Banyak orang datang ke negeri ini untuk mengejar American dream, apatah itu berupa kebebasan yang tidak bisa diperoleh di negeri asal, atau kesempatan berusaha memperbaiki keadaan finansial. Ada banyak tujuan, ada banyak jalan. Negeri ini dengan kelebihan dan kekurangannya masih membuka kesempatan untuk mobilitas sosial. Saya yang terkadang harus bisa merasakan sendiri untuk memetik pelajaran, Alhamdulillah ditempatkan oleh Allah di metropolitan terbesar ke-dua di negeri ini.
Komunitas sangat beragam, banyak yang datang sebagai pengungsi perang, dari pasca perang dunia dua hingga sekarang...
Saya membaca banyak kisah pengungsi itu. Datang tanpa kemampuan bahasa yang cukup, kehilangan harta benda hingga anggota keluarga, pastinya ada trauma yang hanya dimengerti oleh mereka.
Ada salah satu kisah dimana seorang janda beranak tiga datang sebagai pengungsi dengan ibunya. Dengan segala keterbatasan, si janda bekerja sebagai tukang bersih-bersih dengan upah minimum. Mereka tinggal di apartemen murah dimana neneknya menjaga 3 anak berusia di bawah 8 tahun sambil bercocok tanam di sisa lahan. Hasil sayuran di belakang apartemen itu kadang dibagikan juga ke tetangganya. Tentu saja mereka tidak jajan makanan ke restoran, tidak juga membeli baju baru, tidak ada perayaan di rumah. Hingga akhirnya tabungan sang janda cukup untuk membeli rumah sederhana secara tunai!
Anak-anaknya bisa kuliah dengan grant/beasiswa dan setelah 30 tahun bekerja serabutan, sang janda bisa mencapai kebebasan finansial, dari asetnya (properti yang disewakan) juga uang pensiun.
Itu salah satu kisah yang saya pikir cukup menginspirasi.
Saat ini orang sudah terbiasa dengan hidup enak dan mudah. Kredit mengucur deras, penawaran diantarkan sampai ke depan pintu rumah. Standar kehidupan memang naik, orang "miskin" pun bisa punya mobil dan berpenampilan modis. Di sisi lain, banyak orang berusia di atas 60 tahun masih harus bekerja dengan tujuan uang, memenuhi kebutuhan dan membayar hutang. Ya,salah satu indikator American dream adalah memiliki rumah impian, dimana tidak semua orang bisa mendapatkannya.
Saya membaca kisah-kisah orang yang bisa membebaskan diri dari tuntutan finansial. Mereka dikelilingi oleh orang-orang dengan pemikiran yang sama. FIRE, Financial Independence, Retire Early. Pensiun di usia 30an, bukanlah tidak mungkin. Mereka orang-orang yang berani mengambil aksi untuk pilihan gaya hidupnya. Pensiun bukan berarti tidak bekerja, tapi tidak harus bekerja. Intinya dengan menghitung kebutuhan hidup dan menyiapkan aset produktif baik berupa properti, saham, atau usaha yang sudah dipercayakan pengelolaannya ke orang lain. Kecepatan "pensiun" bukan ditentukan oleh seberapa besar pendapatan, melainkan seberapa besar porsi yang bisa ditabung/diinvestasikan.
Yang sering dijadikan acuan adalah 4% rule hasil dari trinity study, isinya bila kita punya aset 25 kali lipat biaya hidup kita adalam satu tahun, kita bisa menarik 4% tiap tahunnya untuk selamanya. Bila biaya hidup kita dalam satu tahun 100 juta, jika kita punya 2.5 milyar aset produktif (sepertinya saham/surat berharga), maka jika setiap tahun kita menarik 4% tiap tahunnya, kita bisa mengandalkan passive income tanpa harus mengubah gaya hidup.
Tentunya banyak pilihan investasi yang cocok dengan profil keluarga and resiko yang akan dipilih. Ini jadi PR berikutnya.
No comments:
Post a Comment