Semburat mentari kembali menerangi sore hari. Gulita mendung lenyap bersama arak-arakan awan, membuka lorong-lorong sinar ke muka bumi. Rupa-rupa nian molek bermandikan gradasi, tersaput derai bebayang cahaya dalam sebutan warna-warni. Ah, Taifun sudah beranjak pergi. Kota ini normal kembali.
Pikiran saya melompat ke sebuah negeri dengan berbagai masalah yang datang silih berganti. Taifun cobaan belum beranjak pergi. Masih saja berputar dalam negeri itu entah sampai berapa generasi lagi.
"Dosa yang dilakukan tentara (Islam) lebih aku takuti dari musuh mereka. Sesungguhnya umat Islam dimenangkan karena maksiat musuh mereka kepada Allah.Jika kita sama dalam berbuat maksiat, maka mereka lebih memiliki kekuatan. Jika kita tidak dimenangkan dengan keutamaan kita, maka kita tidak dapat mengalahkan mereka dengan kekuatan kita. "
Ini kata Al faruq ketika melepas bala tentara muslim ke medan perang. Lalu bagaimana negeri itu? Di sini seseorang sedang menangisi ketakberdayaan diri. Korupsi, kolusi, manipulasi, rendahnya harga diri plus rumitnya birokrasi menjadi masalah sehari hari. Belum ditambah kasat matanya konspirasi.
Keutamaan. Ini satu kata kunci yang saya ambil dari wasiat Al faruq tadi. Berbagai Jamaah melakukaan usaha perubahan ke arah yang baik, agar keutamaan ini kembali. Agar kemaksiatan tidak dibiarkan terbiasa di bumi. Semoga suatu saat nanti, negeri itu kembali cerah, seperti hari saat taifun pergi, membawa serta kelabu gulungan awan, menyisakan biru langit dan sinar-sinar yang berlarian menerebos angkasa menerangi bumi tanpa terhalangi.
1 comment:
tulisan yang bagus
Post a Comment