Thursday 7 February 2008

Mengikat Sejarah

Ada satu pertanyaan yang belum terjawab saat saya lulus SMA. Kurikulum yang dipakai saat itu (2003) mengharuskan pelajaran sejarah masuk kedalam UAS (Ujian Akhir Sekolah) untuk jurusan IPA sekalipun. Saya tidak tahu apakah hal yang sama dialama anak-anak jurusan IPA sekarang yang penjurusannya dilakukan sejak kelas 2. Koreksi, sejak kelas XI. Pelajaran sosial lain seperti geografi, ekonomi, sosiologi yang saya pelajari sewaktu kelas dua SMA harus menerima ucapan sayonara begitu saya naik tingkat. Hanya satu pelajaran sosial : sejarah, yang kukuh diajarkan selama tiga tahun penuh tanpa pandang jurusan IPA, IPS atau Bahasa.


Boleh jadi penyusun kurikulum waktu itu menghendaki agar otak anak IPA tidak sekedar dilatih cara berpikirnya melalui pelajaran eksakta, tapi diimbangi pula dengan wawasan bagaimana cara berpikir orang-orang sebelum kita. Sayangnya sampai sekarang saya belum pernah tahu apa tujuan dari kurikulum yang ada hingga sepanjang pendidikan dasar dan menengah yang saya alami dia berganti beberapa kali.

Well, saya bukan benci sejarah. Justru saya senang dengan kisah-kisah yang tercantum di dalamnya. Buktinya saya merelakan sekian persen konsentrasi saya untuk mempelajarinya. Sampai saat duduk di tingkat akhir seperti sekarang pun, pelajaran sosial yang saya pilih adalah sejarah. Oke, oke. Sebenarnya saya tidak memilihnya sejak awal. Atas saran dosen wali dengan iming-iming pembahasan kebudayaan islam di akhir semester, saya terpikat untuk mengambil mata kuliah ini. Hasilnya? Angka 90 tertera pada lembar jawaban yang saya terima hari ini. Tapi bukan itu yang membuat saya senang.

Saya sudah dikenalkan dengan mata pelajaran ini sejak duduk di bangku SD. Dulu lamanya PSPB, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa. Isinya seputar perjuangan merebut kemerdekaan dan pengenalan nama-nama pahlawan nasional. Berlanjut terus hingga Masa Hindu-Budha dan berkembangnya kerajaan Islam, Sejarah Nasional Indonesia, jaman Prasejarah, Kebudayaan Mesir, Cina, Mesopotamia, Yunani, Romawi, Revolusi Perancis, revolusi Industri, hingga sejarah kontemporer abad 20. Sejarah yang saya pelajari begitu runtut, namun sayangnya tidak diiringi dengan timeline yang teratur mengenai kejadian pada masa yang sama di tempat yang berbeda.

Ah yah, wawasan baru berikut yang membuat saya lebih senang dibandingkan perolehan nilai kali ini. Pada masa Hideyoshi Toyotomi memerintah, jaman yang sama terjadi perang antara spanyol dan pribumi Filipina. Filipina waktu itu disokong oleh islam, namun sayangnya Hideyoshi justru mengerahkan tentaranya untuk menyerang Korea. Kalau saja waktu itu Hideyoshi mengirimkan pasukannya ke Filipina, boleh jadi itu menjadi kontak pertama dengan islam dan akan berpengaruh dengan perkembangan islam di negeri sakura. Kenapa Hidesyoshi bisa saja mengirimkan tentaranya? Waktu itu terjadi larangan terhadap kristen di Jepang karena kekhawatiran kolonisasi. Spanyol yang terhitung Kristen *katholik* cukup terkategori sebagai lawan. Jadi dia punya pilihan untuk membuktikan kekuatannya saat itu, membantu peperangan di Filipina, atau menyerang semenanjung korea.

Peperangan antara Spanyol dengan Kesultanan Sulu (islam) sendiri berlangsung hingga beberapa periode . 1598, 1600, 1627-1646, 1718-1721, 1748-175, 1844, 1850-1850, 1876. Ibukota Manila konon berasal dari bahasa Arab, (fi) Amanillah sebagai hasil interaksi dengan para pedagang dari sana. Sayangnya sebagian besar wilayah Filipina dimenangkan oleh Spanyol setelah pertempuran yang berlangsung puluhan tahun. Nama negaranya pun diseusaikan dengan Raja Spanyol waktu itu : Philip II dan rakyatnya disebut philipino, budak Philip. Waduh.


Pada masa yang sama, kerjaan Banten dan Mataram Islam sedang menghadapi ancaman serupa dari Belanda. Kekuasaan Turki Usmani pun sedang pada puncaknya waktu itu. Pada masa itu pula cahaya islam boleh dikatakan sudah sampai ke timur jauh.


Ah, lagi-lagi saya melantur. Tapi saya rasa kita perlu mengikat sejarah berdasarkan masa dan tempat agar bisa ditemukan link-link kasat mata yang bisa membuka cakrawala berpikir. Bagaimanapun sejarah yang tercatat adalah karya kaum penguasa, sehingga banyak fakta yang akhirnya tak pernah sampai ke generasi selanjutnya. Setidaknya dengan sejarah kita bisa lebih glokal. Berpikir global, bertindak lokal.

bacaan :

No comments: