Monday 4 July 2011

Mencari Alasan dan Batas Kesabaran

Dalam diskusi kami malam itu saya memperoleh beberapa masukan dari seorang abang.

**************************

"Cari satu alasan. Alasan mendasar yang membuatmu mengambil pilihan itu. Cukup kamu yang tahu. Alasan itu yang akan menjadi titik balik saat dalam perjalanan ke depan mendapat cobaan, rintangan, kesulitan yang membuat kamu merasa pilihan yang kamu ambil salah. Alasan yang insyaallah akan membuat kamu teguh bertahan, sabar dengan pilihan itu."

"Sikap kita terhadap takdir Allah itu 3. Menerima, Bersabar dan Bersyukur."


***************************

Hari-hari ini sudah memasuki hari-hari awal bulan Sya'ban. Saat yang tepat untuk menggenjot lebih kencang persiapan menuju bulan suci Ramadan. Badan saya masih kaget dengan sambutan suhu 38 derajat celcius saat pesawat saya mendarat di sebuah pulau buatan di tepi pasifik lalu berkendaraan menuju kamar kos-kosan yang nyaman. Betul. Tak ada nafsu makan.Saya tidak doyan makan nasi ataupun gorengan. Ngidam? Huehue. Yang pasti sudah 3 hari sejak saya kembali ke Jepang, perut hanya terisi nasi ba'da sholat Jumat setelah saya paksa makan. Lelah perjalanan dan sedikitnya asupan makanan sukses menghilangkan 3 kg berat badan. :-P Deuh, makin kurus saja saya.

Alhamdulillah memasuki hari ke-4, udara sedikit sejuk. Allah menurunkan rahmatnya lewat guyuran air yang masih membasahi jalanan hingga tengah malam. Allahuma shayyiban na~ fi'an. Kondisi badan mulai pulih dan suasana malam di akhir (awal kah..?) pekan cukup nyaman untuk berpikir. Kali ini tentang sabar dan alasan.



Susah mencari padanan kata sabar dalam bahasa Jepang. Gaman? err tidak sepenuhnya tepat. Bahasa Indonesia sendiri mengadopsi kata sabar begitu adanya dari bahasa Arab. Sabar itu apa sih? Apa dong?

Al Ghazali mengatakan bahwa sabar itu: Berusaha sekuat tenaga untuk berada di jalan Allah. Jadi jelas khan? Tidak ada batas untuk kesabaran. Sabar itu aksi.

Ambil satu kasus saat kita diuji dengan menjadi korban penipuan habis-habisan. Pilihan yang diambil adalah pasrah dengan keadaan. Apakah ini sabar? Kasus lain、apakah marah berarti kurang sabar? Apakah diam melihat anak lapar karena tak punya uang adalah sabar? Apakah menahan air mata agar tak jauh saat mendapat cobaan adalah sabar? Jawabannya belum tentu. Silakan dilihat parameternya: Apakah kita berusaha sekuat tenaga agar tetap berada di jalan Allah?

Dalam satu nasihat si Abang yang dikutip dari hadits, sabar adalah satu sikap kita terhadap takdir Allah. Sedangkal pemahaman saya, apapun takdir allah yang ditetapkan atas kita, sikap kita adalah berusaha untuk tetap berada di jalan-Nya.

Mengenai mencari alasan, err, sekarang pun saya tengah mencarinya untuk sebuah urusan, semoga Allah memberikan petunjuk dalam hari-hari yang diberkahi di bulan sya'ban ini. PR masih berlanjut....

Pindah topik.
Hari ini, saya ikut ujian bahasa Jepang. FYuh, ujian tanpa persiapan khusus karena waktu tersita untuk hal lain dan badan pun belum bisa diajak kompromi, ditambah otak yang sulit dipaksa konsentrasi atau diisi materi. Komplit. Udara musim panas juga semakin membuat badan untuk enggan tegak, akhirnya pilihan yang diambil adalah memulihkan kondisi kesehatan (baca : istirahat,leyeh-leyeh, tidur :-P ). Email berisi tagihan laporan dicuekin dulu. Hutang menjawab pertanyaan juga dituntaskan ntar dulu.

Dengan memberikan waktu toleransi 15 menit lebih cepat, saya berangkat menuju tempat ujian. Sesampai stasiun tersadar bahwa kartu peserta ujian ketinggalan. Wew. Toleransi waktu yang saya siapkan terpakailah sudah, malahan sekarang terancam tidak cukup untuk sampai lokasi tepat waktu. Sambil berjalan super cepat menuju asrama, berbagai bisikan datang menggoda.

" Sudahlah, tidak usah dikejar, ujian bisa ambil lain kali. "
" waktu kami naik kereta nanti, waktunya tidak akan cukup untuk sampai lokasi sebelum ujian dimulai."

Saya cuek saja dengan bisikan-bisikan ini. Walau bila dipikir secara normal, memang waktu yang tersedia tidak akan cukup. Setelah mengambil kartu ujian, segera tancap gas menuju stasiun, lari ditengah terik matahari, membuat keringat mengalir deras. 10 menit waktu yang tersisa sebelum ujian dimulai saat kereta berhenti di stasiun terdekat. Rupanya banyak peserta lain yang naik satu kereta dengan saya. The latecomers! Huhuhu. Dalam petunjuk di kartu ujian ada pilihan taksi menuju lokasi, kenyataannya tak ada kendaraan umum sama sekali. Terhampar sawah di kanan kiri. Wew. Alhamdulillah di antara latecomers ini ada yang tahu jalan menuju lokasi. Yah, kami semua berlari-lari. Deuh, padahal saya tidak suka ujian sambil berkeringat tanpa peduli itu keringat panas atau dingin.

"Cepat,ujian dimulai 5 menit lagi!" Ini kata penunjuk jalan yang menyambut di gerbang.
"Lari! jangan kalah dengan panas matahari! Ruangan ditutup 2 menit lagi!" Ini kata mbak-mbak yang jaga di depan gedung.

"1 Menit lagi, kalau tidak lari, tidak akan diijinkan masuk ruangan!" Ini kata Ibu-ibu yang saya tanya di dalam gedung saat mencari ruangan ujian.

Fyuh. Pintu ruangan ditutup sesaat setelah saya masuk. masih dengan nafas naik turun, dan keringat yang tetap saja mengalir meski AC dalam ruangan sudah dihidupkan, akhirnya saya menemukan kursi ujian saya. Tepat waktu. 10 detik dari batas ijin masuk ruangan. :-P Meja masih basah oleh keringat saat lembar jawaban dan kertas ujian dibagikan. Harapan saat itu supaya dinginnya AC segera membuat produksi keringat berhenti. Setelah sprint dan masuk finish tepat waktu, saya tidak sempat membeli minuman. Haus! Dalam kondisi yang tidak karuan, badan gatal oleh keringat, kerongkongan kering dan meja basah, saya jalani juga ujian tulis siang ini.

Bismillah, semoga hasilnya tidak mengecewakan. Semoga tidak sia-sia uang yang sudah dikeluarkan.







No comments: