Sudah sering dengar "It takes a village to raise a child" tapi ada sambungannya yang jarang ikut tersebut: "It takes a lot of solid, stable marriage to create a village". Yes, betul, karena keluarga menjadi unit organisasi terkecil yang menyusun masyarakat.
Selama masa pandemi, urusan pendidikan/sekolah anak juga tidak bisa berlangsung seperti biasa. Terpusat di dalam rumah, peran orang tua, suami istri, terasa lebih penting agar keseimbangan sehari-hari tetap terjaga. Bila anak usia sekolah yang masih belum mentas dari jenjang SD tidak hanya seorang, kerempongan akan berlipat untuk urusan sekolah dari rumah. Terbersit ide untuk opsi homeschool,lalu referensi terkait pendidikan, kurikulum, konsep, peluang kembali ke sekolah formal dll mulai dikunyah pelan-pelan. Kadang terlalu pelan hingga setelah 6 bulan masih belum ada outputnya.
Mana yang cocok? Kuttab, Montesori, Waldorf, Mason, Malaguzzi, un-schooling, world scholer atau kurikulum lain?
Sebelum pandemi, saya sempat bertamu ke rumah keluarga yang cukup sukses dengan homeschooling. Anak pertama baru lulus S1 dan diterima kerja di FB. Anak kedua mendapat beasiswa di Stanford dan sedang pertukaran mahasiswa ke Jepang. Anak ke-3 dan 4 masih usia SMP/SD dan ketika saya datang mereka sedang ikut kelas programming gratis yang diadakan di community center. Itu salah satu parameter akademis yang tercapai, sementara parameter adabnya masih sangat menjunjung sopan santun budaya timur, memiliki pemahaman agama yang baik meskipun tinggal dan besar di Amerika.
Ada pula cerita tentang keluarga yang untuk ukuran jaman ini sudah tidak umum karena memiliki 13 anak dan semuanya sekolah rumah hingga usia lulus SMA. Anak pertama lulus S2 pada usia 21 tahun!
Tanpa menjelaskan detail metode/kurikulum homeschool yang mereka terapkan, berikut tips yang mereka bagi untuk memulai hari :
1. Perbarui niat dan siapkan stok sabar sebanyak mungkin.
2. Biasakan anak-anak dekat dengan kisah orang-orang sholeh.
>3. Berdoa sepanjang hari, utamanya buat anak-anak, lalu buat diri sendiri supaya tetap waras.
4. Percaya diri dengan metode mendidik anak yang sudah dipilih, hasil tidak selalu instan.
Rezeki tingkat paling rendah adalah harta, sedangkan yang paling tinggi adalah kesehatan dan keselamatan dunia-akhirat. Jadi, generasi yang shalih adalah rezeki yg utama. Sedangkan pasangan yang shalih adalah rezeki yang sempurna.
Saat membaca seputar Kampung Mafta di Langkat, SumUt, rasanya itu jadi wujud desa/komunitas yang tumbuh bersama mendidik anak-anak dalam lingkungan yang cukup ideal, tidak terjebak oleh social comparison yang biasa terjadi di kota. Keluarga yang hijrah ke sana punya visi yang sama tentang bagaimana menjalani hidup, bukan broken home, sehingga memperkuat konsep " a village to raise a child".
BEKAL-BEKAL PENDIDIKAN YANG BAIK
"Perjalanan kita jauh, tidak penting sampai dimana jarak yang ditempuh, yang utama kita masih di jalur-Nya. Jalan ke surga itu terjal dan menanjak. Maka perlu kesungguhan, istiqamah dan waspada di setiap langkah dengan memohon pertolongan kepada Allah Azza wa jalla. Kita perlu cahaya dari Allah Ta’ala untuk menentukan jalan yang benar dan lurus dengan menuntut ilmu syar’i terus menerus. Bila ada masalah besar, angin besar yang menerjang, maka cahaya/lentera iman kita akan meredup hingga kadang mati. Maka perlu ada kesiapan korek api untuk menyalakan lagi cahaya yang padam tersebut..."
WASIAT YANG PERTAMA:
Jika engkau mendapatkan hasrat, keinginan tertentu pada anakmu dan tujuan masa depan yang jelas, maka bersemangatlah untuk mengembangkannya, menjaganya dan membangunnya.
WASIAT YANG KE-DUA:
kepedulian orang tua pada anak-anak dalam hal berkonsultasi dengan mereka dan mengambil pendapat mereka akan meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk berpikir.
WASIAT YANG KE-TIGA:
Bercanda dengan anak-anak haruslah dibatasi dan dikontrol dengan ketat, agar tidak mengalahkan dan menyebabkan terlalu jauh (berlebihan) yang melalaikan.
WASIAT YANG KE-EMPAT:
Memberikan anak-anak sebagian tanggung jawab yang mudah adalah kesempatan untuk membiasakan mereka merasakan tanggung jawab saat besar nanti, dan memberi tahu mereka betapa pentingnya mereka.
WASIAT YANG KE-LIMA:
Setiap kesalahan yang dikeluarkan oleh anak-anak memiliki tingkat dan metode hukuman yang sesuai, jadi jangan membesar-besarkan, dan tempatkanlah hukuman yang tepat untuk kesalahan yang sesuai.
>WASIAT YANG KE-ENAM:
Menyendiri dengan anak-anak untuk memberikan arahan dan nasihat, dalam sesi khusus, adalah metode pendidikan yang penting untuk perbaikan dan perubahan.
WASIAT YANG KE-TUJUH:
Jangan terlalu sering memberikan nasehat setiap saat, karena yang demikian akan mewarisi kebosanan dan penolakan anak-anak, terutama di masa remaja.
WASIAT YANG KE-DELAPAN:
Masa remaja adalah tahapan yang penting dan serius, yang membutuhkan lebih banyak perhatian dan kesabaran, bimbingan dan pendidikan dalam aspek-aspek perubahan.
WASIAT YANG KE-SEMBILAN:
Waspadalah terhadap munculnya perselisihan antara orang tua di depan anak-anak; karena yang demikian itu akan mewariskan kepada mereka pemikiran yang bermacam-macam pada perbedaan.
WASIAT YANG KE-SEPULUH:
Jauhilah membandingkan anak dengan orang lain, terutama teman-teman mereka dan kerabat, jadi jangan katakan: sepupumu lebih pintar daripada kamu, karena yag demikian itu akan berdampak negatif padanya.
[Haqoib at-Tarbiyah al-Hasanah, karya: Syaikh Shalih Abdul karim hal. 10-11]
ReAD MoRE・・・