Sunday, 22 March 2009

Lost In Hongkong [1]

Ceritanya saya tidak langsung beradaptasi dengan kondisi di Hongkong. Tapi saya cukup beruntung karena mudah sekali menemukan lawan bicara berbahasa jawa/Indonesia. Sungguh! Di hari libur orang-orang Indonesia berserakan di pusat-pusat keramaian, perempatan, dan tentu saja bisa dipastikan anda bisa menjumpai para pejuang devisa di sekitar Islamic Center di Kowloon. Berkat merekalah saya bisa menemukan masjid Wanchai, setelah nekad berangkat berbekal peta dan beberapa dolar Hongkong dalam dompet.


Saya bersyukur sekali menemukan suasana yang begitu mengindonesia di Hongkong. Teriakan menjajakan gorengan, pecel, bakso, soto, nasi campur, sampai kartu telepon membahana sepanjang trotoar di Nathan Road. Kebanyakan mereka menyangka bahwa saya sedang berkunjung dalam rangka lawatan bisnis. Hihi. Tapi setelah saya cerita, eh, saya malah dijamu dengan bakso, teh hangat, lalu dipandu menyusuri lorong kereta bawah tanah plus bonus tiket dari Wan Chai sampai stasiun terdejat ke hotel tempat saya menginap. Alhamdulillah. Rasa persaudaraan sebangsa seagama itu begitu indah!

*to be continued*


ReAD MoRE・・・

Friday, 20 March 2009

Urusan

Urusan di kampus alhamdulillah beres. Tiket pesawat dan akomodasi yang dijanjikan alhamdulilah sudah terkonfirmasi. Ijin tidak masuk partime juga sudah turun. Setelah berbagai urusan fisik terselesaikan, saatnya memenuhi kebutuhan mental : Persiapan Batin.  Dengan menyebut nama Allah yang maha Pemurah dan Penyayang... 

Akhir pekan lalu, saya meminta pembekalan sederhana dari seorang guru. Bener-benar dari seseorang yang profesinya adalah guru. Beliau memiliki kemampuan interpersonal yang baik dan punya cara penyampaian gagasan yang unik. Well, wawancara kali ini bukan pertama kali, tapi selalu ada baiknya mengingat dan mempersiapkan kembali. Beberapa poin yang saya peroleh :

1. Persiapkan hati. Yakinlah bahwa rejeki yang kita usahakan/jemput sumbernya baik.

2. Senyum dan kontak mata. Jangan duduk sampai dipersilakan. Bahasa tubuh yang elegan.

3. Beri jawaban yang nyambug dengan pertanyaan.

4. Jangan memberikan jawaban egois yang selfcenter.

5. Cek lokasi wawancara. Alhamdulillah pesawat saya dijadwalkan sehari sebelum hari-H, bisa plesir sambil survey lokasi.

6. Baju formal yang sopan.

7. Bicara dengan intonasi yang mantap, tidak terburu-buru karena hanya akan memperburuk pelafalan dan rawan keseleo lidah.

8. Logika yang runtut, tidak melompat-lompat.

Kira-kira begitulah poin yang bisa saya tuliskan. Hmm....


ReAD MoRE・・・

Friday, 13 March 2009

Satu Awal

Salah tangkap. Itu yang saya pahami dari beberapa telepon yang masuk akhir-akhir ini. Berawal dari email permohonan doa yang saya lontarkan ke sebuah milis tentang rencana S2. Ya. Alhamdulillah saya lolos seleksi administrasi dan insyaAllah hari Minggu tanggal 22 maret nanti saya akan berangkat wawancara. Lah terus salah tangkapnya? Itu dia. Wawancara saya diselenggarakan di Hongkong. Lalu, orang-orang yang membaca email saya secara sepihak menganggap bahwa saya akan melanjutkan kuliah ke Hongkong. Padahal tidak.


Ceritanya saya mengirimkan aplikasi untuk KAUST Discovery Scholarship bulan Desember 2008. Setelah sekitar 3 bulan menunggu -well sebenarnya tidak segitunya juga, soalnya sibuk juga dengan urusan kuliah, laporan, ujian, baito, ...- alhamdulillah sekitar seminggu yang lalu ada telepon dari perwakilan IIE (institute of international education) yang menyatakan bahwa saya lolos ikut wawancara yang akan diselenggarakan di Hongkong.

Wawancara akan dilaksanakan dalam bahasa Inggris, makanya saya sedikit mencari tips-tips soal interview plus cara meningkatkan kemampuan bahasa Inggris dalam dua minggu. Iseng saya bertanya ke prof. Gobel -bule australi muslim,teman badminton saya- , jawabannya adalah :Gak mungkinn!! Kalau memang mau meningkatkan kemampuan bahasa Inggris yah harus banyak bacot dengan native, begitu kata beliau. Sebenarnya ada kesempatan untuk menjadi guide dadakan buat Daniel, bule Inggris yang mau melancong ke Kyoto -dia rekan maen badminton juga, wew, banyak manfaat juga neeh maen badminton, huhu- sayangnya saya tidak ada waktu luang sehari pun sampai tanggal 22 nanti. Baito saban hari, kalau tidak baito yah sudah ada acara lain yang terlanjur diiyakan sejak beberapa pekan yang lalu. Jalan terakhir yah, otodidak. Mendengarkan BBC sambil sok-sok menirukan pelafalan penyiar radionya. :-D

Soal tiket pesawat, hotel, dan segenap akomodasi lain ditanggung oleh pihak pewawancara. Alhamdulillah saya tinggal menyiapkan, mental, fisik dan baju sahaja. Orang Indonesia tidak perlu mengurus visa ke Hongkong. Suhu Hongkong di akhir Maret sudah hangat, jadi saya tidak perlu membawa jaket tebal seperti yang masih saya kenakan di Jepang sekarang. Hmm... Bismillah. Semoga Allah memberikan yang terbaik dan memudahlan awal jalan ini.



ReAD MoRE・・・

Tuesday, 10 March 2009

Sakit

"Jangan sampai terjerat wanita Jepang! Kembalilah ke tanah dimana kamu dilahirkan..."

Kalimat di atas diucapkan saat saya memohon doa restu menjelang keberangkatan ke Jepang 5 tahun lalu. Dilontarkan dari mulut seorang wanita yang begitu saya hormati dan sayangi. Usianya 87 waktu itu, namun masih 'awas' dan mumpuni dengan segala nasihat bijaknya. Eyang Gondo, begitu saya memanggilnya. Beliau sudah saya anggap sebagai nenek sendiri sebagai pengakuan dan penghormatan atas kerelaan beliau menjadi wakil nenek kandung dari ayah (adik beliau) yang meninggal saat saya kelas 2 SD.



Saat saya mudik dari Magelang ketika SMA dan pulang kampung saat libur musim panas, saya selalu menyempatkan diri untuk sowan ke rumah beliau di Taman. Terakhir kali saya berjumpa adalah saat beliau berusia 90 tahun, 2 tahun yang lalu. Setiap kali silaturahmi, menjelang pulang tiba-tiba saja saya sudah dibekali berbagai wejangan hidup.


Lalu beberapa hari yang lalu, saya dengar beliau sakit. Bukan sakit karena usia. Tapi karena menahan amarah terhadap seseorang. Dan sungguh saya merasa terharu karena beliau menahan amarah itu untuk orang yang merongrorng keluarga saya. Saya lebih terharu lagi saat mendengar beliau menitikkan air mata untuk saya. Ya, untuk saya. Cucu kemenakannya. Sungguh saya ingin langsung terbang ke Indonesia dan menjenguk beliau saat mendengar berita ini, lalu sungkem takzim dalam pangkuannya sambil meyakinkan bahwa saya baik-baik saja meski beban mengimpit dari sana sini. Tapi sayangnya saya hanya bisa berdoa semoga segera dikarunia kesembuhan...



ReAD MoRE・・・

Monday, 2 March 2009

Kesanggupan

Lelaki itu memutuskan untuk menyerah. Hah? Inikah hasil segala diskusi, konsultasi, tukar pikiran, minta saran setelah menembus malam-malam hujan di puncak musim dingin? Tapi bagaimanapun saya menghormati keputusannya. Ini hidupnya, sedalam apapun campur tangan, masukan -yang menurut saya baik-, dan tawaran solusi yang bisa ditawarkan orang lain tidak akan banyak merubah keputusannya. Yah, bagaimana mungkin, bila semangat itu sudah tak lagi ada.

Sayangnya dia sudah terlalu banyak melibatkan orang lain dalam masalahnya, namun pada akhirnya keputusan tetap mutlak di tangannya. Kalau saya sarikan (tentunya dari sudut pandang saya), ada beberapa masalah yang harus dibuat jelas. Kesanggupan. Itu yang pertama. Siapa yang tahu kemampuan kita kalau bukan kita sendiri. Orang lain menganggap kita jenius atau bodoh, tak akan berpengaruh terhadap kualitas otak kita kok. Di sini, kesanggupan untuk menerima posisi diri saya rasa penting. Mengakui bahwa kondisi saya sekarang sedang kurang cemerlang itu penting. Kenapa? karena kita hidup dalam masa sekarang. Segala prestasi dan keberhasilan yang berkilauan di masa lampau tidak akan membantu. Kalau diingat dan dibandingkan dengan kondisi riil yang berbeda hanya akan menumbuhkan tekanan batin.

Keterbukaan. Ini yang kedua. Tahu kepahitan pada awal akan lebih baik daripada pahit di tengah-tengah. Maksudnya? Yah, kalau memang ada masalah, tolong jelaskan sejak awal dan jangan membuat transaksi dan jaringan dengan orang lain yang kemudian menyeret orang lain menuju kesulitan. Saya sendiri paling tidak suka bertindak setengah-setengah, terlanjur memulai, tapi kemudian menyerah di tengah jalan, karena pada dasarnya ada problematika yang terpendam, namun ikut terbawa kesana-kemari tanpa dijelaskan ke klien. Apalagi keputusan ang menyangkut karir diri sendiri. Paham resiko sebelum melangkah itu penting. Diibaratkan orang terjun payung. Sebelum terjun harus paham kalau ada kemungkinan payung tidak terkembang, mendarat jauh dari sasaran, hambatan dari hembusan angin, juga masalah yang bisa muncul diluar perhitungan. lalu, apakah setelah terjun lalu takut bisa kembali lagi ke pesawat? Kalau sudah terlanjur terjun, yah berusalah untuk bisa mendarat hidup-hidup. Entah badan harus babak belur, patah kaki, tercebur ke laut atau apapun. Yang penting hidup saja, dengan begitu kesempatan untuk memperbaiki onderdil tubuh yang rusak dan peta masa depan masih tetap terbuka. Kalau memang tidak berani, jangan sekali-kali nekad terjun lalu menyerah di angkasa.

Kasus lelaki ini... Dia paham segala resiko sebelum terjun, lalu dia terjun. Di tengah-tengah dia merasa tak sanggup sampai bawah. Dia ingin melepaskan beban yang menempel di badan sambil memandang beberapa balon udara yang kira-kira bisa diterjuni untuk sementara. Orang-orang di balon udara kaget, berusaha menolong hingga akhirnya lelaki yang terjun itu bisa bertahan barang sebentar di angkasa. Namun balon udara kelebihan beban, sebuah lubang juga terbuka saat penerjun menimpuk balon. Kondisi mereka tidaklah nyaman. Dengan segala upaya, si penerjun menguhubungi orang-orang dalam pesawat untuk menjemputnya kembali sambil menunggu di balon udara yang masih melayang-layang di angkasa....

Tak banyak yang bisa saya lakukan untuk membantu. Hanya, saya masih yakin kalau Allah tidak akan memberikan ujian melewati kesanggupan seorang hamba. Hidup tidak selalu menyenangkan. Setiap orang punya masalah masing-masing, maka saya beranggapan bahwa merasa diri ini yang paling menderita adalah ciri orang picik yang sempit pikiran. Seiring bertambahnya umur, ujian tidak bertambah ringan. Semakin banyak bahan pertimbangan. Semoga benar bahwa beratnya ujian adalah tanda meningkatnya kualitas kemanusiaan, bertambahnya tingkat kesanggupan, kemampuan dan kesabaran. Yah, semoga benar. Solusi untuk masalah bukanlah dengan melarikan diri, tapi dihadapi dengan berani. Saya juga percaya selalu ada pertolongan lewat perpanjangan tangan Illahi. Menyerah sebelum mencoba? Hari geneee gitu loh!



ReAD MoRE・・・