Friday, 17 July 2009

Research Proposal

Pada kebanyakan kasus, untuk melanjutkan S2  baik ujian masuk maupun apply beasiswa  kita perlu menulis research proposal selain personal statement (PS) dan curriculum vitae (CV). Setelah merencanakan untuk kuliah S2 dalam bahasa Inggris, saya menyiapkan CV, PS. dan essay dalam bahasa Inggris. Bidang yang ingin saya dalami kebetulan itu-itu saja, sehingga untuk daftar beasiswa lain atau univ lain tinggal mengubah sedikit-sedikit. Ternyata membuat dokumen seperti ini sewaktu ide-ide bermunculan dan ada waktu luang sangat membantu saat diperlukan. 

Tapi saya hampir lupa bahwa untuk daftar beasiswa di/dari Jepang mutlak diperlukan bahasa Jepang. Kemudan baru saya sadari untuk menerjemahkan tulisan-tulisan saya yang sudah tersusun rapi dalam bahasa Inggris ke dalam bahasa Jepang bukanlah mudah. Kedua bahasa ini punya rasa yang berbeda, termasuk dalam penyampaian gagasan dan ekspresi yang digunakan. Selain  konsentrasi saya yang kadang susah diajak kompromi dalam keramaian, ide-ide untuk mencemerlangkan kalimat dalam bahasa Jepang tak kunjung bertandang. Ujung-ujungnya memanfaatkan situs translator online yang katanya punya akurasi 80%. 

Perencanaan yang setengah matang. +_+

 
Well, sebenarnya belum terlambat karena dedline aplikasi beasiswa ini adalah akhir Januari. Tapi saya ingin menyelesaikannya sebelum Idul Fitri. Semester depan saya akan lomba lari dengan dedline skripsi~~


Waktu iseng daftar kerja dan diharuskan kirim CV, hanya CV dalam bahasa Inggris yang terstruktur rapi, CV dalam bahasa Jepang tersusun apa adanya saja. Huh, bikin malu sajaaaa~~ Itu khan perusahaan Jepang. ちゃんと日本語で書きなさいよ!


ReAD MoRE・・・

Wednesday, 8 July 2009

Siapa Bisa Sekolah?

"Ta diterima di SBI loh. Untung saja. Tahun ini NEM anak-anak SD tinggi-tinggi. NEM dia cuma 25 koma sekian, padahal yang paling rendah untuk bisa masuk ke SMP satu tuh 27 koma sekian. "
"SBI? Yang katanya pake bahasa Inggris itu yak?"
"Iya. yang itu. Bayarnya uang pangkalnya 4 juta. Tapi anehnya bukunya kok fotokopi-an semua yak, gak jelas siapa penerbitnya. Uhm.. isinya ditulis dalam bahasa Inggris sih..."
"Wew. SMP saja 4 juta? SMA berapa dunk??"
"Kalau SMA 1 yah 12 juta. Anaknya Pak Mo langsung mundur teratur waktu mau daftar ke situ."
"Aphaa?? yang bisa sekolah cuman anak orang kaya saja kah..."
"Padahal kualitas sekolahnya belum tentu loh. SMA negeri kok malah lebih mahal dari SMA swasta ya...."

saya teringat Ning, teman adik saya yang harus bekerja sebagai penjahit selama setahun untuk menambal uang pangkal masuk SMA. Deuh. Pendidikan konvensional yang mahal! Sekolah menengah kok bisa lebih mahal dari biaya masuk ke universitas yak. Aneh. Setelah membayar mahal, dijejali berbagai pelajaran, apakah ada jaminan seorang siswa tahu minat dan bakatnya? UHm, mungkin sebagian besar masih akan mera-raba hendak kemana setelah lulus SMA. Well, kalau orang tua kaya dan kemampuan di atas rata-rata sih punya banyak pilihan. Kalau tidak?

Apakah ini seleksi alam?
Sebagai anak biasa dan tidak punya orang tua yang kaya saya berburu beasiswa sampai ke ujung dunia *halah*. Memangnya yang punya sekolah tuh Indonesia saja? Alhamdulillah, ada jalur-jalur khusus buat mereka yang kurang beruntung secara ekonomi untuk menikmati pendidikan konvensional. Hanya saja, harus kekeuh berjuang dan gak patah arang. Kalau tidak? Yah... gak lolos seleksi alam.


ReAD MoRE・・・

Sunday, 5 July 2009

Central Park, Gate 6B

Hari ini sosok mungil itu kembali muncul di sana : Gate 6B, Central Park. Semalam hujan mengguyur kota ini. Sejenak mengusir gerah yang mengisi hari-hari di awal Juli. Hydrangea masih tersisa, meski mahkotanya mulai gugur menyisakan sosok hijau yang menyambut musim panas. Central park sendiri telah rimbun. Rumput dan bunga liar mulai bermunculan, bersanding dengan lily dan bunga matahari yang diatur petugas taman.

Central Park tak pernah sepi. Terlebih di hari Minggu seperti ini. Berbeda dengan hati sosok mungil itu. Sunyi. Tapi kali ini itu yang dia inginkan. Menyepi sejenak dari kehidupan dunia yang penuh tekanan. Dia pejamkan mata. Inderanya menangkap suara-suara kota. Derai tawa remaja, obrolan manula, juga bisingnya jalan raya.

Jarum jam di tangan kirinya menunjuk angka 12 dan 6. Satu jam lagi matahari terbenam. Ya. Saatnya meninggalkan central park. Dia memutuskan untuk bertamu ke rumah Tuhan. Kesibukan membuatnya jarang sekali bertandang ke sana. Dua minggu sekali? Ah, tidak. Kadang satu kali dalam sebulan. Sosok mungil itu rindu dengan Al Quran yang dilantunkan brother Sulaiman.

"Kaifa khaluka?"
"Ana bi khayr. Alhamdulillah."

Sapaan itu mengingatkan akan resolusinya. Resolusi tahun 2009. Ah, dia lupa. Buku mimpi itu sudah lama tak dia buka. Di sana tercatat dengan tinta biru : Belajar Bahasa Arab. Resolusi ini belum sempat terevaluasi. Enam bulan sudah terlewat sejak Januari. Sedih. Resolusi itu belum terrealisasi. Tapi belum terlambat. Semangat itu kembali dipahat agar tidak lerai seperti mahkota hydrangea yang dia lihat di sekitar Gate 6B, Central Park.



ReAD MoRE・・・