ReAD MoRE・・・
Saturday, 22 May 2010
Lelaki Kursi Roda
ReAD MoRE・・・
Monday, 17 May 2010
Kecewa
Kecewa #2 kali ini adalah kegagalan Tim Thomas dan Uber Indonesia. Sebagai peraih piala thomas sebanyak 13 kali, posisi Indonesia harusnya setara dengan Brazil atau Real madrid dalam dunia sepakbola. Kali ini saya melihat minimnya regenerasi pemain berprestasi. Ataukah masalah ada pada regenrasi PELATIH-nya?
"Pernahkan Anda memperhatikan sosok di balik kesuksesan RRC menguasai jagat badminton beberapa tahun terakhir ini? Dia selalu berada di pinggir lapangan setiap pemain RRC tampil, tubuhnya sedikit gempal dan tidak jangkung. Dialah Li Yongbo. Dulunya hanya menjadi pelatih putri RRC tapi sekarang sudah menjadi pelatih kepala."
"Kita mengenalnya sebagai pasangan Tian Bingyi ketika masih menjadi pemain dulu (1980-an). Musuh bebuyutannya yang dari Korsel adalah Park Ji bong - Kim Moon Soo. Salah satu pasangan Korea ini juga memimpin Tim Thomas dan Uber Korea saat ini. Musuh beratnya yang dari kita adalah Eddy Hartono Arby - Rudy Gunawan. Namun pasangan kita ini tidak terdengar kiprahnya di dunia bulutangkis setelah pensiun."
"Kita lihat, Li Yongboo ini kan "hanya" pemain ganda, tapi dia kok bisa sukses memoles pemainnya yang tidak hanya ganda namun juga di sektor tunggal. Pasangan Cai Yun - Fu Haifeng lahir berkat tangan dinginnya, namun di tunggal juga tak kalah, yakni Xi Xingfang, Lu Lan dan lain-lain."
(http://forum.detik.com/showthread.php?t=39174)
Pasangan ganda putra Malaysia di bawah asuhan Rexy pernah eksis mengalahkan pemain top China dan bahkan Indonesia. Jemput Rexy gih!
Pemain Jepang pun mulai patut diperhitungan. Dalam kancah Thomas cup kali ini Jepang sudah berhasil masuk ke semifinal. Pemain tunggal putranya (kenichi Tago) melaju sampai FINAL dalam All England tahun ini. (Dan dia masih MUDA!). Dari yang saya tahu, latihan klub olahraga di jepang sangat keras karena memang berorientasi pada prestasi. Tapi saya percaya bahwa klub serupa di tanah air tidak kalah hebat soal porsi latihannya. Pemain China hampir selalu menghadirkan wajah muda baru yang siap menggantikan posisi pemain lawas.
Jangan-jangan masalahnya ada di DANA pembinaan?! Secara para pemain Indonesia jarang muncul dalam pertandingan-pertandingan dunia... Padahal kata Alan Budi Kusuma dan Rexy Mainaky, pengalaman bertanding itu penting :
1. Ketegangan para pemain itu disebabkan oleh beban dan harapan untuk berprestasi. "Pelatih dan PBSI berharap mereka dapat berprestasi dengan baik. Belum lagi kalau mereka main di Indonesia atau menjadi wakil Indonesia, beban menjadi bertambah," Untuk meringankan ketegangan atlet,Alan menyarankan :
"Salah satunya dengan menimba pengalaman bertanding. Bagaimanapun juga pengalaman memang yang terbaik. Jam terbang itu mutlak dimiliki oleh seorang atlet. Pengalaman bertanding tidak bisa didapatkan hanya melalui teori,"
2. Rexy mengatakan, dia terbiasa kalah di awal2 keikut sertaannya di turnamen2 bergengsi tingkat dunia. Tapi selangkah demi selangkah, dia merasa semakin kuat dan terbiasa menghadapi tekanan sehingga dia bisa menjadi salah satu ganda terkuat di eranya.
Gyaaaaa~~ Olahraga profesional memang mahal, pembinaan dan latihan perlu biaya. Ataukah prestasi olahraga memang hanya untuk negara kaya?
ReAD MoRE・・・
Tuesday, 11 May 2010
Beasiswa Monbusho 2011 untuk lulusan SMA
1. Kedutaan Besar Jepang menawarkan Beasiswa Pemerintah Jepang (Monbukagakusho) kepada siswa-siswi Indonesia lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) untuk melanjutkan pendidikan ke Universitas (S-1), College of Technology (D-3) atau Professional Training College (D-2) di Jepang mulai tahun akademik 2011 (April 2011). Pelamar hanya bisa mendaftar 1 (satu) program dari S-1, D-3, atau D-2.
Syarat-syarat pengambilan formulir bagi calon pelamar sebagai berikut:
(1)Lahir antara tanggal 2 April 1989 dan tanggal 1 April 1994.
(2)Membawa foto kopi Ijazah atau Rapor kelas 3 semester 2 (akhir) dengan nilai rata-rata minimal:
Program S-1 :8,4
Program D-3 :8,0
Program D-2 :8,0
*Jika pada saat penutupan (10 Juni 2010) nilai ijazah asli belum bisa dikeluarkan, maka nilai ijazah sementara dari Kepala Sekolah bisa diterima.
(3) Pelamar harus lulus dari SLTA.
2. Formulir pendaftaran dapat diperoleh secara gratis untuk mereka yang memenuhi ketiga persyaratan tersebut di atas di Kedutaan Besar Jepang (Bagian Pendidikan: 8:30-12:00, 14:00-15:30), Konsulat Jenderal Jepang di Surabaya dan Medan mulai 10 Mei 2010.
Mereka yang tinggal di luar JABODETABEK, Surabaya dan Medan dapat melamar melalui surat yang ditujukan kepada Kedutaan Besar Jepang (Jl. M. H. Thamrin 24 Jakarta Pusat 10350), Konsulat Jenderal Jepang Surabaya atau Medan. Surat itu harus berisi nama, tanggal lahir, alamat, nomor telepon, program pilihan (S-1, D-3, atau D-2), 3 (tiga) bidang studi yang ingin dipelajari dan dilampiri fotokopi rapor, ijazah, serta nilai ijazah.
3. Formulir harus dikembalikan ke Kedutaan Besar Jepang atau Konsulat Jenderal Jepang lengkap dengan fotokopi rapor, ijazah, dan nilai ijazah sampai tanggal 10 Juni 2010.
Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Kedutaan Besar Jepang (Bagian Pendidikan: 021-3192-4308 Ext. 175, 176)
ReAD MoRE・・・
Monday, 10 May 2010
Membagi Waktu
Berarti.....
1. Harus cerdas menyelipkan amanah-amanah pekerjaan lain.
2. Harus lebih selektif menyusun jadwal harian.
3. Pantang mendekati hal yang sia-sia.
4. Tidak banyak 'nyampah' sehingga tidak mengahiskan waktu untuk 'beres-beres'
5. Sungguh-sungguh dalam mengejar target.
Sepertinya saya mulai merasakan susahnya saat kenikmatan berupa waktu luang itu hilang....
ReAD MoRE・・・
Saturday, 8 May 2010
Visa (lagi!)
Siap-siap merencanakan hari (dan uang) untuk mengurus visa nih....
Btw, bicara soal penguasa di Indonesia, saya takjub dengan fenomena dwifungsi penguasa di negeri itu....
Pada waktu yang bersamaan, pasar keuangan dunia juga bergejolak. Mendung di Eropa yang dipicu oleh krisis utang Yunani mengempaskan Indeks Dow Jones, yang mengalami kemerosotan mingguan paling tajam sejak Maret 2009.
Kita yakin reformasi telah membuat pelaku pasar domestik kian matang. Pasar tak bereaksi berlebihan. Kita telah cukup berhasil melalui masa-masa sulit.
Yang kita harus lebih peduli adalah bagaimana mempercepat penguatan landasan untuk lebih kokoh lagi menghadapi gejolak, meredam guncangan eksternal, dan mendorong reformasi yang lebih terstruktur dan menyeluruh.
Jika tidak, negara-negara tetangga yang sudah lebih maju akan kian meninggalkan kita, sedangkan negara-negara tetangga yang masih tertinggal akan segera menyalib kita. Lebih baik saja tak cukup!
Di sinilah peran Sri Mulyani sangat menonjol. Yang paling mencolok adalah determinasinya dalam memutuskan saat masa-masa genting, konsistensinya mengawal reformasi birokrasi di kementerian vital yang sarat dengan praktik-praktik kotor, serta keteguhan hatinya mengatakan tidak kepada kekuatan-kekuatan yang kerap merongrong.
Pengakuan internasional terhadap sosok Sri Mulyani sangat tinggi, hampir tanpa cela. Tengok saja pemberitaan media massa asing minggu kemarin. The Wall Sreet Journal menjulukinya ”Top Reformer” dan ”Respected Finance Minister”, Financial Times menyebutnya ”Reform Champion”.
International Herald Tribune menilai kepergian Sri Mulyani ke Bank Dunia dengan kalimat: ”..could be a major setback for a crackdown on graft and tax evasion in Indonesian country, which has the biggest economy of Southeast Asia.”
Dua koran Singapura menurunkan berita yang senada. Bahkan, The Straits Times memuat artikel dengan judul agak provokatif: ”Sri Mulyani: World’s gain, Jakarta’s loss”.
Boleh jadi posisi sebagai salah satu dari tiga Direktur Pelaksana Bank Dunia cukup prestisius dan sekaligus penghargaan ataupun kepercayaan kepada pribadi Sri Mulyani dan Indonesia.
Namun, sejauh pengenalan penulis atas sosok Sri Mulyani, mengemban tugas negara di negeri sendiri merupakan pilihan pertama baginya.
Bukan merupakan kelaziman kalau pejabat aktif setingkat menteri menyeberang ke lembaga internasional. Yang lazim, justru sebaliknya. Bagaimanapun, bagi seorang nasionalis sejati, seperti juga Sri Mulyani, mengabdi kepada negara adalah yang utama. Setelah teruji sukses di negaranya, barulah setelah pensiun ditarik ke lembaga-lembaga internasional untuk berbagi maslahat dengan komunitas dunia.
Oleh karena itu, terasa kontradiktif dan ganjil membaca penggalan berita utama Kompas (6 Mei 2010) berikut: ”Meski menilai Sri Mulyani salah satu menteri terbaik dalam kabinet yang ia pimpin, Presiden Yudhoyono mengizinkan pengunduran diri Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Presiden berharap di posisi barunya Sri Mulyani dapat memperkuat hubungan Bank Dunia dengan negara-negara berkembang”.
Jika Presiden yakin bahwa Sri Mulyani adalah aset berharga bagi bangsa, mengapa Presiden tidak menolak seketika permohonan pengunduran diri Sri Mulyani. Kalaupun ditolak, kita agaknya yakin Sri Mulyani tak akan ”mutung”. Justru ia bangga dan semakin teguh melanjutkan pengabdian karena beroleh penguatan komitmen dukungan dari atasannya.
Akan tetapi, kalau pertimbangan politik yang dominan, benar adanya ucapan Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang mengakui bahwa mundurnya Menkeu bisa menjadi faktor penyejuk politik nasional (Kompas, 6 Mei 2010).
Mengabulkan permohonan mundur Sri Mulyani bisa pula merupakan sinyal kurang teguhnya pemimpin tertinggi menghadapi tekanan politik kelompok-kelompok kepentingan yang terganggu kekuatan reformis dan gelombang keniscayaan perubahan. Mereka yang terancam dari comfort zone.
Memang, kita tak memiliki kemewahan untuk menarik garis pemisah yang tegas antara masa otoritarianisme Orde Baru dan masa Reformasi. Akibatnya, kekuatan-kekuatan lama dengan mudah menyusup terang-terangan ke relung-relung kekuasaan. Mereka dengan cepat mengonsolidasikan diri, menghimpun kembali kekuatan. Bahkan, kekuatan mereka sekarang telah berlipat ganda.
Tumpukan utang berganti dengan limpahan kekayaan yang dihimpun dari praktik dwifungsi bentuk baru: penguasa-pengusaha, yang tak lagi berjarak. Dwifungsi yang lebih ”bengis” daripada dwifungsi ABRI.
ReAD MoRE・・・
Wednesday, 5 May 2010
Kompetisi Karya Ilmiah Mahasiswa se-Indonesia 2010
*******************************************************************************
www.commitment. ppitokodai. org
Call for Participation : Tokyo Tech Indonesian Commitment Award
Sebagai salah satu wujud kepedulian terhadap perkembangan dunia pendidikan dan penelitian di Indonesia, Persatuan Pelajar Indonesia di Tokyo Institute of Technology (PPI Tokodai) mengadakan sebuah program yang bernama "Tokyo Tech Indonesian Commitment Award". Kegiatan ini bertujuan untuk mendorong dan mengapresiasi hasil karya para mahasiswa program Sarjana di Indonesia dalam bidang Sains and Teknologi.
Para calon peserta diundang untuk mengirimkan ide atau hasil karya penelitiannya dalam bentuk proposal. Selanjutnya akan dipilih 10 karya terbaik, yang terbagi dalam 2 kategori, yaitu :
1. Golden Award Winner (3 orang pemenang), dengan total hadiah sebear ¥225.000 dan sertifikat.
2. Finalist Award Winner (7 orang pemenang), dengan total hadiah sebesar ¥70.000 dan sertifikat.
Batas akhir pengiriman proposal secara online hingga 30 September 2010.
Info lebih lengkap dapat diperoleh melalui website "Tokyo Tech Indonesian Commitment Award" di www.commitment.ppitokodai.org
Important Dates :
i. Online Publication of the activity , March 10, 2010.
ii. Open acceptance of online proposal application, April 1, 2010.
iii. Closing proposal application, October 1, 2010.
iv. Winner Anouncement , November 10, 2010.
v. Tokodai-C Award Ceremony, December 18, 2010
vi. Research Activity and report, January – October 2011.
ReAD MoRE・・・
Monday, 3 May 2010
Kekuatan Jiwa
Kata-kata merupakan gambaran jiwa. Memang, kita bisa mengemas kata agar memberi kesan berbeda, tapi saat bertutur spontan, yang keluar adalah cerminan jiwa kita. Betapapun telah banyak yang kita tutupi, tetap ada celah terbuka.
Alhasil, ada hubungan antara kata dan jiwa. Seperti kata Korzybski --seorang ahli general semantic, ada hubungan antara kekacauan penggunaan bahasa dengan penyakit jiwa. Maka pembenahan cara kita bertutur bisa dilakukan dengan membangun kekuatan jiwa.
Dari jiwa yang kuat, akan lahir konstruksi kalimat yang kuat. Lapis-lapis makna di dalamnya tidak saling bertentangan, tidak juga melemahkan. Al-Qur'an menyebut kalimat seperti ini sebagai qaulan tsaqila (perkataan yang berbobot), suatu kualitas yang Allah janjikan untuk mereka yang biasa menegakkan shalat malam.
Qaulan tsaqila bukan lahir dari ketekunan belajar bahasa, tapi ia lahir dari jiwa yang bersih, jiwa yang memiliki pancaran kuat.
Dunia Kata, M. Fauzil Adhim.
ReAD MoRE・・・
Sunday, 2 May 2010
Idaman Universitas, Universitas Idaman
Satu hal yang perlu diingat adalah membuat perencanaan masa depan yang baik. Ada kasus dimana seorang anak sudah diterima lewat AO test, namun ternyata tidak bisa mengikuti mata kuliah tertentu dengan baik. Bisa juga terjadi kasus dimana tidak ada mata kuliah yang menarik bagi si mahasiswa. Kesimpulan saya adalah bila ingin kuliah, harus paham dulu kuliah untuk apa.
Biarpun tanpa tes akademik tertulis, ada 3 cara yang umum dilakukan untuk seleksi masuk ala AO test :
1. Wawancara
Tipe ini lebih mementingkan niat kuliah calon mahasiswa, termasuk kesesuaian antara tujuan calon mahasiswa dengan arah kebijakan universitas.
2. Self Appeal
Tipe ini mementingkan hasil karya/prestasi calon mahasiswa. Misalnya, bisa bicara dalam 4 bahasa, pernah juara baca puisi, berbakat dalam bidang olahraga, seni dan budaya, dll. Calon mahasiswa sebisa mungkin menunjukkan kelebihan dan prestasi yang dia miliki.
3. Menulis Essay
Universitas yang terlanjur terkenal seperti Waseda atau Doshisa banyak menerapkan cara ini. Calon mahasiswa menulis esai sebanyak 2000-3000 kanji, lalu diadakan wawancara berdasarkan apa yang mereka tulis.
Sekarang sudah ada 530 Universitas di Jepang yang mengadakan seleksi dengan sistem AO test seperti ini. Termasuk universitas negeri dan swasta favorit. Definisi favorit di sini adalah banyak diinginkan oleh calon mahasiswa alias untuk masuk harus mengalahkan banyak saingan.
Salah satu kebaikan dari sistem ini menurut saya adalah adanya pilihan untuk dua pihak. Calon mahasiswa berhak memilih universitas, dan universitas bisa memilih mahasiswanya. Bila hanya mengandalkan tes tulis akademik, tanpa saling tahu wujud dan wajah asli, sekian nama akan dinyatakan tidak lulus berdasarkan akumulasi nilai yang diperoleh. Dengan kata lain, akan ada calon mahasiswa yang lulus sesuai idaman Universitas dan ada pula mahasiswa yang lulus masuk ke universotas idaman. *ini mah kata saya*
Akhir tahun lalu saya menulis tentang kriteria universitas idaman ala kadarnya. Setelah saya baca-baca lagi dan berdiskusi dengan beberapa orang, ternyata trend muali berubah. Trend yang saya maksud adalah masalah waktu. Beberapa generasi sebelum saya menyimpan istilah: NASAKOM (Nasib (IP) satu koma, Rantai Karbon (Nilainya banyak yang C-C-C-C-C-C), dll yang menyatakan sulitnya kuliah dan lulus S1 dalam 4 tahun. Akhir-akhir ini mulai muncul S1 dalam 2,5 atau 3 tahun, dengan IP yang wow keren banget bisa mendapat julukan cum laude. Ya, memang ada keuntungannya. Lulus sarjana dengan usia relatif lebih muda, masuk dunia kerja lebih cepat, lebih cepat meniti karir, atau menetapkan pilihan untuk lanjut Master. Nah, Master pun mulai bisa diperoleh dengan (minimal) 9 bulan saja. Jadi, kalau lulus S1 dalam 2,5 tahun dan master selama 9 bulan, tidak sampai 4 tahun seseorang sudah bisa mendapat gelar Master. Ini contoh ekstrimnya. Pertanyaannya : Seberapa besar peranan gelar untuk membantu seseorang memperoleh/menciptakan pekerjaan?
Maka, seperti yang saya tulis kemarin, harapan saya tentang fungsi universitas adalah mencetak lulusan yang :
1. Bisa mencerna masalah, menguasai hubungan sebab-akibat, dan bisa berkomunikasi secara efektif (Paling tidak bisa Bahasa Indonesia dan Inggris lah, lulusan universitas gitu loh!)
2. Tidak mudah mneyerah dan sigap menjawab tantangan jaman.
3. Berdedikasi untuk selalu menjadi pembelajar sepangjang hayat.
Kalau harus memilih ke Universitas mana saya harus kuliah, salah satu parameternya adalah kualitas lulusan dan pengajar universitas tersebut. Intinya mengumpulkan banyak informasi. :-D
Sumber informasi :
1. http://www.gakkou.net/
2. http://www.bircham.co.jp/index.php?option=com_content&view=category&id=44&layout=blog&Itemid=76
:::Diikutkan lomba Blog Universitas Islam Indonesia saja, dedlinenya khan hari ini, boleh ikutan doonk :-D :::
ReAD MoRE・・・
If the world were a village of 100 people
Versi bahasa Jepang dengan penjelasan! Lebih mencerahkan (kali ye) :
http://video.google.com/videoplay?docid=5897311757925014474#
Kisah anak yang sejak umur 7 tahun bekerja di penambangan emas (Ethiopia) :
ReAD MoRE・・・
Saturday, 1 May 2010
Jelang Hardiknas
Saya percaya banyak orang Indonesia yang pintar, buktinya banyak orang yang berprestasi secara internasional. Namun yang pintar dan yang tidak, mana yang lebih banyak? Salah satu tolak ukurnya adalah kemampuan bekerja sama dengan angka. Di Indonesia mata pelajarannya bernama matematika, sama dari kelas satu hingga dua belas. Sementara di Jepang, pelajaran ini bernama "Perhitungan" untuk anak SD dan baru bernama matematika sejak SMP. Hasil test PISA dan TIMMS Jepang jauh berada di atas Indonesia. Padahal Jepang tidak mengadakan UAN sebagai sarana seleksi kelulusan anak SD dan SMP.
Lalu, anak-anak mana yang lebih pintar, Jepang atau Indonesia?
Jawabannya tergantung standar apa yang ingin dipergunakan sebagai neraca. Anak-anak Indonesia yang sukses mendapatkan beasiswa ke Jepang, ternyata secara rata-rata kemampuan matematikanya masih di bawah anak Korea, China atau Vietnam. Padahal boleh dikatakan kalau anak-anak ini sudah terpilih lewat seleksi dengan mengalahkan ratusan (atau ribuan?) pendaftar yang lain. Dimana masalahnya? Pendidikan atau emang sudah dari sononya?
Kalau soal belajar bahasa, saya msih melihat kalau anak-anak Indonesia di Jepang lebih pesat perkembangannya dibandingkan dengan negara lain. Well, kasusnya untuk belajar bahasa Jepang secara oral.
Kembali soal UAN, apakah memang diperlukan? Standar seperti apa yang diinginkan? Sementara tahap pendidikan ala Universitas mulai menjamurkan S1 dalam 2,5 atau 3 tahun, dengan persyaratan lulus yang lebih mudah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kemabli saya bertanya, lulusan seperti apa yang ingin dicetak?
Dalam diri saya sendiri muncul pertanyaan seperti berikut : Siapkah menjawab tantangan jaman? Bisakah menganalisa masalah, menemukan sebab-akibat dan berkomunikasi secara efektif? Adakah kapasitas untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat? Saya pikir inilah standar yang harus bisa diraih oleh setiap lulusan SMA. Mereka tahu jalan mana yang akan ditempuh. Akankah menjadi akuntan, wiraswasta dalam bidang XYZ, dokter, ilmuan, ahli gizi, dosen, atau ingin menjadi seorang karyawan di suatu perusahaan tertentu. Untuk menggapainya, apakah pendidikan S1 diperlukan? Apakah perlu lanjut sampai S2 atau S3? Jangan sampai lulusan SMA belum tahu apa cita-cita jangka menengah yang ingin diraih.
Jawaban untuk 3 pertanyaan terakhir, kata saya mah tidak ada korelasi lurus dengan hasil UAN seseorang. Tapi mungkin saja diperoleh selama menjalani pelatihan bernama pendidikan berlangsung...
::Bila seorang anak hanya ingin mejadi tukang pel di sebuah supermarket, SPG dan segenap profesi lain yang terpaksa harus diambil karena tuntutan lingkungan, akankah nilai-nilai ujian berpengaruh? Mereka hanya perlu ijazah kelulusan setelah membanting tulang dan memeras pikiran. Well, pak Pres sih mengatakan kalau hasil UAN meningkat. Apanya? rata-ratanya? Mungkin perlu ditelaah lebih lanjut daerah-daerah mana yang perlu mendapat suntikan dana pendidikan untuk pemerataan, daripada berbangga dengan segelintir anak berbakat yang meraih medali dalam olimpiade ini-itu, lalu melupakan bahwa masih banyak anak lain yang perlu memperoleh perhatian:: Huhu, lagi idealis::
ReAD MoRE・・・