Saturday, 20 August 2016

i.d.e.n.t.i.t.a.s #2

Kembali merenung tentang identitas. Serangan media sangat gencar, hingga sebagian kita kadang terkecoh oleh golongan yang mengenakan “pakaian” tertentu untuk membentuk opini massa lalu berhasil mendekati tujuan sejatinya. Pakaian yang dikenakan begitu mempesona sehingga orang langsung percaya dengan penampilan tanpa mencoba mengajak bicara atau mencari tahu bagaimana profil sebenarnya. Istilahnya tabayun/cross check. Jangan sampai  dengan polos membenarkan argumentum ad populum, karena sesuatu itu belum tentu benar disebabkan banyak orang mempercayainya. Mungkin derajatnya hanya konjectur saja...
 
Ya, yang saya maksud adalah kelompok helm putih  dan  1s1s yang itu tuh. Dan sebenarnya masih banyak golongan-golongan lain yang disodorkan media dengan menghentak hingga tanpa sadar sebagian kita turut menyebarluaskannya, menyisipkan informasi yang terdistorsi ke orang-orang yang kita kenal.
 
Isu global atau negeri-negeri yang dengannya ada keterkaitan rasa,  sampai sekarang pun saya terseok-seok untuk mengikutinya. Lalu kembali lagi. Saat musuh sibuk menyamarkan identitasnya, bagaimana dengan identitas yang kita pilih untuk diri sendiri? *Jangan galau kayak Jason Bourne yang diprofilkan punya banyak paspor*
 
Voila. Sepertinya saya paham kenapa pasangan hidup pun diibaratkan sebagai pakaian. Ya, karena dia menjadi satu identitas kita. Identitas yang dikenakan paling lama setelah nama pemberian orang tua. Bersamanya kita akan menanamkan identitas baru untuk generasi yang akan menghadapi lingkungan dan zaman yang berbeda, saat sang Pencipta menitipkan amanah yang disebut anak.
 
Saya tersentak karena waktu bersama anak berlalu begitu cepat. Saat anak sulung saya belum lancar bicara, sebelum tidur kami lisankan doa-doa pengantar tidur dilanjutkan ayat-ayat suci yang kami hafal hingga si bocah tertidur. Menjelang usia 3 tahun, dia sudah hafal doa-doa itu. Kini dia menolak saat saya hendak melafalkan ayat-ayat. Kenapa? Dia memilih mendengarkan”kakak” saja. Baiklah, memang bacaan saya tidak sefasih dan semerdu kakak-kakak itu. Anak sulung saya tidak mau lagi mendengar saya mengaji setelah dia terbiasa mendengar tilawah ahmad saud dan Thoha aljunaid.
 
Awalnya saya merasa biasa saja. Tapi kemudian ada seorang sahabat yang membangunkan alarm kesadaran. “Sunu, kamu udah keliling dunia kemana-mana, tapi kok hafalan segitu saja” Jleb. Panah pengingat yang tepat sasaran. Hafalan saya tidak banyak bertambah, bacaan saya belum bagus. Dan saya tidak membantah, karena si sahabat bisa menambah 2 juz dalam 2 minggu.
 
Keinginan kami untuk menanamkan kecintaan Quran kepada anak-anak perlu direview kembali. Palu godam seolah dipukulkan ke meja bernama hati. Seberapa jauh kesanggupan kami mengenakan pakaian yang disebut orang tua?
 
Saya menyaksikan bahwa identitas islam bisa terhapus dalam dua generasi, terutama bila berada di negeri dimana panggilan sholat tidak terdengar dari masjid. Lalu saya merasa sedih,khawatir, resah… Bagaimana kelanjutan keimanan dalam keluarga kami? Bukankah ini adalah warisan yang lebih berharga dibandingan harta dunia? Bagaimana anak keturunan kami bisa teguh mencintai identitasnya dalam tantangan pada jamannya?
 
Dalam al quran dikisahkan orang-orang sholeh mewasiatkan pesan tentang identitas diri kepada anak-anaknya. Tentang siapa Tuhan dan jangan menyekutukanNya. Kalau dipikir, sekarang ada kemudahan; mukjizat yang menjadi petunjuk sepanjang zaman. Ya, kitabullah yang diturunkan melalui Rasul terakhir.
 
Dalam keterbatasan waktu kami di dunia, semoga dicukupkan kesempatan untuk menghujamkan pasak-pasak identitas hamba dan kedudukan terhadap pemilik jiwa, membaca dan mengikuti petunjuk agar senantiasa berada dalam koridor menuju surga. Semoga dengan segala ketidak sempurnaan saya bisa menorehkan warna-warna kebaikan ke jiwa-jiwa dalam raga yang sekarang masih mungil menuju dewasa. …. hingga selamat mencapai tempat kembali mereka….


ReAD MoRE・・・

Monday, 15 August 2016

i.d.e.n.t.i.t.a.s

Kenapa menikah? Bukankah hal-hal yg diperoleh dg menikah juga bisa didapatkan tanpa menikah? Anak bisa adopsi. Sperma bisa dibeli. Tinggal pilih fenotype seperti apa yg diinginkan. Bosan dg pasangan toh bisa putus hubungan dan cari pasangan baru. Pengen punya temen hidup pun bisa tinggal bersama tanpa harus menikah.  

Pertanyaannya, mentalitas seperti apa yg dimiliki generasi penerus yg dihasilkan dari generasi bebas seperti di atas? Saat di Jerman saya punya seorang teman yang ibunya belum pernah menikah. Dia punya 2 adik dari 2 ayah yang berbeda. Adik lain dr pihak ayah biologis dr ibu yang berbeda. Dan dia baru tau ada saudara separuh darah saat sudah dewasa. Terdengar rumit bagi saya. Nasab keluarga tidak telas. 

Anak seolah hanyalah perpaduan genetik hasil pembuahan sel kelamin. Binatang pun secara natural berkembang biak. Kalau perilakunya sama saja, apa yang membedakan manusia dengan hewan? Akal, dimana akal? Oh, iya, manusia bisa adopsi, memilih dan membeli sperma, atau bahkan minta legalitas hubungan anonoh sejenis. Metode seperti ini gak bisa ditiru binatang. Apakah ini bedanya?

Bagaimana dengan identitas diri? Ketika anak-anak yang menjadi sebuah generasi ternyata adalah seonggok tulang-daging yang bisa bicara. Nilai seperti apa yang mereka bawa? Kehidupan seperti apa yang akan mereka atur? Identitas apa yang akan mereka wariskan?
Identitas. Siapa saya? Nama yang disandang adalah pemberian orang tua. Tanpa sebuah nama, individu seperti apa diri ini? Ketika segenap aksesori diri, nama, jabatan, profesi, gelar, bangsa/kewarganegaraan, jaringan, keturunan diibaratkan pakaian, bila semua itu dilepaskan, siapakah anda saat 'telanjang' sendirian saja?

 Identitas apa yang anda cari? Apakah itu berarti ketika misalkan anda seorang diri di pulau terpencil yang tak dihuni? Apakah itu berarti saat kita kembali ke pemilik Jiwa yang sejati? Mungkin saat seperti inilah manusia mendekati fitrahnya. Mendekati rasa ketika jiwa bersaksi siapa tuannya. Mendekat ke arah penciptanya. Seperti Ibrahim as mencari lalu menemukan Tuhan. Seperti Muhammad saw ketika menerima wahyu. Ya, hakikat diri ternyata adalah hamba yang tidak berdaya tanpa kasih sayang dan kemurahan yang Maha Kuasa. Lalu kenapa masih tidak mau mengikuti aturanNya? Bukankah Petunjuk itu adalah anugerah yang wajib disyukuri dan dipatuhi agar tak tersesat? 

Identitas manusia dimulai dari orang tuanya, lalu lingkungan yang memasukkan informasi. Seseorang bisa menjadi orang tua biologis dan itu sumber identitas pertama. Dalam islam, setiap anak yg terlahir dari hasil pembuahan diluar nikah tidak mendapat Nasab ayahnya. Artinya hukum-hukum syariah tidak berlaku, si ayah tidak bisa menjadi wali si anak saat menikah, mereka tidak saling mewarisi.

Berbagi DNA tidak selalu berarti berbagi hak dan kewajiban, apalagi berbagi harta. Anak yang lahir diluar nikah dan tau ayahnya siapa dengan anak yang lahir dr hasil pembuahan donor sperma, serupa dihadapan hukum. Apakah si anak bisa menuntut warisan dari pemilik DNA yang menjadi penyusun tubuhnya? Atas dasar apa? 

 Saat berada di negeri multi etnis, dimana kewarganegaraan seseorang tidak hanya mutlak dinilai dari warna kulit atau penampakan fisik saja, identitas apa yang harus dimiliki? Hukum apa yang harus diikuti? 

Politik dipakai untuk menguasai orang-orang, kemudian membuka akses kepada kepemilikan, entah melalui pajak atau kekuasaan atas bumi, air dan kekyaan alam di dalamnya. Maalik, Malik. Pemilik dan Raja. Maalik disandingkan dengan hari kemudian seluruh alam, tidak terbatas zaman. Malik disandingkan dengan manusia. Manusia saja yang cukup rakus, ingin menjadi malik bagi manusia lain, lalu tambah rakus ingin menjadi maalik untuk menyatakan kepemilikan atas harta benda, bahkan bumi pun dikotak-kotak diberi batas wilayah plus sertifikat lalu diperjualbelikan, padahal siapa yang sebenarnya yang punya? 

 Seberapa sadar atas identitas diri sendiri?
 
***Identitas berupa kotak-kotak kewarganegaraan inilah yang akhirnya menjadi sekat bagi seseorang untuk menjalanakan suatu peran di negeri yang terkotaki politik. Saya teringat obrolan dengan Bapak Mertua seputar perlu tidaknya khilafah. Hmm, khilafah terdenger lebih mudah bagi saya, dalam artian sekat kewarganegaraan itu pupus tanpa tali bahasa, suku atau wilayah. Identitas yang sama dalam kedudukan yang setara. Permainan identitas ini kadang dipakai untuk membunuh karakter seseorang sehingga segala kebaikan besar yang bisa terjadi melalui dia akhirnya tidak pernah menjadi kenyataan seiriing dengan lenyapnya sosoknya bersama potensi kewenangan yang ada.... Phffhh.***Jaman sekarang tidak perlu membunuh untuk menghilangkan musuh, cukup sosok/nama baiknya dihancurkan, lalu segenap dukungan akan menghilang. Ngeri. Pengalihan isu?***


ReAD MoRE・・・

Wednesday, 10 August 2016

Merindu Zaman

Masih kental suasana ramadhan, bulan diturunkannya pegangan hingga akhir jaman. Berakhirnya bulan ditutup dengan penuh kesyukuran, melantangkan takbir, mengagungkan kebesaran Tuhan. Selipan doa berjejalan agar masih bisa bertemu lagi bulan suci tahun depan.

Fitnah sudah merajalela. Kebenaran sulit diterka hanya mengandalkan pendapat yang bertebaran di social media. Lalu bagaimana kita akan menghadapi fitnah paling kuat yang katanya menjadi salah satu ciri akhir zaman? Yes, yang itu. Saat neraka dajjal sesungguhnya surga dan surganya sejatinya adalah neraka.

Maka umat muslim disunnahkan untuk membaca surat Al kahfi setiap pekannya. Bagimana ayat-ayat dalam surat ini bisa melindungi dari fitnah dajjal? Yang saya pahami, bukan karena kita membunyikannya (tilawah), tapi dengan kita membacanya (iqra).

Surat yang melindungi orang beriman dari fitnah terkuat yang memutar balikkan surga dan neraka itu diawali dengan mengucap pujian, kesyukuran atas hadirnya pedoman hidup yang akan menjadi acuan saat kebenaran dan kebatilan sudah bercampur-aduk.
Beberapa fakta yang terjadi tentang rancunya kejadian yang disokong sekelompok manusia saat ini.

1. LaGiBeTe dianggap normal dan diakui secara legal di beberapa negara.
2. Seorang anggota Parlemen Inggris dibunuh sebelum Brexit.
3. Pada hari nasional Perancis (14 Juli), supir truk dengan pendingin menabrak keramaian lalu menembaki orang-orang di Nice. 84 orang tewas. –Kebenaran (pembenaran?) apa yang melandasi aksi ini?
4. Kudeta Turki. Lanjutan beritanya masih hangat sampai saat tulisan ini ditulis.
5. Pembakar masjid Tolikara diundang makan-makan ke istana negara.
6. Donald T*ump menjadi calon Presiden negeri adidaya terlepas dari haluannya yang jelas rasis. Eh? 
7. Mengikuti kisah awkarin? Pendukungnya banyak loh. Masih muda-muda pula.
8. Pro-kon capres pemilu 2014. Baunya masih tetap terasa.

Saya pikir akan masih banyak kejadian yang membuat sebagian orang bingung. Mana yang benar? Kemana harus memihak? Bagaimana harus bersikap?
Akhir pekan lalu kebetulan sempat bertemu dengan seorang bule muslim yang sudah membaca banyak referensi, hingga disebabkan oleh keterbatasan ingatan, agak bercampur hal-hal yang disebutkan dalam Al Quran, Hadits, atau pendapat orang (dalam hal ini ulama/ustadz). Saya yang terlibat dalam diskusi, cukup senang karena kami sepakat menjadikan Al Quran sebagai pedoman. Yes, itu yang utama. Sumber lain boleh menjadi pelengkap selama tidak bertentangan dengan petunjuk utama. Informasi yang bercampur semacam benang kusut insyaallah bisa terurai menjadi pemahaman yang lurus berdasarkan sumber yang terjamin kebenarannya.

Bukankah kebenaran mukjizat ini sebenarnya pernah dipertaruhkan dengan memasukkan berita kemenangan bangsa Romawi atas Persia yang baru terbukti beberapa tahun kemudian?

Saya mendapatkan istri yang kuliah di jurusan matematika. Bonus seorang ayah mertua yang kritis filosofis. Interaksi secara langsung maupun tidak, turut mengasah logika. Dan ini cukup membantu saya dalam melihat suatu isu.
Misalkan, eksistensi Tuhan, teori evolusi Darwin, dll. Kebenaran dalam logika matematika disebut dengan aksioma/postulat. Hal ini tidak perlu pembuktian. Misalkan semua bilangan yang dikalikan dengan 0 akan menjadi 0. Atau 1+1 = 2.

Teorema adalah konjektur yang terbukti.
Konjektur adalah pernyataan yang belum terbukti kebenarannya.

Dalam hal ini, Tuhan adalah aksioma. Kalau ada konjektur yang menyatakan Tuhan tidak ada, maka suruh mereka yang membuktikannya, bukan sebaliknya. Aksioma tidak untuk dibuktikan, tapi diuji konsistensinya, kalau bahasa audit : verifikasi.

Uji kebenaran bisa dengan permodelan dengan memasukkan beberapa variable lalu hasilnya ditulis menjadi tesis lalu dapet gelar master/doctor deh. Wkwkwk. Hasil verifikasi akan mendapat sertifikat :-P

Teori evolusi adalah teorema atau bahkan cuman sekedar konjektur saja, harus dibuktikan dengan fakta ilmiah. Bukan urusan kita lalu jadi sibuk mikirin cara mematahkannya, minta saja fakta ilmiah dari pendukungnya. Saya membaca bahwa evolusi memang terjadi pada virus dan bisa diamati secara real-time, namun evolusi yang merubah satu spesies jadi spesies lain yang sama sekali berbeda itu ada missing link yang membuat derajatnya masih sekedar ide atau konjektur saja.

Ada yang lebih parah, yakni Hoax. Konjektur dan Hoax ini kalau sudah beredar luas dan disepakati bersama, secara de jure dia akan menjadi kebenaran. Mengerikan.

Saat ini sedang berlangsung MTQ di Nusa Tenggara Barat, semoga akan datang masa MIQ (MQQ?) menjadi popular, forum verifikasi ayat-ayat Quran secara ilmiah yang mencerahkan umat. Mungkin modelnya seperti NAK dan yang berkumpul adalah anak-anak muda diawal aqil balighnya. Generasi emas yang paham tentang Al Furqon dan tidak galau dengan identitas dirinya. Ini menjadi PR besar bagi setiap keluarga : bagaimana menanamkan konsep yang membuat anak-anak yakin dan mengembangkan nalarnya, bukan berkata emang udah dari sononya atau katanya begitu dari dulu....


ReAD MoRE・・・

Tuesday, 9 August 2016

#2 Empat Bulan Pertama Di Amerika

Kata berita, ada keputusan menteri pendidikan yang bikin rusuh social media seputar sekolah Full Time sampai jam 5 sore. Mungkin pertimbangannya kasihan kalau anak-anak itu hanya terpapar gadget saat pulang ke rumah karena kedua orang tuanya bekerja sampai sore atau malam. Pilihan sekolah ada kalanya lebih bagus untuk kondisi keluarga yang belum ideal memantau pendidikan dalam rumah tangga.
 
Well, saya tidak punya data statistuk berapa persentase keluarga yang kedua orang tuanya harus bekerja sehingga anak-anak akan diluar pengawasan mereka saat jam kerja. Yang pasti beban tanggung jawab mendidik anak manusia ini akan bertambah di pundak para guru.
 
Di Amerika, biarpun Negara ini kesannya gimana gitu, anak-anak sangat-sangat mendapat perhatian. Meninggalkan anak sendirian dalam mobil, bisa ditindak. Meninggalkan anak di bawah umur tanpa pengawasan di rumah, siap-siap kena masalah. Bahkan bayi pun harus tidur di crib, tidak boleh satu ranjang dengan orang tuanya untuk menghidari gangguan pernafasan karena tertutup bantal, selimut atau tertindih orang tuanya tanpa sengaja.
 
Baiklah... lanjut  lagi ttg hal-hal baru yang saya amati di California Selatan :-)
 
1.Terbiasa tepat waktu menjemput anak. Bagi yang punya anak kecil dan dititipkan ke daycare/pre-school, jangan sampai terlambat menjemput. Keterlambatan setiap menit dikenakan denda 2 dolar. Temen di kantor yang anaknya dititpkan biasanya akan pulang sesegera mungkin untuk menjemput anaknya, bila telat dan tidak punya uang tunia, akan ditagih saat penjemputan hari berikutnya. Kalau misalkan sampai batas jam terakhir si anak belum dijemput, bersiaplah berurusan dengan lembaga perlindungan anak. Serius. Lewat jam terntentu anak anda akan diamankan oleh lemabga perlindungan anak.
 
2.Gak perlu Perfect English. LA adalah sebuah kota multi etnis. Tidak ada kesulitan menemukan makanan halal atau menu-menu khas negeri tercinta. Tidak terlalu jago bahasa Inggris juga tidak menjadi masalah karena setiap bangsa punya komunitasnya sendiri. Orang terbiasa mendengar berbagai dialek.
 
3.Banyak masjid. Yes, Alhamdulillah. Dalam pengamatan saya, begitu mudah menemukan masjid di sini, dibandingkan dengan di Jepang. Sekolah-sekolah swasta yang dikelola lembaga islam pun bertebaran. Sayangnya komunitas orang Indonesia (muslim) tidak sebanyak orang Pakistan, India, atau Turki, padahal dari segi populasi kita adalah negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Well, bisa jadi karena orang-orang kita lebih betah berada di negeri sendiri daripada bertebaran di sisi bumi Allah yang lain….

 
4.LA mendapat cahaya matahari sepanjang tahun, saat musim dingin tinggal naik mobil ke gunung buat main snowboard, bisa ke arah pantai bermain pasir. Dan setiap hari ada kembang api karena Disneyland ada di sini. California jarang hujan namun bias menjadi Negara bagian penghasil produk pertanian terbesar di Amerika. Apa coba rahasianya?

5.Belajar pemetaan. Tujuannya supaya tahu lokasi garage sale barang berkualitas, haha. Ada kawasan bule (elit), ada kawasan Hispanic (agak kumuh), kawasan Vietnam (sedikit tidak kumuh), kawasan asia lainnya (jepang, Korea, china). Barang-barang di kawasan bule, harga baru biasanya beda satu digit. Nolnya kebanyakan… Lingkungannya pastinya lebih nyaman, banyak pohon dan kualitas sekolah lebih bagus. Kalau usia anak sudah bisa masuk sekolah dasar, saatnya pindah rumah ke schoolzone yang bagus karena sekolah anak ditentukan lokasi tempat tinggal, kecuali mau bayar mahal buat sekolah swasta.

Selanjutnya insyaallah akan dibahas sedikit soal politik dan ekonomi (biar agak serius.) (Bersambung)


ReAD MoRE・・・

Tuesday, 2 August 2016

Tentang si sulung di tahun ke-3nya.


Alhamdulillah akhir pekan ini cerah, kami berkesempatan untuk ke pantai pada saat surut sehingga kerang, tiram, rumput laut serta satwa-satwa bahari lainnya bisa diambil langsung dengan mudah tanpa perlu naik kapal. Sebuah anugerah untuk negeri yang lingkungannya terjaga. Biarpun musim panas, suhu udara di Washington masih sejuk dan angin berhembus cukup kencang. Keuntungan lainnya adalah pantai yang kami kunjungi bukan tujuan wisata umum sehingga berasa seperti pantai pribadi dan bebas dari bikini. #eh.
 
Ceritanya saya sedang membuka kerang yang sehari sebelumnya kami pungut dari pantai. Tanpa sengaja jari saya tergores ujung yg tajam dan berdarah.
"Ayah, kenapa berdarah?"
 "Kena kulit kerang, tajam."
 "Nanti eyra obatin ya. Eyra bisa obatin loh..."
 
Karena jumlah kerang yg harus dikupas masih cukup banyak, saya segera bersihkan luka lalu saya tutup lukanya dengan handyplast. Saya teruskan aktivitas yg tertunda. Tak lama si gadis cilik datang lagi.
 
"Loh, kok diobatin sendiri. Khan eyra yang mau obatin"
 
Eh, loh, jadi tadi tuh serius toh. Maaf ya anak, ayah kira kamu hanya mencoba sopan dan basa basi saja menawarkan bantuan. Dasar gak sensitif, mana ada anak umur 3 tahun udh ngerti basa-basi. Doh.
"Emang eyra gimana ngobtainnya?"
"Gini... "
 
Celotehnya sambil memperagarakan. Membuka bungkus handylplast, menempelkan di jari saya, lalu menekan-nekan seolah memastikan sudah menempel dengan baik. Lalu mengacungkan jempolnya. Selesai, katanya.
 
Oh, maafkan ayah yang sedikit ragu akan kemampuanmu ya, nak.
 
"Sekarang udah gak berdarah?"
"Iya. Sudah tidak apa-apa"
 
Alhamdulillahi bi ni'matihi tatimmussholihaat.
 
Si bayi sudah jadi gadis cilik yang menyejukkan hati.
 
"Eyra mau bantu ayah!" Teriaknya riang sambil mendekat. Anak ini sedang kabur tidak mau tidur siang.
 
Saya sedang bersiap memasukkan baju ke mesin cuci sambil mengucek kerah dan bagian ketiak. Si anak kecil akhirnya ikut diajarin mengecek baju dalamnya. Ambil sabun, dikucek, dibulas. Dikasih sabun lagi. Dikucek lagi. Sampai 3-4 kali. Entah bersih entah tidak, toh akhirnya masuk mesin cuci juga. Haha. Tapi melihat ekspresinya yang serius, keterampilan tangannya yang mengulang pola yang sama 3 atau 4 kali nampaknya tingkahnya kali ini perlu diapresiasi. Setidaknya saya ikat kenangan ini dalam tulisan .
 
"Ayah besok kerja lagi ya?" Tanyanya di Minggu sore.
"Iya. Eyra juga besok sekolah Khan ya?"
"Iya. Eyra senang sekolah! Ayah naik pesawat lagi? Nanti eyra jemput ya!"
"Insyaallah nanti eyra bisa naik pesawat bareng ayah."
 "Bareng ibun dan dedek eigen juga?"
 "Iya.."
 "Pesawatnya yang kecil aja ya ayah!"
 
Kenapa Pesawatnya harus kecil? Eh, bukan saatnya nanya.
 
"Iya, kalau domestik pesawatnya kecil, eyra." Saya tidak yakin yakin lawan bicara paham arti domestik.
"Alhamdulillah ya! Eyra sayang ayah" cup cup. Dia mendekat dan mencium pipi saya. Meleleh.....

Pada hari yang sama pula kami harus membereskan barang-barang, memilah, menyimpan, membuang sebagian. Adiknya rupanya bangun lalu menangis.
"Ayah, dedek Eigen nangis! Gendong, ayah!" Eueleuh... udah bisa memerintah... "Dedek Eigen, jangan nangis. Ibun lagi beres-beres!" Nah loh, si bayi bahkan gak boleh ganggu urusan ibunya, katanya... Haha, biasanya adeknya keganggu tidurnya karena si kakak ribut dengan suaranya yang nyaring. Hari ini entah kenapa si kakak sedang bijak.
 
Ada saat gadis cilik ini tantrum, bandel, susah makan, maunya permen atau es krim saja, kadang menguji konsistensi aturan atau sengaja membangkang. Tapi hari ini dia adalah bidadari cilik yang enak dipandang dan tutur katanya menyenangkan.
 
Semoga kami senantiasa dimampukan untuk menanam kebajikan yang mengakar kuat dalam pribadinya hingga dia dewasa. Semoga kami bisa meneladani kisah-kisah keluarga dan orang tua terpuji yang diabadikan dalam al quran. Semoga allah memelihara diri kami dari ketersesatan setelah datang petunjuk. Semoga allah menjauhkan kami dari kemurkaan, setelah mengetahui jalan yang benar.
 
*Terima kasih buat si neng geulis, pengatur benteng rumah tangga ,yang tetap teguh dan sabar mendidik si kecil. Sudah melewati 5 Ramadhan usia pernikahan ini.... *


ReAD MoRE・・・