Saturday, 20 August 2016

i.d.e.n.t.i.t.a.s #2

Kembali merenung tentang identitas. Serangan media sangat gencar, hingga sebagian kita kadang terkecoh oleh golongan yang mengenakan “pakaian” tertentu untuk membentuk opini massa lalu berhasil mendekati tujuan sejatinya. Pakaian yang dikenakan begitu mempesona sehingga orang langsung percaya dengan penampilan tanpa mencoba mengajak bicara atau mencari tahu bagaimana profil sebenarnya. Istilahnya tabayun/cross check. Jangan sampai  dengan polos membenarkan argumentum ad populum, karena sesuatu itu belum tentu benar disebabkan banyak orang mempercayainya. Mungkin derajatnya hanya konjectur saja...
 
Ya, yang saya maksud adalah kelompok helm putih  dan  1s1s yang itu tuh. Dan sebenarnya masih banyak golongan-golongan lain yang disodorkan media dengan menghentak hingga tanpa sadar sebagian kita turut menyebarluaskannya, menyisipkan informasi yang terdistorsi ke orang-orang yang kita kenal.
 
Isu global atau negeri-negeri yang dengannya ada keterkaitan rasa,  sampai sekarang pun saya terseok-seok untuk mengikutinya. Lalu kembali lagi. Saat musuh sibuk menyamarkan identitasnya, bagaimana dengan identitas yang kita pilih untuk diri sendiri? *Jangan galau kayak Jason Bourne yang diprofilkan punya banyak paspor*
 
Voila. Sepertinya saya paham kenapa pasangan hidup pun diibaratkan sebagai pakaian. Ya, karena dia menjadi satu identitas kita. Identitas yang dikenakan paling lama setelah nama pemberian orang tua. Bersamanya kita akan menanamkan identitas baru untuk generasi yang akan menghadapi lingkungan dan zaman yang berbeda, saat sang Pencipta menitipkan amanah yang disebut anak.
 
Saya tersentak karena waktu bersama anak berlalu begitu cepat. Saat anak sulung saya belum lancar bicara, sebelum tidur kami lisankan doa-doa pengantar tidur dilanjutkan ayat-ayat suci yang kami hafal hingga si bocah tertidur. Menjelang usia 3 tahun, dia sudah hafal doa-doa itu. Kini dia menolak saat saya hendak melafalkan ayat-ayat. Kenapa? Dia memilih mendengarkan”kakak” saja. Baiklah, memang bacaan saya tidak sefasih dan semerdu kakak-kakak itu. Anak sulung saya tidak mau lagi mendengar saya mengaji setelah dia terbiasa mendengar tilawah ahmad saud dan Thoha aljunaid.
 
Awalnya saya merasa biasa saja. Tapi kemudian ada seorang sahabat yang membangunkan alarm kesadaran. “Sunu, kamu udah keliling dunia kemana-mana, tapi kok hafalan segitu saja” Jleb. Panah pengingat yang tepat sasaran. Hafalan saya tidak banyak bertambah, bacaan saya belum bagus. Dan saya tidak membantah, karena si sahabat bisa menambah 2 juz dalam 2 minggu.
 
Keinginan kami untuk menanamkan kecintaan Quran kepada anak-anak perlu direview kembali. Palu godam seolah dipukulkan ke meja bernama hati. Seberapa jauh kesanggupan kami mengenakan pakaian yang disebut orang tua?
 
Saya menyaksikan bahwa identitas islam bisa terhapus dalam dua generasi, terutama bila berada di negeri dimana panggilan sholat tidak terdengar dari masjid. Lalu saya merasa sedih,khawatir, resah… Bagaimana kelanjutan keimanan dalam keluarga kami? Bukankah ini adalah warisan yang lebih berharga dibandingan harta dunia? Bagaimana anak keturunan kami bisa teguh mencintai identitasnya dalam tantangan pada jamannya?
 
Dalam al quran dikisahkan orang-orang sholeh mewasiatkan pesan tentang identitas diri kepada anak-anaknya. Tentang siapa Tuhan dan jangan menyekutukanNya. Kalau dipikir, sekarang ada kemudahan; mukjizat yang menjadi petunjuk sepanjang zaman. Ya, kitabullah yang diturunkan melalui Rasul terakhir.
 
Dalam keterbatasan waktu kami di dunia, semoga dicukupkan kesempatan untuk menghujamkan pasak-pasak identitas hamba dan kedudukan terhadap pemilik jiwa, membaca dan mengikuti petunjuk agar senantiasa berada dalam koridor menuju surga. Semoga dengan segala ketidak sempurnaan saya bisa menorehkan warna-warna kebaikan ke jiwa-jiwa dalam raga yang sekarang masih mungil menuju dewasa. …. hingga selamat mencapai tempat kembali mereka….


ReAD MoRE・・・

Monday, 15 August 2016

i.d.e.n.t.i.t.a.s

Kenapa menikah? Bukankah hal-hal yg diperoleh dg menikah juga bisa didapatkan tanpa menikah? Anak bisa adopsi. Sperma bisa dibeli. Tinggal pilih fenotype seperti apa yg diinginkan. Bosan dg pasangan toh bisa putus hubungan dan cari pasangan baru. Pengen punya temen hidup pun bisa tinggal bersama tanpa harus menikah.  

Pertanyaannya, mentalitas seperti apa yg dimiliki generasi penerus yg dihasilkan dari generasi bebas seperti di atas? Saat di Jerman saya punya seorang teman yang ibunya belum pernah menikah. Dia punya 2 adik dari 2 ayah yang berbeda. Adik lain dr pihak ayah biologis dr ibu yang berbeda. Dan dia baru tau ada saudara separuh darah saat sudah dewasa. Terdengar rumit bagi saya. Nasab keluarga tidak telas. 

Anak seolah hanyalah perpaduan genetik hasil pembuahan sel kelamin. Binatang pun secara natural berkembang biak. Kalau perilakunya sama saja, apa yang membedakan manusia dengan hewan? Akal, dimana akal? Oh, iya, manusia bisa adopsi, memilih dan membeli sperma, atau bahkan minta legalitas hubungan anonoh sejenis. Metode seperti ini gak bisa ditiru binatang. Apakah ini bedanya?

Bagaimana dengan identitas diri? Ketika anak-anak yang menjadi sebuah generasi ternyata adalah seonggok tulang-daging yang bisa bicara. Nilai seperti apa yang mereka bawa? Kehidupan seperti apa yang akan mereka atur? Identitas apa yang akan mereka wariskan?
Identitas. Siapa saya? Nama yang disandang adalah pemberian orang tua. Tanpa sebuah nama, individu seperti apa diri ini? Ketika segenap aksesori diri, nama, jabatan, profesi, gelar, bangsa/kewarganegaraan, jaringan, keturunan diibaratkan pakaian, bila semua itu dilepaskan, siapakah anda saat 'telanjang' sendirian saja?

 Identitas apa yang anda cari? Apakah itu berarti ketika misalkan anda seorang diri di pulau terpencil yang tak dihuni? Apakah itu berarti saat kita kembali ke pemilik Jiwa yang sejati? Mungkin saat seperti inilah manusia mendekati fitrahnya. Mendekati rasa ketika jiwa bersaksi siapa tuannya. Mendekat ke arah penciptanya. Seperti Ibrahim as mencari lalu menemukan Tuhan. Seperti Muhammad saw ketika menerima wahyu. Ya, hakikat diri ternyata adalah hamba yang tidak berdaya tanpa kasih sayang dan kemurahan yang Maha Kuasa. Lalu kenapa masih tidak mau mengikuti aturanNya? Bukankah Petunjuk itu adalah anugerah yang wajib disyukuri dan dipatuhi agar tak tersesat? 

Identitas manusia dimulai dari orang tuanya, lalu lingkungan yang memasukkan informasi. Seseorang bisa menjadi orang tua biologis dan itu sumber identitas pertama. Dalam islam, setiap anak yg terlahir dari hasil pembuahan diluar nikah tidak mendapat Nasab ayahnya. Artinya hukum-hukum syariah tidak berlaku, si ayah tidak bisa menjadi wali si anak saat menikah, mereka tidak saling mewarisi.

Berbagi DNA tidak selalu berarti berbagi hak dan kewajiban, apalagi berbagi harta. Anak yang lahir diluar nikah dan tau ayahnya siapa dengan anak yang lahir dr hasil pembuahan donor sperma, serupa dihadapan hukum. Apakah si anak bisa menuntut warisan dari pemilik DNA yang menjadi penyusun tubuhnya? Atas dasar apa? 

 Saat berada di negeri multi etnis, dimana kewarganegaraan seseorang tidak hanya mutlak dinilai dari warna kulit atau penampakan fisik saja, identitas apa yang harus dimiliki? Hukum apa yang harus diikuti? 

Politik dipakai untuk menguasai orang-orang, kemudian membuka akses kepada kepemilikan, entah melalui pajak atau kekuasaan atas bumi, air dan kekyaan alam di dalamnya. Maalik, Malik. Pemilik dan Raja. Maalik disandingkan dengan hari kemudian seluruh alam, tidak terbatas zaman. Malik disandingkan dengan manusia. Manusia saja yang cukup rakus, ingin menjadi malik bagi manusia lain, lalu tambah rakus ingin menjadi maalik untuk menyatakan kepemilikan atas harta benda, bahkan bumi pun dikotak-kotak diberi batas wilayah plus sertifikat lalu diperjualbelikan, padahal siapa yang sebenarnya yang punya? 

 Seberapa sadar atas identitas diri sendiri?
 
***Identitas berupa kotak-kotak kewarganegaraan inilah yang akhirnya menjadi sekat bagi seseorang untuk menjalanakan suatu peran di negeri yang terkotaki politik. Saya teringat obrolan dengan Bapak Mertua seputar perlu tidaknya khilafah. Hmm, khilafah terdenger lebih mudah bagi saya, dalam artian sekat kewarganegaraan itu pupus tanpa tali bahasa, suku atau wilayah. Identitas yang sama dalam kedudukan yang setara. Permainan identitas ini kadang dipakai untuk membunuh karakter seseorang sehingga segala kebaikan besar yang bisa terjadi melalui dia akhirnya tidak pernah menjadi kenyataan seiriing dengan lenyapnya sosoknya bersama potensi kewenangan yang ada.... Phffhh.***Jaman sekarang tidak perlu membunuh untuk menghilangkan musuh, cukup sosok/nama baiknya dihancurkan, lalu segenap dukungan akan menghilang. Ngeri. Pengalihan isu?***


ReAD MoRE・・・

Wednesday, 10 August 2016

Merindu Zaman

Masih kental suasana ramadhan, bulan diturunkannya pegangan hingga akhir jaman. Berakhirnya bulan ditutup dengan penuh kesyukuran, melantangkan takbir, mengagungkan kebesaran Tuhan. Selipan doa berjejalan agar masih bisa bertemu lagi bulan suci tahun depan.

Fitnah sudah merajalela. Kebenaran sulit diterka hanya mengandalkan pendapat yang bertebaran di social media. Lalu bagaimana kita akan menghadapi fitnah paling kuat yang katanya menjadi salah satu ciri akhir zaman? Yes, yang itu. Saat neraka dajjal sesungguhnya surga dan surganya sejatinya adalah neraka.

Maka umat muslim disunnahkan untuk membaca surat Al kahfi setiap pekannya. Bagimana ayat-ayat dalam surat ini bisa melindungi dari fitnah dajjal? Yang saya pahami, bukan karena kita membunyikannya (tilawah), tapi dengan kita membacanya (iqra).

Surat yang melindungi orang beriman dari fitnah terkuat yang memutar balikkan surga dan neraka itu diawali dengan mengucap pujian, kesyukuran atas hadirnya pedoman hidup yang akan menjadi acuan saat kebenaran dan kebatilan sudah bercampur-aduk.
Beberapa fakta yang terjadi tentang rancunya kejadian yang disokong sekelompok manusia saat ini.

1. LaGiBeTe dianggap normal dan diakui secara legal di beberapa negara.
2. Seorang anggota Parlemen Inggris dibunuh sebelum Brexit.
3. Pada hari nasional Perancis (14 Juli), supir truk dengan pendingin menabrak keramaian lalu menembaki orang-orang di Nice. 84 orang tewas. –Kebenaran (pembenaran?) apa yang melandasi aksi ini?
4. Kudeta Turki. Lanjutan beritanya masih hangat sampai saat tulisan ini ditulis.
5. Pembakar masjid Tolikara diundang makan-makan ke istana negara.
6. Donald T*ump menjadi calon Presiden negeri adidaya terlepas dari haluannya yang jelas rasis. Eh? 
7. Mengikuti kisah awkarin? Pendukungnya banyak loh. Masih muda-muda pula.
8. Pro-kon capres pemilu 2014. Baunya masih tetap terasa.

Saya pikir akan masih banyak kejadian yang membuat sebagian orang bingung. Mana yang benar? Kemana harus memihak? Bagaimana harus bersikap?
Akhir pekan lalu kebetulan sempat bertemu dengan seorang bule muslim yang sudah membaca banyak referensi, hingga disebabkan oleh keterbatasan ingatan, agak bercampur hal-hal yang disebutkan dalam Al Quran, Hadits, atau pendapat orang (dalam hal ini ulama/ustadz). Saya yang terlibat dalam diskusi, cukup senang karena kami sepakat menjadikan Al Quran sebagai pedoman. Yes, itu yang utama. Sumber lain boleh menjadi pelengkap selama tidak bertentangan dengan petunjuk utama. Informasi yang bercampur semacam benang kusut insyaallah bisa terurai menjadi pemahaman yang lurus berdasarkan sumber yang terjamin kebenarannya.

Bukankah kebenaran mukjizat ini sebenarnya pernah dipertaruhkan dengan memasukkan berita kemenangan bangsa Romawi atas Persia yang baru terbukti beberapa tahun kemudian?

Saya mendapatkan istri yang kuliah di jurusan matematika. Bonus seorang ayah mertua yang kritis filosofis. Interaksi secara langsung maupun tidak, turut mengasah logika. Dan ini cukup membantu saya dalam melihat suatu isu.
Misalkan, eksistensi Tuhan, teori evolusi Darwin, dll. Kebenaran dalam logika matematika disebut dengan aksioma/postulat. Hal ini tidak perlu pembuktian. Misalkan semua bilangan yang dikalikan dengan 0 akan menjadi 0. Atau 1+1 = 2.

Teorema adalah konjektur yang terbukti.
Konjektur adalah pernyataan yang belum terbukti kebenarannya.

Dalam hal ini, Tuhan adalah aksioma. Kalau ada konjektur yang menyatakan Tuhan tidak ada, maka suruh mereka yang membuktikannya, bukan sebaliknya. Aksioma tidak untuk dibuktikan, tapi diuji konsistensinya, kalau bahasa audit : verifikasi.

Uji kebenaran bisa dengan permodelan dengan memasukkan beberapa variable lalu hasilnya ditulis menjadi tesis lalu dapet gelar master/doctor deh. Wkwkwk. Hasil verifikasi akan mendapat sertifikat :-P

Teori evolusi adalah teorema atau bahkan cuman sekedar konjektur saja, harus dibuktikan dengan fakta ilmiah. Bukan urusan kita lalu jadi sibuk mikirin cara mematahkannya, minta saja fakta ilmiah dari pendukungnya. Saya membaca bahwa evolusi memang terjadi pada virus dan bisa diamati secara real-time, namun evolusi yang merubah satu spesies jadi spesies lain yang sama sekali berbeda itu ada missing link yang membuat derajatnya masih sekedar ide atau konjektur saja.

Ada yang lebih parah, yakni Hoax. Konjektur dan Hoax ini kalau sudah beredar luas dan disepakati bersama, secara de jure dia akan menjadi kebenaran. Mengerikan.

Saat ini sedang berlangsung MTQ di Nusa Tenggara Barat, semoga akan datang masa MIQ (MQQ?) menjadi popular, forum verifikasi ayat-ayat Quran secara ilmiah yang mencerahkan umat. Mungkin modelnya seperti NAK dan yang berkumpul adalah anak-anak muda diawal aqil balighnya. Generasi emas yang paham tentang Al Furqon dan tidak galau dengan identitas dirinya. Ini menjadi PR besar bagi setiap keluarga : bagaimana menanamkan konsep yang membuat anak-anak yakin dan mengembangkan nalarnya, bukan berkata emang udah dari sononya atau katanya begitu dari dulu....


ReAD MoRE・・・

Tuesday, 9 August 2016

#2 Empat Bulan Pertama Di Amerika

Kata berita, ada keputusan menteri pendidikan yang bikin rusuh social media seputar sekolah Full Time sampai jam 5 sore. Mungkin pertimbangannya kasihan kalau anak-anak itu hanya terpapar gadget saat pulang ke rumah karena kedua orang tuanya bekerja sampai sore atau malam. Pilihan sekolah ada kalanya lebih bagus untuk kondisi keluarga yang belum ideal memantau pendidikan dalam rumah tangga.
 
Well, saya tidak punya data statistuk berapa persentase keluarga yang kedua orang tuanya harus bekerja sehingga anak-anak akan diluar pengawasan mereka saat jam kerja. Yang pasti beban tanggung jawab mendidik anak manusia ini akan bertambah di pundak para guru.
 
Di Amerika, biarpun Negara ini kesannya gimana gitu, anak-anak sangat-sangat mendapat perhatian. Meninggalkan anak sendirian dalam mobil, bisa ditindak. Meninggalkan anak di bawah umur tanpa pengawasan di rumah, siap-siap kena masalah. Bahkan bayi pun harus tidur di crib, tidak boleh satu ranjang dengan orang tuanya untuk menghidari gangguan pernafasan karena tertutup bantal, selimut atau tertindih orang tuanya tanpa sengaja.
 
Baiklah... lanjut  lagi ttg hal-hal baru yang saya amati di California Selatan :-)
 
1.Terbiasa tepat waktu menjemput anak. Bagi yang punya anak kecil dan dititipkan ke daycare/pre-school, jangan sampai terlambat menjemput. Keterlambatan setiap menit dikenakan denda 2 dolar. Temen di kantor yang anaknya dititpkan biasanya akan pulang sesegera mungkin untuk menjemput anaknya, bila telat dan tidak punya uang tunia, akan ditagih saat penjemputan hari berikutnya. Kalau misalkan sampai batas jam terakhir si anak belum dijemput, bersiaplah berurusan dengan lembaga perlindungan anak. Serius. Lewat jam terntentu anak anda akan diamankan oleh lemabga perlindungan anak.
 
2.Gak perlu Perfect English. LA adalah sebuah kota multi etnis. Tidak ada kesulitan menemukan makanan halal atau menu-menu khas negeri tercinta. Tidak terlalu jago bahasa Inggris juga tidak menjadi masalah karena setiap bangsa punya komunitasnya sendiri. Orang terbiasa mendengar berbagai dialek.
 
3.Banyak masjid. Yes, Alhamdulillah. Dalam pengamatan saya, begitu mudah menemukan masjid di sini, dibandingkan dengan di Jepang. Sekolah-sekolah swasta yang dikelola lembaga islam pun bertebaran. Sayangnya komunitas orang Indonesia (muslim) tidak sebanyak orang Pakistan, India, atau Turki, padahal dari segi populasi kita adalah negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Well, bisa jadi karena orang-orang kita lebih betah berada di negeri sendiri daripada bertebaran di sisi bumi Allah yang lain….

 
4.LA mendapat cahaya matahari sepanjang tahun, saat musim dingin tinggal naik mobil ke gunung buat main snowboard, bisa ke arah pantai bermain pasir. Dan setiap hari ada kembang api karena Disneyland ada di sini. California jarang hujan namun bias menjadi Negara bagian penghasil produk pertanian terbesar di Amerika. Apa coba rahasianya?

5.Belajar pemetaan. Tujuannya supaya tahu lokasi garage sale barang berkualitas, haha. Ada kawasan bule (elit), ada kawasan Hispanic (agak kumuh), kawasan Vietnam (sedikit tidak kumuh), kawasan asia lainnya (jepang, Korea, china). Barang-barang di kawasan bule, harga baru biasanya beda satu digit. Nolnya kebanyakan… Lingkungannya pastinya lebih nyaman, banyak pohon dan kualitas sekolah lebih bagus. Kalau usia anak sudah bisa masuk sekolah dasar, saatnya pindah rumah ke schoolzone yang bagus karena sekolah anak ditentukan lokasi tempat tinggal, kecuali mau bayar mahal buat sekolah swasta.

Selanjutnya insyaallah akan dibahas sedikit soal politik dan ekonomi (biar agak serius.) (Bersambung)


ReAD MoRE・・・

Tuesday, 2 August 2016

Tentang si sulung di tahun ke-3nya.


Alhamdulillah akhir pekan ini cerah, kami berkesempatan untuk ke pantai pada saat surut sehingga kerang, tiram, rumput laut serta satwa-satwa bahari lainnya bisa diambil langsung dengan mudah tanpa perlu naik kapal. Sebuah anugerah untuk negeri yang lingkungannya terjaga. Biarpun musim panas, suhu udara di Washington masih sejuk dan angin berhembus cukup kencang. Keuntungan lainnya adalah pantai yang kami kunjungi bukan tujuan wisata umum sehingga berasa seperti pantai pribadi dan bebas dari bikini. #eh.
 
Ceritanya saya sedang membuka kerang yang sehari sebelumnya kami pungut dari pantai. Tanpa sengaja jari saya tergores ujung yg tajam dan berdarah.
"Ayah, kenapa berdarah?"
 "Kena kulit kerang, tajam."
 "Nanti eyra obatin ya. Eyra bisa obatin loh..."
 
Karena jumlah kerang yg harus dikupas masih cukup banyak, saya segera bersihkan luka lalu saya tutup lukanya dengan handyplast. Saya teruskan aktivitas yg tertunda. Tak lama si gadis cilik datang lagi.
 
"Loh, kok diobatin sendiri. Khan eyra yang mau obatin"
 
Eh, loh, jadi tadi tuh serius toh. Maaf ya anak, ayah kira kamu hanya mencoba sopan dan basa basi saja menawarkan bantuan. Dasar gak sensitif, mana ada anak umur 3 tahun udh ngerti basa-basi. Doh.
"Emang eyra gimana ngobtainnya?"
"Gini... "
 
Celotehnya sambil memperagarakan. Membuka bungkus handylplast, menempelkan di jari saya, lalu menekan-nekan seolah memastikan sudah menempel dengan baik. Lalu mengacungkan jempolnya. Selesai, katanya.
 
Oh, maafkan ayah yang sedikit ragu akan kemampuanmu ya, nak.
 
"Sekarang udah gak berdarah?"
"Iya. Sudah tidak apa-apa"
 
Alhamdulillahi bi ni'matihi tatimmussholihaat.
 
Si bayi sudah jadi gadis cilik yang menyejukkan hati.
 
"Eyra mau bantu ayah!" Teriaknya riang sambil mendekat. Anak ini sedang kabur tidak mau tidur siang.
 
Saya sedang bersiap memasukkan baju ke mesin cuci sambil mengucek kerah dan bagian ketiak. Si anak kecil akhirnya ikut diajarin mengecek baju dalamnya. Ambil sabun, dikucek, dibulas. Dikasih sabun lagi. Dikucek lagi. Sampai 3-4 kali. Entah bersih entah tidak, toh akhirnya masuk mesin cuci juga. Haha. Tapi melihat ekspresinya yang serius, keterampilan tangannya yang mengulang pola yang sama 3 atau 4 kali nampaknya tingkahnya kali ini perlu diapresiasi. Setidaknya saya ikat kenangan ini dalam tulisan .
 
"Ayah besok kerja lagi ya?" Tanyanya di Minggu sore.
"Iya. Eyra juga besok sekolah Khan ya?"
"Iya. Eyra senang sekolah! Ayah naik pesawat lagi? Nanti eyra jemput ya!"
"Insyaallah nanti eyra bisa naik pesawat bareng ayah."
 "Bareng ibun dan dedek eigen juga?"
 "Iya.."
 "Pesawatnya yang kecil aja ya ayah!"
 
Kenapa Pesawatnya harus kecil? Eh, bukan saatnya nanya.
 
"Iya, kalau domestik pesawatnya kecil, eyra." Saya tidak yakin yakin lawan bicara paham arti domestik.
"Alhamdulillah ya! Eyra sayang ayah" cup cup. Dia mendekat dan mencium pipi saya. Meleleh.....

Pada hari yang sama pula kami harus membereskan barang-barang, memilah, menyimpan, membuang sebagian. Adiknya rupanya bangun lalu menangis.
"Ayah, dedek Eigen nangis! Gendong, ayah!" Eueleuh... udah bisa memerintah... "Dedek Eigen, jangan nangis. Ibun lagi beres-beres!" Nah loh, si bayi bahkan gak boleh ganggu urusan ibunya, katanya... Haha, biasanya adeknya keganggu tidurnya karena si kakak ribut dengan suaranya yang nyaring. Hari ini entah kenapa si kakak sedang bijak.
 
Ada saat gadis cilik ini tantrum, bandel, susah makan, maunya permen atau es krim saja, kadang menguji konsistensi aturan atau sengaja membangkang. Tapi hari ini dia adalah bidadari cilik yang enak dipandang dan tutur katanya menyenangkan.
 
Semoga kami senantiasa dimampukan untuk menanam kebajikan yang mengakar kuat dalam pribadinya hingga dia dewasa. Semoga kami bisa meneladani kisah-kisah keluarga dan orang tua terpuji yang diabadikan dalam al quran. Semoga allah memelihara diri kami dari ketersesatan setelah datang petunjuk. Semoga allah menjauhkan kami dari kemurkaan, setelah mengetahui jalan yang benar.
 
*Terima kasih buat si neng geulis, pengatur benteng rumah tangga ,yang tetap teguh dan sabar mendidik si kecil. Sudah melewati 5 Ramadhan usia pernikahan ini.... *


ReAD MoRE・・・

Thursday, 28 July 2016

#1 Empat Bulan Pertama di Amerika :-)

Tahun ini kami berada di negeri yang disambungkan oleh samudera pacific. Yes, tantangan di paruh kedua dasawarsa bahtera pernikahan ini bernama : Amerika. Meskipun saya pernah tinggal di luar Indonesia, system yang berlaku di Negara ini kadang-kadang membuat gagal paham. Ah yah, saya ditempatkan di Los Angeles, California. Kota terbesar kedua setelah New York di Negara ini. Tempat baru selalu memberikan nuansa baru dan gejolak-gejolak dalam jiwa : semangat, kerisauan, peluang, tantangan,... pastinya orang-orang baru yang sama sekali tidak beririsan dengan kita sebelumnya.
 
Yang menarik ketika berkenalan atau basa-basi dengan orang di sini, komentarnya: "Wow, orang Indonesia, pasti pintar dan jago IT!" wkwkwk. Silicon valley ada di San Jose, dekat San Fransisco dan sepertinya banyak pekerja IT dari Indonesia yang tinggal di sana. Sayangnya saya bukan salah satu dari orang-orang pintar dan jago IT itu, biarpun sama-sama tinggal di California. Tapi saya cukup senang karena kesan terhadap orang Indonesia cukup bagus. Banyak dari WNI yang bekerja di perusahaan bergengsi dan gajinya tinggi. (San Fransisco itu biaya hidupnya tinggi! )
 
Karena ini menjadi awal-awal saya longstay di Negara bagian ini, adaptasi diperlukan disana-sini....
 
1.Mobil menjadi alat transportasi utama. Ini bukan hal baru bagi saya. Alhamdulillah, transaksi jual beli mobil ini berlangsung mudah. Riba bisa dihindari, harga yang sama untuk dicicil selama 5 tahun. Tapi…. Asuransi memang terkesan mafia! Di California setiap mobil dan pengemudinya WAJIB diasuransikan. Bagi saya yang baru mendarat di sini, tidak memiliki track record, biaya asuransinya 2 kali lipat cicilan bulanan. Apa?! Biaya asuransi bisa lebih mahal dibandingkan biaya untuk membeli mobil dan harus diambil! *Pusing* Dua bulan pertama saya ke kantor dengan bus+sepeda, dan orang sekantor pada heran, karena tidak terbiasa memakai angkutan umum. Saat saya PP ke Washington dengan naik kereta ke bandara, lagi-lagi temen di kantor baru tau kalau ADA kereta yang menuju Bandara. wew.....
 
2.Jasa sangat dihargai. Terkadang membeli barang baru lebih murah daripada memperbaiki. Makanya biasanya orang Amerika cukup terampil dengan urusan pertukangan seputar rumah atau mereka rela bayar asuransi untuk apapun. APAPUN, sehingga kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tidak terjadi kehilangan 100%. Bagi saya pribadi, kemampuan survival saatnya diberdayakan. Urusan seputar rumah tangga seperti memasak, menjahit, membetulkan perangkat rumah sebisa mungkin dikuasai.
 
3.California menjadi salah satu state dengan penduduk terbanyak. Apalagi di greater LA, sudah mirip-mirip NYC katanya. Di sini ada peraturan untuk tempat tinggal bahwa jumlah penghuni maksimal suatu rumah/apartemen adalah 2 kali jumlah kamar tidur + 1. Jadi saya yang sudah punya 2 anak “terpaksa” harus mencari 2 bedroom property, dimana harganya bikin garuk-garuk rekening. Mencicil rumah/apartemen dengan menyewa, biayanya tidak jauh berbeda.
 
4.Credit Score. Makanan apa ini? Hehe. Karena ekonomi disini disetir oleh kredit, maka kalau ingin menyewa apartemen, membeli property (mobil, rumah, elektronik dkk), penjual akan mengecek credit score kita. Bagi saya yang lebih suka cash, hal ini jadi momok sendiri karena mau tidak mau harus “membangun kredit”.Tidak punya credit score urusan cari rumah dan belanja jadi lebih ribet. Credit score = kredibilitas.
 
5.Asuransi kesehatan juga cukup “mengerikan”. Biaya jasa kesehatan sangat-sangat-sangat mahal bila kita tidak punya asuransi. Untuk biaya melahirkan si ujang saja kalau dirupiahkan bisa sekian ratus juta. Pemerintah menyediakan asuransi dengan premi yang lebih murah atau bahkan gratis untuk penduduk berpenghasilan rendah, seperti Medicare atau Obama-care. Tapi tidak semua fasilitas medis menerima loh yak, kadang harus lewat rujukan dsb.

6.Pajak penghasilan cukup tinggi. Selain federal tax, gaji juga akan dikurangi lagi dengan state-tax (ada Negara bagian yang free), biaya social security, iuran pension dll. Total jenderal potongannya sekitar 20% dari gaji bruto. Biaya hidup beberapa kota cukup tinggi sehingga meskipun gaji yang ditawarkan terlihat menggiurkan, harus diperhitungkan juga biaya hidupnya.
 
Ada hal yang bikin gagal paham, tapi banyak juga hal-hal positif. Insyaallah disambung dibagian ke-2.


ReAD MoRE・・・

Thursday, 7 July 2016

1 Syawal 1437H

Idul Fitri pertama di benua baru.
 
Tarawih malam ke-30 ditemani gegap gempita kemvbang api di udara. katanya 4 juli jadi perayaan kemerdekaan Amerika....
 
Menjalani hari ke-30 Ramadhan dalam burung besi, dari timur Pasifik menuju tepian Atlantik. Betapa waktu Maghrib yang ditunggu itu terasa mempesona, diperlihatkan dari perubahan warna langit yang benderang, meredup jingga, hingga pudar segala warna, bersatu dalam hitam malam. *Pertemukanlah kami dengan Ramadhan tahun depan, yaa Rabb.*
 
Betapa Allah menyusun jadwal dan scenario terbaik, menjadikan hari ini sebagai hari dinas luar, dengan jadwal sholat Ied dan rapat yang sangat akurat. Tidak perlu pusing ijin ini itu, semua urusan terpenuhi dan terbereskan dengan tepat waktu.
 
Dan Ah yah, ada beberapa kejadian yang terekam dalam 30 hari terakhir.
 
1. Ada teman yang nambah hafalan 2 juz dalam 2 minggu!
2. Brexit! Mudik dengan kemacetan terparah di Indonesia ada beberapa korban jiwa di sekitar brebes exit. Bantuan tidak bisa disalurkan karena jalanan menjadi satu arah dan para korban diberitakan berada diposisi luar kota, kanan kiri hutan sehingga ambulance dan bantuan susah disalurkan. (helicopter, mana helicopter?!!).
3. Anak kecil 3 tahun yang lincah makin pinter negosiasi kalau punya keinginan. Jadi orang tua harus lebih cerdik dan sabar. T_T
4. Hunting tempat tinggal mulai mengerucut. Alhamdulillah dapat lokasi antara Masjid dan kantor. Semoga urusan pindahan juga lancar.
5. Sholat Ied di North Carolina berlangsung tertib, tepat waktu dan gak pakai sampah berserakan. Shaf diatur dengan meminta jamaah berdiri meluruskan dan mengisi, beberapa kali sebelum sholat dimulai. Khutbah disampaikan dengan singkat dan jelas : Orang islam tanpa akhlak dan adab yang baik itu, maksudnya gimana? Akhlak dan adab itu harus dikokohkan sebelum urusan ibadah.
6. Idul Fitri pertama dengan anggota keluarga baru : si jagoan, adik si gadis lincah.
7. Bulan syawal... bulan pernikahan kami. Perlu muhasabah lagi setelah 5 Idul Fitri terlewati....


ReAD MoRE・・・

Monday, 30 May 2016

Sebuah Kisah Kelahiran

Setiap anak terlahir dengan kisahnya masing-masing. Pun demikian anak kedua kami. Dia dititipkan sebagai kejutan di tengah rangkaian persiapan menuju negeri seberang.  (Berikut Kisah namanya)

 Selama dalam kandungan, tak banyak kesempatan kami bersua. Bentangan jarak dan waktu menjadi penghalang. Namun alhamdulillah saya menunggui proses kelahirannya, menjadi saksi hidup perjuangan ibundanya yang bersusah payah dalam peluh dan darah. 

Masih terbayang jelas saat grafik detak jantung bayi di monitor melemah setiap kontraksi, hingga setelah 15 jam berlalu, persalinan normal tak bisa dijadikan pilihan lagi. Tahapan usaha sudah dilakukan, ketuban dipecahkan, sensor detak jantung bayi dimasukkan langsung lewat jalan lahir, sumsum tulang belakang pun disisipkan jarum epidural. 

Ya, saya tidak bisa membayangkan semules apa kontraksi melahirkan itu, senyeri apa rasa yang menjalar sepanjang malam itu, lalu beberapa saat setelah matahari terbit, dokter, bidan dan suster masuk ke ruangan. Operasi harus dilakukan, sekarang juga kata mereka. Detik itu hanya doa yang terpanjatkan, semoga ibu dan bayi Allah selamatkan. 

 Tahukah, nak, ibumu begitu kuat. Lebih tabah dibandingkan ayah yang gelisah. 

Melahirkan adalah sebuah perjuangan memindahkan jiwa yang murni ke alam yang sama sekali berbeda. Tiba waktunya kehangatan rahim dan asupan dari plasenta ditinggalkan, digantikan sebuah proses menuju kemandirian. 

 Pejuang itu, sang ibu, masih belum tuntas perjuangannya. Lihat saja semua orang akan begitu takjub dengan bayi mungil yang lucu. Segenap perhatian dan kasih sayang akan tercurah. Begitu luar biasa Allah merancang perasaan manusia, si bayi yang belum bisa bicara itu sudah diajak komunikasi dengan segala ekspresi, didendangkan syair, diperdengarkan ayat suci. 

Tapi bagaimana dengan ibunya? Siapa yang akan memperhatikannya? Saya paham bahwa seorang ibu yang baru melahirkan akan sangat berpotensi mengalami tekanan batin. Orang menyebut baby blues, atau depresi pada tahap yang lebih parah. 

Saya mulai mengerti saat seorang wanita yang membuat saya jatuh cinta lagi ketika dia memakai blus dan rok panjang, berdandan agar pantas menghadiri interview untuk posisi impian di sebuah gedung Senayan nampak begitu bersinar, namun akhirnya tidak berlanjut karena ada bayi mungil lucu di rumahnya yang tak tega ditinggal sa'i antara Tangsel dan Jaksel 5 hari dalam seminggu. Pejuang itu memilih sejenak meredupkan kemilaunya, kembali berkutat penuh dengan amanah dari Tuhan yang selama sembilan bulan berada dalam satu badan. Ini cerita 3 tahun yang lalu... 

Itu bukan pilihan mudah. Menunda impian demi seutuhnya menempuh jalan panjang investasi kehidupan. Menunda gelora yang akan muncul ketika tombol start aktualisasi diri di luar rumah terpencet. Lalu saya berpikir, bagaimana pijar antusias itu akan tetap berpendar di bawah atap rumah ini? Bagaimana kondisi si pejuang yang biasa tampil berkilau lalu "karat" mulai tumbuh dan ada kalanya disebut lusuh? Siapa yang akan peduli ketika lebih banyak atensi tertuju ke yang dilahirkan, bukan yang melahirkan? 

Yang paling berperan tentu saja zaujah, pasangan sang pejuang. Batinnya perlu disegarkan saat fisiknya lelah, Batinnya lebih lelah, apalagi bila amanah bernama anak itu bertambah. Sebelum lahir pun sudah berbagi makanan, komunikasi lewat sentuhan dan gerakan, ada banyak momen beberapa kenyamanan sang calon ibu tercabut, ada saat rada sakit menjalar di sekitar perut. Dan saya sangat kecewa ketika tidak sempat menemani saat-saat kelahiran buah hati pertama. 

Saya membayangkan akan menggenggam erat tangan istri sambil membisikkan semangat untuk menguatkan. Saya membayangkan akan hadir di dekatnya saat bayi itu terlahir ke alam fana... dan Alhamdulillah saya bisa turut merasakan perjuangan itu dalam proses kelahiran anak kedua kami, meski tidak sepenuhnya mengerti seberapa dahsyat nyerinya 18 jam dalam bilik rumah sakit, melalui tahapan untuk persalinan normal, hingga akhirnya didorong menuju ranjang operasi...

Maka doa-doa tersembunyi dipanjatkan untuk menguatkan kami yang terlebih dahulu menjejak dunia, saat ucapan selamat dan doa-doa yang terlontar biasanya tercurah untuk bayi yang baru terlahir. Semoga kami lebih dieratkan lagi sebagai pasangan, diberikan ilmu dan kesabaran sebagai orang tua, diberikan keleluasaan untuk berbakti sebagai anak, dikaruniai peluang untuk menjadi orang- orang yang bertakwa yang senantiasa bertambah keimanan dan berperilaku ihsan.

Semoga anak-anak kami menjadi generasi yang kuat. Tajam pikirannya, trengginas fisiknya, tunduk hatinya, indah akhlaknya. Semoga dari kami dan mereka lahir penyejuk hati yang menjadi pemimpin bagi orang bertakwa.


ReAD MoRE・・・

Wednesday, 30 March 2016

Tentang Hari Tua

Pertanyaannya, seyakin apakah kita akan masih diberikan umur untuk menjalaninya? Tapi tentu saja tetap boleh untuk membuat perencanaan tentang bagaimana dan seperti apa kita akan menjalani hari tua. Katanya perencanaan keuangan keluarga mencakup juga urusan ini. Jadi gimana, mau investasi apa?

 Saya sendiri merasa sudah cukup kenyang mengkonsumsi hidangan-hidangan para Financial Planner tentang instrumen investasi. Bukan berarti saya sudah jadi ahli ilmu keuangan keluarga, namun saya merasa sudah bisa menerka kira-kira menu-menu apa yang tersedia saat ini dan akan berevolusi seperti apa instrumen-instrumen itu seiring perkembangan jaman. Detailya tentu saja istri saya yang lebih paham. Lebih penting bagi saya untuk memahami bagaimana cara kerjanya. Bungkus bisa diganti, tapi mekanisme pengumpulan harta benda itu polanya yah begitu-begitu saja, tinggal kita mau pilih mana.

 Secara ringkas Quran membahasakan dengan istilah jual-beli dan riba. Saat ini turunannya sudah sangat banyak, sistemnya menggurita, lalu orang-orang mulai sulit membedakan/melakukan identifikasi. Gak percaya? Sudah paham dengan istilah-istilah yang berlompatan di Film The Big Short? Hanya mereka yang mendalami dan berkecimpung dalam transaksi yang tak terlihat seperti inilah yang mungkin 100% paham. :P

  Saya berpikir, se-ngoyo apakah kita mau mengumpulkan harta? Sampai kira-kira cukup untuk 7 turunan? Hmm, Allah sudah menjamin rejeki setiap makhluknya, jadi saya lebih sepakat kalau bukan harta fisik saja yang diwariskan kepada anak cucu. Mereka sudah punya jaminan rejeki masing-masing. Siapa penjaminnya? Pemilik setiap harta di semesta alam. Ya. Harta adalah milik Allah. Kita cuma punya hak pakai dan giliran menikmatinya. 

Maka dalam hukum waris, saat seseorang meninggal maka hartanya akan dikembalikan ke Allah. Sangat masuk akal kalau cara pembagiannya mengikuti aturan pemililknya yang sejati, bukan sesuka gue mau bagi-bagi. Dalam kasus ekstrim tidak ada ahli waris, harta itu menjadi milik negara yang dalam konsep islam disebut sebagai khalifah (Pengganti, substitusi), lalu dipergunakan untuk kepentingan umat sesuai dengan aturan Allah. Simple? Iya, kata saya. Maka berburu harta itu tinggal meminta kepada pemiliknya. Insyaallah dicukupkan. Definisi cukup ini yang agak sulit dikuantifikasi karena bergerak sesuai kebutuhan, dan ya, keinginan. 

 Dalam kasus saya, sejak menikah hingga saat ini menjalani selama 5 tahun, rejeki dari Allah yang diperantarakan melalui gaji sudah berlipat ganda. Misalkan pertama kali bekerja kontrak gaji saya x, tahun ini kontrak gaji saya 10x. Sekilas nampak luar biasa,  karena bila dilihat secara rata-rata tiap tahun gaji saya naik 2x lipat (ilusi statistik). Namun hal ini sangat mudah bagi Allah. Menariknya lompatan besar selalu terjadi di momen spesial. Tahun kedua saya bekerja, gaji saya naik 2.5 kali lipat hal ini bebarengan dengan berita kehamilan untuk anak pertama saya. Sebagai karyawan, gaji dan tunjangan naik merayap mengikuti inflasi pada tahun-tahun berikutnya. Eh, menjelang akan lahirnya anak kedua, kontrak gaji saya Alhamdulillah berlipat menjadi 3 kali lipat. Nikmat mana yang mau didustakan? 

Apakah semuanya kebetulan? Dalam pemahaman saya, Allah mencukupkan rejeki berupa harta dunia tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami. Tugas kami adalah mengelolanya agar manfaatnya berlipat, hati kami semakin mendekat, menjejaki jalan keimanan dalam majelis-majelis ilmiyah lebih mudah didapat, juga hak-hak orang lain yang dilewatkan pada kami mengalir lebih padat. Saya berdoa agar jangan sampai kami gegar budaya dan gagap dengan orang-orang yang tersibukkan hanya dengan hiasan dunia. 

 Lah terus, Bagaimana teknis perencanaan hari tua ini? Mana cukup dengan konsep-konsep abstrak tanpa hitungan angka-angka? Hei hei, pemerintah pun sudah memikirkan soal hari tua penduduknya. Sebut saja JHT atau pensiun.

 Masalahnya adalah, saya tidak begitu percaya dengan sistem yang dibuat pemerintah. Mereka memotong secara paksa hak gaji karyawan tiap bulan dan memutar uang itu untuk sesuatu yang dilabeli sebagai pembangungan.

Lalu bila sistem yang dijalankan pemerintah itu katakanlah tidak 100% menjamin ketentraman warganya, maka seseorang harus cukup kreatif untuk merancang strategi baru yang sesuai dengan visi misi hidupnya. Strategi itu dibuat untuk mewujudkan visi-misi hidup, maka dia harus fleksibel dan sebagai homo sapiens pun kita perlu personal resilience agar imun terhadap galau atas perubahan.

Bagi saya lebih mudah membuat perencanaan 5 tahun-an, karena beberapa angka atau nominal itu definitif. Hari tua berbeda. Maka saya akan memilih hak atas aset produktif dibandingkan sederet angka dalam buku rekening. Pusing kalau faktor inflasi, nilai tukar, resiko perbankan, asuransi dkk harus turut diperhitungkan untuk sekian tahun dimasa depan.

 Pertama, definisikan terlebih dahulu menjalani hari tua. Hari tua = hari saat sepasang manusia sudah mengentaskan anak-anaknya menuju bahtera rumah tangga masing-masing dan hidup terpisah dari permata-permata hatinya. Poinnya :
1. Punya rumah sendiri yang tidak terlalu besar, bisa dikelola sendiri tanpa pembantu.
2. Rumah dengan halaman yang cukup menampung anak cucu berkumpul tiap bulan tanpa bosan, nyaman, sejuk tanpa AC.
3. Rumah yang bertetangga dengan rumah Allah.
Eh, kok jadinya kategori rumah ya, katanya aset produktif... :P

4. Lahan pertanian subur seluas 100 hektar yang cukup kelebihan hasilnya untuk memberi makan 100 mustahiq setiap hari.
5. Binatang ternak yang nilainya cukup untuk umrah tiap bulan.
6. Kompleks tahfidz quran dan sekolah keterampilan dengan sistem mandiri.

Kedua, menetapkan target waktunya. Bila nanti anak bungsu terlahir saat saya berumur 35 tahun, maka dia akan menikah saat saya berusia sekitar 60 tahun. Jadi, apakah nantinya hari tua saya akan dimulai saat kepala 6? Saya tidak tahu. Saya berharap agar 6 poin di atas bisa terwujud saat usia saya 50an. Dan saya juga berharap saya dan istri tercinta berkesempatan mendengarkan kutbah pernikahan cucu-cucu kami. Pengetahuan akan hal-hal ini diluar jangkauan saya. Allahu a'lam.

Ketiga, ini yang paling penting, berdoa kepada Yang Maha Kaya, pemilik kerajaan dan semesta agar menjadikan kami orang-orang yang pantas mengelola harta dunia dan dicukupkannya. Sungguh mudah bagi Allah untuk melipatgandakan ataupun membatasi rejeki bagi seseorang.

Keempat, memetakan ilmu-ilmu yang perlu dipahami sampai usia 40 tahun. Perniagaan, Properti, Pertanian, Peternakan, Perikanan, ekonomi. Fiqh. Sejarah manusia. Dan bukan saya sendiri, pasangan tersayang juga harus paham donk. :) Hari tua ingin dijalani tanpa menjadi beban bagi anak keturunan dan dengan dikaruniai keleluasaan dalam eksekusi pilihan. Dicukupkan sekian dulu lintasan-lintasan pemikiran.....


ReAD MoRE・・・

Tuesday, 15 March 2016

Tentang Kafir

Saat belajar bahasa, tentunya kita mengenal ada kata kerja, kata benda, kata depan, dkk. Dalam bahasa arab sebagimana kata kerja dalam bahasa asing lain, mengalami perubahan bentuk untuk past, present dan future.

Dalam suatu diskusi saya memahami bahwa sebutan dengan menggunakan kata kerja (fiil) itu tidak permanen dan masih bisa berubah, namun sebutan dengan kata benda itu sifatnya tetap, tidak terpengaruh dimensi waktu. Misalkan orang-orang beriman, bisa disebutkan sebagai alladzina AMANU (kata kerja) atau Mukmin (kata benda). Amanu, beriman, kadarnya naik turun dan bisa banget berubah, makanya biasanya disambung dengan perintah-perintah yang berfungsi agar kadar keimanan itu stabil atau meningkat. 

Mukmin, orang beriman permanen, tidak berubah lagi. Orang yang mendapat gelar mukmin ini kitab amalnya sudah ditutup, jadi tidak mungkin naik turun lagi simply karena catatan amal kehidupan sudah tidak bisa diedit lagi. Maksudnya mukmin itu sebutan untuk orang yang sudah paripurna hidupnya, sudah berpisah antara jiwa dan raganya, sudah meninggal.

Nah, sekarang ini dalam suatu isu tentang pilkada, kata kafir sering berlompatan disematkan pada salah satu pejabat incumbent. Apa iya dia kafir? Kafir itu kata benda sehingga sifatnya permanen loh, kok berani-beraninya seorang manusia menjatuhkan vonis kafir? Emang lo siapa?! Yakin sepanjang sisa hidupnya dia gak bisa dapat hidayah? Emangnya lo udah pernah ngasih 'pencerahan' dengan cara yang ahsan secara istiqomah dan dia menolak terus dengan konsisten? 

Kafir artinya petani. Literally. Al kuffar disebut di surat Al Hadid ayat 20, bukan sebagai orang yang menolak untuk beriman, tapi sebagai petani. Orang yang menutupi benih dengan tanah.Arti dasarnya memang tutup, menutup, tertutup. Kebetulan bahasa Inggrisnya ada yang mirip : cover.

Makna secara istilahnya adalah orang yang tertutup dari petunjuk sehingga mendustakan Allah dan rasul-Nya. Dengan menggunakan konsep kata kerja, Alladzina kafaru, berarti orang ini masih bisa berubah menjadi orang yang beriman kalau dia mau menerima petunjuk kebenaran. Kecuali kalau memang sudah ditutup oleh Allah, dalam arti dia ditutup di belakang, tidak bisa mengambil pelajaran dari masa lalu, membaca Quran pun sama sekali tidak diberikan pemahaman dan memandang ke masa depan pun sudah menetapkan penghakimannya sendiri sehingga menolak petunjuk. Pendengaran, penglihatan dan hatinya tertutup. 

Nah kalau emang sudah didakwahi secara baik-baik tetap menolak dan segala kebenaran yang jelas-jelas nyata pun ditampik, terbayang betapa sangat sangat sangat kebangetannya orang tersebut dalam menolak. Jadilah dia kafir permanen tapi masih hidup, kitab amalnya belum ditutup. Tapi yang pasti tahu hanyalah Allah.

Di Quran jadi satu surat pula, Al Kafirun (kata benda nih, jd permanen tuh status kafirnya). Untuk orang-orang yang udah permanen kafirnya, gak bisa diotak-atik lagi, maka ya untukku agamaku, untukmu agamamu. Mau bilang apa lagi coba? Terserah loe aja deh, kasarnya gitu ya... Jadi Surat ini agak-agak gak cocok kalau dijadikan sebagai rujukan untuk toleransi. Karena sebelum jatuh definisi kafir permanen ini, orang masih bisa berubah selama jiwa masih dalam raga dan taubat sebelum sakaratul maut.

Orang-orang yang seperti pejabat incumbent itu lebih bijak rasanya kalau disebut sebagai orang yang belum mendapat petunjuk. Harusnya dirangkul, disodori petunjuk secara ahsan, didoakan supaya pintu hidayah terbuka, bukan divonis menentang Tuhan. 

Manusia mana sih yang tau kondisi hati manusia lain terus tiba-tiba merasa berwenang menjadi hakim? Khan sudah jelas siapakah hakim yang paling ahsan (ahsanil hakimin), mau bersaing dengan-Nya?

Memvonis seseorang itu kafir, dalam pemahaman saya saat ini adalah sebuah perbuatan yang terlalu berani. Lancang.

(Well, tapi dalam bahasa Indonesia gak umum juga sih bilang orang yang sedang kafir untuk menyebut orang-orang yang belum beriman. Bisa saja orang  mengatakan kafir dengan memahami bahwa  yang dilisankan itu maksudnya 'sedang kafir' dan bukan kafir permanen. Allahu a'lam. Saya memilih berhati-hati.)


ReAD MoRE・・・

Saturday, 12 March 2016

Tentang Ilmu

Akhir-akhir ini saya mulai geregetan dengan arus informasi di sosial media yang saya ikuti. Banyak informasi yang sulit dikonfirmasi kebenarannya, namun tak jarang menjadi viral karena keterbatasan perangkat untuk memastikan keabsahan suatu berita. Sayangnya berita/informasi ini lalu dijadikan rujukan(yang diyakini) valid untuk membela suatu isu. Maka saya sangat paham saat istri saya menutup salah satu akun medsosnya karena informasi itu lalu menggandeng emosi dan tralalalala... debat pun menjadi-jadi, yah tak banyak manfaat untuk terlibat lebih jauh. Tinggalkan saja.

Eh, apa hubungannya dengan ilmu yang saya jadikan topik tulisan kali ini? 

Dalam perenungan saya sepanjang perjalanan kereta Jakarta-Yogya, saya coba menganyam info-info yang tercetak dalam otak ini. Saya tertarik dengan bahasa dan suka mengutakatik untuk bisa paham kisah-kisah huruf yang tersusun itu.

Ilmu, diserap dari bahasa Arab, 'ilm ('ain, lam, mim). Huruf yang sama menyusun semesta ('alamin), tanda/alamat ('alamat),pemilik ilmu ('ulama). Akar kata yang berbeda dengan informasi/berita. Jadi peyampai berita itu belum tentu orang yang 'alim (berilmu), beda banget derajatnya. Kok bisa? 

Pernah dengar kalau orang yang berilmu itu diangkat beberapa derajat? -yah, yang punya ilmu apapun, asalkan berada dalam lingkungan dan waktu yang tepat. Saya pikir ini adalah sifat rahman yang berlaku buat semua makhluk.

Kalau kata saya, kericuhan medsos itu salah satu sebabnya yah karena ada orang-orang yang merasa udah jadi orang berilmu, padahal levelnya baru orang berberita, lalu merasa paling benar, lalu merasa bisa menjadi penentu kebenaran (hakim?) perkara.

Dalam sebuah kajian (dan saya sepakat dengan yang disampaikan) ilmu itu adalah seperangkat keahlian untuk menemukan alamat. Alamat siapa? Alamat sumber segala ilmu, Tuhan. Simpulan singkatnya, orang yang paripurna ilmunya adalah mereka yang menemukan tanda/alamat Tuhan, lalu meniti jalan kesana dengan berserah diri.

Ilmu itu bisa dibaca dari lembaran-lembaran alam semesta yang secara proaktif dikaji oleh manusia melalui segala cabangnya, atau diajarkan langsung oleh Tuhan. Dimana bisa kuliah/belajar langsung sama Tuhan? Ada di Kitab/Al Quran. 

Misalnya, Ilmu waris, hutang-piutang yang ada hubungannya dengan harta, prosedur dan hitung-hitungannya sangat detail diajarkan. Tapi apakah sudah dipahami dan dijalankan?

Quran sendiri berfungsi sebagai petunjuk untuk memperoleh ilmu-ilmu yang akan membawa kita bertemu dengan Tuhan. Membaca alam semesta seharusnya juga mengarahkan pada alamat Tuhan, bila  tidak menentang fitrah.

Orang yang disisinya ada ilmu dari Kitab bisa memindahkan singgasana Ratu Balqis dari Yaman ke Baitul Maqdis lebih cepat dari mata berkedip. Yes, Beliau ini menang tender Nabi Sulaiman yang hanya bisa diikuti bidder-bidder besar saja pada masa itu.

Ilmu bersanding dengan iman yang pada banyak kasus tidak bisa diwariskan ke anak keturunan. Keduanya adalah karunia, Orang tua yang shalih dan banyak ilmu tidak selalu menghasilkan keturunan yang setara derajatnya, bahkan untuk level nabi/rasul sekalipun. Dengan segala keterbatasan yang  kami miliki, pertolongan dan rahmat Allah lah yang diharapkan untuk menjaga anak keturunan kami agar bisa meniti jalan iman dan ilmu menuju golongan orang-orang yang menang, sebagaimana dicontohkan Ibrahim a.s yang mendoakan anak keturunannya, sebagimana dicontohkan Muhammad SAW yang begitu mencintai umatnya hingga detik terakhir....

Indikator ilmu (bagi saya pribadi) : 
1. Memahami ayat semesta lalu mengaplikasikannya
2. Mengenali tanda Tuhan lalu bersegera mendekat dengan berserah diri

Kalau belum mengindikasikan dua hal di atas, bisa jadi bukan ilmu yang sudah sampai, tapi baru berupa sekumpulan info/berita atau data-data yang belum cukup untuk ditarik kesimpulan.



ReAD MoRE・・・

Monday, 8 February 2016

Sekolah Lagi

Saya kaget. Si kecil (2y8m) bilang ke semua orang kalau dia ingin sekolah lagi. Sekolah sih OK lah. Tapi, LAGI? Memangnya kapan dia pernah sekolah. 

Awalnya dia bertanya kemana tantenya pergi hampir setiap hari.
J : Sekolah 
E : Buat Apa sekolah? 
J : Supaya bisa kerja (well, jawabannya mungkin perlu dimodifikasi dikit nih) 
E : Ayah ngapain? 
J : Kerja

 Kesimpulan : Eyra mau sekolah lagi. Heh?! 

Sewaktu umur sekitar 13 bulan, Eyra memang pernah masuk daycare. Percobaan saja. Supaya ibunya ada waktu lebih leluasa, apa sih istilahnya... me time! Hasilnya ternyata ibunya tetep kepikiran soal si bayi dan malah sibuk melototin video CCTV. 

Tentu saja umur 13 bulan si bayi belum bisa ngomong dengan jelas. Tapi apa iya, dia mendefinisikan daycare itu sekolah? Tebakan saya, menurut Eyra sekolah itu artinya keluar rumah, jalan-jalan dan rutin dilakukan setidaknya seminggu 5x. 

Tentunya itu jadi hal menyenangkan buat dia yang gampang bosan. Keluar rumah memang jadi hal yang dinanti-nantikan. Kalau benar si bayi menganggap daycare itu sekolah. Wow, bi idznillah, luar biasa yah memori anak kecil. Harus hati-hati dalam mengajari dan menstimulasi pengalaman. Kita tidak tau apa saja yang sudah terekam dalam memorinya yang menyerap apa saja seperti spons. Padahal waktu itu dia ke daycare tidak setiap hari. Terkadang hanya 2-3 jam saja pula.

 #Catatan hati seorang ayah. :-P 

Update (2/9) : Minta tolong ke Ibunya Eyra buat investigasi lanjutan. Ternyata emang anak kecil, jangan berharap jawaban berkualitas tertentu. wkwk. 
Eyra masih mau sekolah? Iya 
Sekolah Apa? Sekolah Eyra 
Yang mana? yang dulu 
Mau ngapain di sekolah? KERJA ama baca buku!! 

 wkwkwkw. Senyum-senyum sendiri dengar rekaman.


ReAD MoRE・・・

Saturday, 23 January 2016

Peta Harta Keluarga (1)

Ya, Betul. Tulisan kali ini masih seputar ekonomi dan keluarga.

Ekonomi tak bisa lepas dari uang dan harta, sementara keluarga terdiri diri dari para ahli waris yang paling prioritas mendapatkan hak atas titipan-titipan Allah yang dikumpulkan dan dimanfaatkan selama hidup. Hasil perenenungan saya di gua sampai pada kesimpulan bahwa perencanaan keuangan keluarga dimulai dari jelas dan halalnya harta yang terkumpul.

Darimana awalnya? Tentu saja pernikahan. Masing-masing calon mempelai bisa jadi sudah punya 'harta bawaan' sebelum menikah dan statusnya harus jelas. Aseli deh, jadi suami itu tidak mudah. Dia harus paham pengaturan harta, mendesain visi-misi sesuai syariah, hingga sehari-hari mencari nafkah

Harta istri adalah sepenuhnya hak istri, sementara dalam harta suami ada hak istri dikarenakan seorang suami wajib menafkahi istrinya. Hal ini akan menjadi rumit seiring dengan berjalannya waktu, aset bertambah dan bagaimana status kepemilikan harta itu? Milik bersama? 

Kalau istri tidak berpenghasilan sendiri apakah semua harta itu jadi 100% menjadi harta suami? Begitu akad nikah terucap dan status pernikahan sah, sepasang suami istri akan saling mewarisi, jadi perlu dibuat jelas status aset yang dimiliki. Salah satunya dengan membuat kesepakatan awal antara suami istri.


Kasusnya akan sangat bervariasi. Misalkan ada suami yang membangun rumah di atas tanah warisan yang menjadi hak istri, Apakah rumah (dan tanah) itu menjadi milik bersama (50:50)? Kalau melihat budaya di Arab, saat seorang pria melamar seseorang, maka dia harus menyediakan rumah dan isinya plus kendaraan, sebagai mahar. Jadi rumah seisinya dan kendaraan itu 100% menjadi milik istri. Alhamdulillah budaya di Indonesia tidak sebegitunya banget. :-P 


Sebelum jauh kemana-mana, saya akan fokus ke kasus saya sendiri. Sebut saja Resolusi 2016 : Peta Harta Keluarga!         -- Terdengar keren dan berbau petualangan-- 


Dalam penyusunan peta ini hal pertama adalah memperjelas status harta.


1. Harta bawaan masing-masing sebelum akad nikah. 


Untuk harta bawaan, statusnya jelas. Istri saya sudah punya laptop, perhiasan, buku-buku, handphone dsb sebelelum menikah. Barang-barang itu 100% miliknya. Demikian pula, sebelum menikah saya sudah punya harta bawaan sendiri. Setelah menikah ada kalanya barang-barang tersebut dipakai secara bersama, namun kepemilikannya kembali kepada masing-masing. Bila harta tersebut ingin dihibahkan, dihadiahkan, dipinjam atau dijual, harus dengan ijin dan keridhoan si pemilik. Suami tidak bisa seenaknya jual tanah warisan istri,misalnya, karena itu bukanlah hak miliknya. 


2. Harta perolehan selama menikah.


Dalam hal ini istri tidak berpenghasilan/bekerja sehingga harta ini diperoleh dari suami yang bekerja. Solusinya adalah kesepakatan antara suami-istri. Misalkan untuk rumah 60:40, perabotan dan alat elektronik 50:50 dst. Biarpun istri tidak berpenghasilan sendiri, tetap ada peran yang harus dinilai : mengurus keluarga (suami dan anak-anak) dan mengelola keuangan keluarga adalah peran besar yang pantas digaji (oleh suami! hehe). Jadi seorang suami harus ridho bahwa harta perolehan hasil dia bekerja ada hak istri juga di dalamnya. Bicara soal persentase, besarnya dikembalikan ke masing-masing pasangan. 


3. Harta Bersama. 


Ada kontribusi istri  secara materi dalam perolehan harta ini. Misalkan kasus rumah di atas tanah warisan di atas, atau istri turut menyumbang harta dari penghasilannya sendiri dalam membeli aset (rumah, kendaraan, perabotan). Hak istri dan jatah suami harus jelas sesuai kontribusi masing-masing. Dalam kasus si suami meninggal terlebih dahulu, maka istri akan mendapatkan haknya (dari harta bersama) ditambah dengan hak atas nafkah (harta perolehan) lalu ditambah lagi dengan hak waris (1/8 atau 1/4 total harta waris). Tuh, enak khan jadi istri dalam sistem/aturan islam? :-) 



***

Bila sudah jelas status harta dalam pernikahan, maka hal berikutnya adalah memastikan kehalalannya. Termasuk mengeluarkan zakat, alokasi investasi dan pemanfaatan harta tersebut.Suami harus paham soal prinsip ekonomi ( termasuk tentang sektor riil, pasar uang, pasar modal, hehe) supaya bisa mengarahkan kebijakan ekonomi keluarga. Kesepakatan suami istri itu perlu ditulis juga agar bisa menjadi acuan di masa depan.


Satu hal yang perlu dicatat, harta yang ditinggalkan seseorang itu masih bruto, belum menjadi harta warisan sebelum dikurangi biaya pengurusan jenazah (termasuk sewa makam), pelunasan utang dan zakat terutang, wasiat (berlaku buat non ahli waris, max 33% setelah dikurangi biaya dan hutang) dan pajak warisan (10%!!). Setelah 'dibersihkan' oleh keempat hal tersebut harta peninggalan itu baru disebut harta warisan yang pembagian jatah masing-masing ahli waris sudah diatur dengan sangat jelas dalam Al Quran. 


Sejenak kembali ke awal, memetakan harta yang sudah ada agar bisa melangkah lebih ringan dalam membuat peta perencanaan untuk masa depan. Bagaimanapun seseorang akan mewariskan harta bendanya yang perlu dikelola agar tidak menjadi pemicu konflik. Semoga amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholih-sholihah bisa menjadi tabungan kami yang sesungguhnya adalah harta yang sejati.


ReAD MoRE・・・