Dalam kunjungan ke Dam Tokuyama, bendungan terbesar di Jepang, saya menemukan sebuah fakta yang unik: Perubahan sikap masyarakat. Awalnya tujuan utama dibangunnnya dam ini adalah sebagai pembangkit listrik dengan fungsi tambahan sebagai pengontrol volume air. Sejak dicetuskan pada tahun 1957, berbagai negosiasi alot terus berlangsung sehingga proses pembangunannya baru dimulai tahun 2002.
Pffhh.... Bila negosiasi berlangsung kuat sepihak, misalnya penerapan MOD (Move or Die!) pengusiran paksa dengan membuldoser pemukiman (seperti di Palestina, hiks), tentunya dam bisa dibangun lebih cepat. Inikah satu bentuk penghargaan HAM di Jepang? Pelajaran lainnya, proyek di Jepang tetap dilaksanakan meskipun pemegang tampuk pemerintahan silih berganti.
Masyarakat yang sudah menikmati asupan listrik dari PLTN tidak meihat pentingnya PLTA. Yah. Setidaknya sampai kasus PLTN Fukushima terjadi. Gempa dan tsunami yang melanda Jepang pada Maret lalu cukup merubah opini masyarakat tentang sumber energi. Negara minim SDA seperti Jepang harusnya memakai 'produk lokal' untuk memenuhi kebutuhannya: air, angin atau cahaya matahari. Well, bukan sepenuhnya lokal, karena ketiganya adalah rahmat dari sang Pemilik yang mengjinkan manusia untuk menafaatkannya :-) Listrik yang diperoleh lewat PLTN memang paling murah, tapi harus dibarengi dengan resiko yang tidak murah.
Masyarakat yang dulu menentang pembangunan PLTN kini mulai memberikan animo positif terhadap PLTA di Bendungan ini. Waktu dan kejadian bisa merubah orang...
1 comment:
setiap bencana mempunyai hikmah
Post a Comment