Sunday, 10 February 2008

Refreshing ke Hitachi

Hari ini matahari tidak malu menampakkan wajahnya setelah kemarin tak terlihat karena terhalang garis-garis air yang belomba jatuh dari langit. Sesuai dengan rencana yang saya sodorkan pada rekan mahasiswa asing di college ini, hari ini kami akan pergi ke Hitachi untuk main ice skate dengan tiket gratis. Kok?

Jadi begini. Musim gugur tahun lalu kami berombongan ke arena itu dengan hostfamily. Tentu saja setelah melakukan cross-check, memastikan arena bisa dipergunakan oleh umum hari itu. Ternyata sesampainya di sana, arena sedang dipakai untuk pertandingan hockey nasional. Sesudah membuat perjanjian dan berkonsultasi mengenai jadwal pakai arena, kami terpaksa kembali dengan kecewa.

Dua minggu kemudian kami kembali ke Hitachi. Semangat tinggi dan celotehan mengenai keasyikan meluncur di atas es memantul-mantul dalam kendaraan yang membawa kami. Ahaha, sebenarnya saya belum pernah main ice skate sebelumnya. Hanya percaya dengan daya imajinasi yang saya peroleh saat melihat atlet figure-skate menari-nari dalam youtube. Akhirnya kami tiba. Dan kami sekali lagi harus kecewa karena arena dipakai untuk pertandingan hockey nasional. Lagi?!


Kali ini Otou-san tidak bisa menahan kegeramannya. Siapa yang betah merasa dipermainkan? Akhirnya kami beramai-ramai menuju kantor menejer dan melabrak meminta penjelasan. Pidato Otou-san membuat sang menejer membungkukkan badannya berkali-kali. Juga saat menyerahkan tiket gratis yang bisa kami pakai hingga awal april tahun ini. Ah, dia juga mengantarkan kami sampai naik ke mobil lagi.

Kami terlanjur berniat kuat untuk bermain ice-skate hari itu. Untuk mengusir mendung di hati, Oka-san mengusulkan untuk menuju arena di Kasamatsu. Kami pun meluncur ke sana dan alhamdulillah arena terbuka untuk umum. Jadilah hari itu menjadi pengalaman pertama saya meluncur di atas es. Lebih tepat : terpeleset di atas es. Ternyata image-training saya tidak terlalu banyak membantu.

Sayangnya saya termasuk orang yang nekad. Meski tidak bisa berhenti begitu meluncur, saya malah memacu kecepatan. Kenapa? Kalau berbetah-betah latihan berdiri, lalu berjalan pelan-pelan sambil berpegangan sepanjang pinggir arena, kapan saya bisa? Selain itu kaki terasa sakit kalau tidak dipakai meluncur. Hasilnya, kulit mata kaki saya terkelupas sehingga kaus kaki putih saya menjadi penuh corak merah. Ah, saya masih harus belajar menahan diri. Tapi hasilnya cukup memuaskan. Saya sudah bisa menjaga keseimbangan dan meluncur dengan riang setelah 1 jam. Hanya perlu menahan sakit akibat pendarahan.

Tiga bulan berlalu dengan cepat. Setelah disibukkan dengan ulangan, tugas akhir, laporan, ujian, diskusi, dan aktivitas lain, akhirnya hari ini kami mendapat kesempatan untuk menapakkan kaki kembali di atas es. Memanfaatkan tiket gratis yang kami simpan. Ini menjadi ke-3 kalinya saya bermain ice skate, setelah liburan musim dingin kemaren saya meluncur bersama seorang kohay di Yoyogi, Tokyo (2nd time). Seberapa jauh peningkatan kemampuan saya di atas es?

Tak banyak. Saya harus menangkap kembali bayangan keseimbangan selama 10 menit pertama. Saya yang terlanjur PD bisa meluncur harus lebih sabar menyesuaikan diri dengan medan. Es di arena ini terasa begitu licin dan menjerumuskan. Namun saya tak mau menyerah. Tak lama kemudian saya mulai terbiasa meluncur sambil berusaha meningkatkan keahlian. Saya pindahkan tumpuan kaki kanan ke kaki kiri, ke kanan lagi, kiri lagi, kurangi kecepatan, belok, pacu lagi, lurus terusss. Saya merasakan nikmatnya meluncur dengan kecepatan tinggi, bebas bergerak dan berekspresi. Boleh dong berfantasi. Saya coba melakukan gerakan memutar, yang kemudian saya sesali. Keseimbangan hilang, badan ini terbentur lantai beku keras sekali. Getarannya terasa berresonansi mulai tulang ekor sampai kepala.

Saya penganut paham hari ini harus lebih baik dari hari kemaren, termasuk kemampuan ice skate saat berlatih ke-3 harus meningkat dari sebelumnya. Hari ini saya belajar meluncur ke belakang. Ternyata susah, pergelangan kaki sakit. Akhirnya saya menyerah setelah beberapa kali jatuh dengan berbagai posisi. Sekali lagi saya diingatkan bahwa untuk mendapat predikat "bisa" diperlukan kerja keras, kesabaran, ketekunan, dan juga waktu.

Terlepas dari bekas-bekas jatuh hari ini, hati saya terasa lapang sekali. Selapang langit penuh bintang yang tengah saya pandangi.


*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*
Otou-san : ayah; sapaan untuk ayah, bapak-bapak atau orang seumuran ayah
Oka-san : ibu; sapaan untuk ibu, ibu-ibu atau orang seumuran ibu

*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*

No comments: