah saya bertemu dengan tema penelitian yang harus dipilih. Bila universitas adalah gerbang pertama pencetak calon pemikir/ilmuan bangsa, maka ada kewajiban untuk memberikan gambaran tentang masa depan negeri ini. Salah satunya adalah menuliskan tema-tema penelitian yang akan dibutuhkan ahlinya 10 tahun mendatang. Kenapa 10 tahun? Itu adalah waktu normal yang diperlukan seseorang untuk bisa sekolah hingga lulus S3. Seorang Doktor sudah memiliki keahlian yang bisa diaplikasikan untuk kemaslahatan umat.Sepuluh tahun kemudian, saat sebuah tema menjadi tren, Indonesia sudah punya ahlinya. Setidaknya calon ahlinya. Dengan setting seperti ini, insyaAllah akan muncul para ilmuan Indonesia yang menjadi ahli dalam suatu bidang dengan kelas dunia.

Sependek pemahaman saya, peneliti yang menjadi pemenang adalah mereka yang memulai terlebih dahulu, mengumpulkan data lebih dahulu, tahu suatu masalah lebih dalam terlebih dahulu. Sebuah produk penelitian bisa diaplikasikan tidak begitu saja dalam sekejap.

Tentunya tidak semua mahasiswa akan terus meniti jalan akademis hingga doktor. Namun saya pikir penting untuk memberikan visi agar penelitian untuk skripsi atau tesis bukan sekedar menjadi kumpulan tulisan untuk lulus.

2. Jaringan kerjasama dengan universitas di luar negeri.

Beberapa universitas sudah memiliki kerja sama ini. Saya pikir ini menjadi sebuah poin penting saat memilih sebuah universitas. Kenapa? Saya termasuk orang yang percaya bahwa materi kuliah di universitas manapun tiidak akan jauh berbeda. Seorang mahasiswa di jurusan akuntansi akan diberi kuliah yang tak jauh beda. Seorang mahasiswa teknik elektro akan belajar tentang sirkuit. Seorang mahasiswa biologi akan belajar tentang sel dan DNA. Lalu apa yang membuat beda? Dosen dan fasilitas.

Seorang mahasiswa akan belajar tentang konsep berpikir, wawasan dan kebijakan pembimbingnya. Maka mengenal banyak pembimbing akan meluaskan pandangan. Dan seseorang mahasiswa yang tinggal di luar negeri akan mampu menangkap nilai yang dipergunakan di negeri tersebut. Selain tentu saja, fasilitas untuk penelitian mulai alat hingga akses ke jurnal internasional yang akan memperkaya pengetahuan dan pengalaman.

Saya pikir menunda kelulusan satu tahun untuk sebuah pengalaman berharga tidak akan memberikan dampak buruk untuk masa depan. Saya juga ingin menimba pengalaman ke sebuah negeri asing bila memperoleh kesempatan.


3. Kesempatan Aktualisasi Diri.

Dalam hal ini saya akan melihat fasilitas olah raga dan program off-campus seperti klub robot, klub karya ilmiah, klub bahasa asing, klub jurnalis (atau penulisan lah), ekskul karate, taekwondo, judo, silat atau kung fu, dll. Saya selidiki dulu apakah bakat dan minat saya bisa tersalurkan dan berkembang lebih baik di universitas tersebut.

Selain itu saya akan survey sebelum ujian masuk, bertanya kepada bagian mahasiswa atau senior yang sudah kuliah di kampus tersebut tentang kualitas pengajar dan perlengkapan kuliah yang tersedia. Informasi tentang teknologi terkini yang diaplikasikan dalam kampus juga sasaran yang patut diburu.

Kok mau capek-capek? Iya donk. Saya khan akan hidup setidaknya 4 tahun di lingkungan itu. Hal yang menyangkut kehidupan diri harus direncanakan dengan baik. Saya tidak rela masa muda habis di depan meja hanya untuk mengejar nilai A. Well, bukan berarti IP tidak penting namun pengalaman akan menjadi ilmu yang berharga. Contoh idealnya : saya lulus dengan IP 3.60 dengan membawa piagam juara memanah, berenang dan berkuda tingkat nasional, pernah mewakili Indonesia untuk seminar mahasiswa ASEAN bidang lingkungan, berhasil menjadi duta unesco dan keliling duniaaaaaaaa. (Deuh, ini mah terlalu ideal :-D )

4. Keringanan Biaya Kuliah bagi mereka yang berprestasi dan Info Beasiswa.

Saya akan berkorban apapun untuk berprestasi! Prestasi adalah senjata seorang mahasiswa untuk berdakwah. Tanpa perlu berbicara sepatah apapun, saat disebutkan nama kita akan langsung muncul sederet kesan yang membuat orang lain termotivasi. Apalagi kalau ada iming-iming uang kuliah satu semester berikutnya digratiskan. Wow. Saya akan rajin cari info lomba ini-itu dan berusaha agar punya IP yang bagus. Siapa tahu ternyata tidak perlu bayar biaya kuliah selama menuntut ilmu di universitas.

Secara personal, info beasiswa selalu menarik perhatian saya. Bila sebuah universitas memilik jejaring dengan para pemberi beasiswa, sudah barang pasti saya rela masuk ke situ. Bila perlu pada awalnya saya akan nekad terjun ke Universitas itu setelah lulus ujian masuk : Menginap di Masjid sambil mencari rejeki sebagai pengamen atau profesi apapun asal halal.

5. Proyeksi karir paska wisuda.

Secara singkat adalah informasi tentang kelanjutan studi atau kerja. Syukur-syukur kalau sudah terjalin kerja sama dengan balai penelitian A, perusahaan B, PT S, Firma M, dll.

Sayangnya fakta mengatakan bahwa masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi ijasah dan label perguruan tinggi. Padahal setelah masuk ke dunia kerja belum tentu kita akan ditanya berapa IP kita, lulus dari universitas mana. Bisa jadi untuk suatu jurusan mudah sekali lulus dengan predikat cum-laude, sementara untuk jurusan lain buat dapet nilai A saja harus berjuang mati-matian. Saya akui untuk lolos saringan administrasi awal, mutlak bahwa IP minimal harus dipenuhi. Jadi, akan bijak rasanya kalau urusan IP ini lebih dipermudah dengan mempertimbangkan kondisi setiap mahasiswa. Caranya? Hmm. Gimana ya.

* Ujian yang mencerdaskan. Mahasiswa tidak perlu menghafal materi yang memerlukan pemahaman, boleh open book, tapi wajib menuliskan argumen dan penjelasan. Untuk soal hitungan dengan rumus yang rumit, kalau tidak hafal khan gawat, padahal belum tentu si mahasiswa tidak bisa mengerjakan. --> Mahasiswa juga gak perlu pakai cara gak halal buat dapat nilai bagus.
** Laporan yang orisinil dan ide kreatif.
Tapi para dosen sempat membaca semua laporan yang masuk tidak yah?
*** Presentasi dan diskusi : Melatih kemampuan interpersonal, komunikasi, dan memahami orang lain.

Mungkin gak yah mahasiswa di evaluasi dengan ketiga cara di atas?

***

Pertanyaannya sekarang, adakah universitas yang memenuhi kelima syarat saya di atas? Mungkin saja ada, tapi saya tidak tahu karena kekurangan informasi. Oleh karena itu saya sebagai anak SMA yang kebingungan akan sangat berterima kasih bila :

1. Ada pengenalan tentang program unggulan di Universitas ke SMA saya dari pihak kampus.
2. Alumni SMA saya berinisiatif mengadakan acara pengenalan jurusan.
3. Kalau SMA saya sulit di jangkau karena terpencil dan akses internet susah, saya akan senang sekali membaca pamflet dari suatu universitas.

Bila saya anak kelas XII, 4 tahun lagi saya ingin lulus dari Universitas terbaik di Indonesia sesuai pilihan saya dengan wawasan yang luas, akhlak yang baik, dan ilmu yang (akan) bermanfaat. Saya kuliah untuk menuntut ilmu, memperluas wawasan, melebarkan jaringan dan mendapatkan keahlian. InsyaAllah ini akan menjadi bekal yang baik untuk menapak masa depan, tanpa perlu tergantung pada nama universitas atau takut sulit mendapat sumber penghidupan. Bukankah yang penting adalah tetap punya pekerjaan, bukan punya pekerjaan tetap? \^o^/



::Tulisan ini saya beranikan untuk diikutsertakan dalam lomba blog UII. Terima kasih atas info seorang kawan yang saya terima pada awal Pebruari 2010. Semoga saja sesuai dengan tema yang dimaksud. Ehehe. ^_^ ::



ReAD MoRE・・・

Tuesday, 22 December 2009

Menunggang Kereta

Selain menjadi lokomotif industri, selalu ada cerita tentang kereta. Kereta menjadi alat transportasi yang paling saya suka. Menaikinya saja memberikan sensasi petualangan. Pertemuan dengan orang-orang yang naik turun di stasiun berbeda. Celotehan yang berloncatan masuk ke dalam telinga. Pemandangan, lorong, terowongan dan kejutan-kejutan menjadi daya tarik tersendiri bagi saya.

Salah satunya pussyfoot. Kereta yang juga menjadi latar kisah yang saya tonton liburan tahun lalu. Secara pribadi saya belajar dari cara penyampaian kisah animasi ini. Tak mudah ditebak, sudut pandang yang unik, karakter yang kuat. Yahaha, saya menemukannya juga secara tak sengaja.



Musim dingin menjadi latar yang cukup bagus untuk menungang kereta. Bagaimana rasanya kalau kereta yang kita tumpangi terjebak dalam badai salju, berhenti selama berhari-hari karela rel tertimbun kristal air dan jauh dari pemukiman? Yay. Selalu ada sensasi petualangan. Ayo backpackerannn!!! Gyaaa~~~



ReAD MoRE・・・

Saturday, 12 December 2009

Next : Korea?!

Kuasailah bangsa dengan bahasa. Saya lupa mendapatkan kata-kata ini darimana, yang pasti pengaruhnya kuat hingga sekarang. Apalagi saya percaya bahwa kemampuan berbahasa adalah salah satu indikator kecerdasan. Kecerdasan akademis dan emosi. Maka saya tak ingin bahasa yang keluar dari diri saya adalah bahasa sok pintar yang sulit dipahami. Menulis menjadikan latihan penting. Bagaimana menyampaikan gagasan tanpa perlu tercipta salah paham. Bagaimana menyampaikan tautan di otak agar pembacanya bisa menangkap dari tulisan.

Bahasa tulisan memberikan kesan. Kesan tentang seseorang meskipun belum pernah bertukar pikiran secara lisan. Saya termasuk orang yang tertarik untuk belajar bahasa baru, apalagi yang intensif dan gratis. Maka saya memasukkan agenda belajar bahasa Korea supaya bisa mengerti Kim Yuna ngomong apa. Yahaha... Motivasinya gak bisa ditulis buat personal statement neeh. Eniwei, gara-gara dapet informasi seperti berikut, saya jadi mikir motivasi dan alasan apa yah buat belajar bahasa Korea. Ternyata saya tidak tahu banyak tentang negeri ginseng ini selain kimchi, taekwondo, kungfu Komang, Yon-sama, dan atlet-atlet olahraga yang saya kenal tahu.

Ada gak yah info buat bahasa Arab, German, Perancis, Spanyol, Italia yang gratisan juga? Pengennn.... takut keburu tua. +_+ Intensif gratis 3 bulan saya mau!! Ehehehe (semua juga mau!!)





Korean Language Program

The Korean Language Program, offered by the Geumgang Language Center, is open to those foreign students, including ethnic Koreans, who are interested in the Korean language and culture. Applicants must be fluent speakers of English, Japanese, or Chinese, and they should

(1) be currently enrolled in university studies,
(2) be on leave from university studies, or
(3) have graduated from university.

This program has primarily been designed with a view to promoting a better understanding of Korean culture on the part of foreigners and to creating an environment where Korean students will be exposed to foreign languages (English, Japanese, and Chinese) and cultures.

Program Description
The Korean Language Program is offered twice a year during the spring semester and the fall semester, each of which consists of a 16-week session. Classes are offered at three level: beginner, intermediate and advanced level of proficiency. After successfully completing each level, students will receive a certificate of completion.

A. Levels Offered
(1) Beginner Level
(2) Intermediate Level
(3) Advanced Level
B. Course Duration
(1) Spring session: Starts from March 1st and lasts for 16 weeks.
(2) Fall session: Starts from September 1st and lasts for 16 weeks.
C. Class Schedules
(1) Classes meet four days a week, from Tuesday through Friday.
(2) Korean Cultural classes are offered once a month.
D. Tuition and Scholarships
(1) Tuition is free for all participants in this program.
(2) Participants in this program may receive up to as financial support 200,000 Korean won every month.


ReAD MoRE・・・