Juli tahun ini akan diselenggarakan Konefrensi Tingkat Tinggi negara G8 di Hokkaido untuk membahas isu lingkungan yang sedang marak : pemanasan global.
Mulai awal tahun ini pula berbagai dirintis berbagai usaha memperlambat peningkatan suhu bumi dengan trik hemat energi, pengurangan sampah, hingga penyebarluasan informasi terkait kepada masyarakat umum. Silakan baca jadwal penayangan acara bertema lingkungan di NHK Jepang, hampir setiap hari bisa disaksikan.
Hal dari dekat yang bisa diperhatikan antara lain :
1. Mulai 1 februari 2008, tas plastik tak lagi diberikan secara gratis di pasar swalayan. Tokoh pemerintah pun muncul dalam kampanye "my Bag" di TV untuk mengajak masyarakat memiliki tas khusus barang belanjaan guna mengurangi penggunaan tas plastik.
2. Gencarnya promosi produk elektronik yang ramah lingkungan sekaligus hemat energi.
3. Mulai tahun lalu, dilakukan uji coba pengubahan energi gelombang yang dihasilkan derap langkah penumpang di Stasiun Tokyo menjadi energi listrik
4. Aturan pemisahan sampah yang semakin ketat, juga usaha recycle, Padahal recycle belum mutlak ramah lingkungan karena bisa menghabiskan biaya yang lebih besar dibandingkan produksi barang baru.
Hmm, ternyata gak banyak amat.
Hanya sajaaaa. Masalah perut tetap menjadi utama bagi negara maju seperti Jepang sekalipun. Beberapa waktu lalu ditemukan zat berbahaya yang terkandung dalam makanan beku impor dari Cina. Akibatnya, produk makanan beku Cina sejenis ditarik dari pasar, penanganan dan penyelidikan lebih lanjut pun gencar dilakukan. Bahkan bagi yang masih menyimpan barang tersebut dirumah, akan didatangi petugas dari toko dimana dia membeli, lalu diberikan ganti uang tunai gratis tis sebagai ganti rugi. Pelayanan terhadap masyarakat memang patut diacungi jempol.
Seperti yang saya tulis sebelumnya, Jepang ketat sekali soal makanan. Tak jarang sayur atau buah yang masih layak makan namun sedikit layu akan terketak di rak khusus dengan label diskon. Produk susu, ikan, dan makanan lain pun akan mengalami nasib serupa : mendapat tempelan potongan harga. Maka waktu belanja yang paling ekonomis adalah saat malam, karena banyak sekali barang yang harganya bisa jadi setengah harga dibanding saat pagi/siang harinya. Restoran pun demikian. Kabarnya mereka tidak akan menyimpan makanan lebih dari satu hari kecuali hanya dijadikan pengisi bak sampah.
Ah iyah. Pernah juga sewaktu belanja di atas jam 10 malam ada kejadian yang cukup unik. Homeless berkumpul di supermarket! Untuk apa? Untuk mendapatkan makanan siap santap (bento, gorengan dll) yang tidak habis terjual hari itu. Wow!
Apakah orang diam saja melihat pembuangan sampah makanan yang sebenarnya masih layak dikonsumsi seperti ini? Tentu saja tidak. Selain dikelola lebih lanjut oleh Bank Makanan, pada umumnya sisa makanan itu akan diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau pupuk. Tak ada yang percuma, kecuali kesan pemubadziran terhadap jerih payah pembuat makanan itu. Aksi lain adalah freegan. Free + VeGan (Veganisme : vegetarian ketat yang tidak mau memakan produk hewani sebagai protes kekerasan terhadap binatang), freegan bisa diartikan sebagai gaya hidup menentang pola konsumtif dengan memakan produk sisa supermarket yang terbuang namun masih bisa dikonsumsi. Bukan berarti mereka miskin seperti homeless yang pernah aku pergoki, hanya saja itu dilakukan sebagai aksi protes ala environmentalist. Artikel tentang ini pernah dimuat di majalah Newsweek halaman 46-48.
Freegan banyak dijumpai di Inggris atau Amrika, sejujurnya aku sendiri belum pernah berjumpa dengan orang bergaya hidup serupa di Jepang.
Mungkin orang sering mengatakan untuk menghabiskan makanan di piring karena dibelahan bumi yang lain banyak anak yang kesulitan untuk sekedar makan. Heh, bukannya kita makan habis ataupun sisa sebenarnya tidak akan merubah kondisi anak yang di belahan bumi lain itu. Iya gak sih? Hanya saja kesadaran untuk menghargai makanan aku rasa tetap penting. Pesan moralnya : Selama di bumi ini masih ada orang yang kelaparan, berperilaku konsumsi secara berlebihan adalah tindakan kriminal!
Yah, tak perlu menjadi seekstrim freegan untuk mendukung lingkungan. Cukup mematikan lampu saat tak terpakai, tidak berbelanja berlebihan, membeli makanan secukupnya, sebisa mungkin memanfaatkan barang tanpa sia-sia. Setiap orang normal yang sadar dan peduli dengan lingkungan insyaAllah tahu caranya, tanpa perlu aku sebutkan lebih lanjut.
Kembali soal makanan. Produk Cina mulai dikritisi oleh masyarakat Jepang sehubungan dengan kejadian makanan beku yang aku tulis di atas. Dari segi harga, makanan cina bisa sepertiga lebih murah dibandingan barang yang sama made in Japan. Dengan tingkat kesejahteraan masyarakat Jepang sekarang, mereka bisa selektif memilih produk yang aman untuk kesehatan. Tapi bagaimana dengan negaraku sendiri yah? Produsen Cina sendiri mengatakan, kalau Jepang tidak lagi bersedia menerima ekspor produk kami, negara-negara timur tengah dan asia tenggara masih banyak yang bersedia membeli dengan harga lebih mahal. Tuh khan! Padahal orang di daratan cina sendiri perlu mencuci, membilas, merendam dengan garam sampai memakai sabun cuci khusus sayuran untuk membersihkan kandungan pupuk semprot yang mengendap dalam sayuran.
Harga barang yang merangkak naik tentunya menjadikan prioritas terisinya perut daripada isu lingkungan -termasuk kandungan zat dalam sayur bla bla blah- bagi sebagian besar rakyat negeriku. Semoga saja kesadaran mengkonsumsi barang tidak terhenti pada status halal saja tapi bernajut hingga thayib. Makanan yang halal dan baik bagi tubuh. Sekarang sampai sejauh mana yah pola pikirnya...
2 comments:
aha..saya jadi inget tentang kyoto protocol. karena kemaren ada subject yang mbahas tentang kondisi lingkungan singapore yang harus ngikutin kyoto protokol itu.
btw, di jepang banyak homeless juga ya?
hmmh, lom pernah search soal jumlahnya. Tapi klo ke Tokyo menjelang tengah malam di sekitar stasiun besar, bakal bermunculan kamar2 kardus seeeepanjang lorong.
Yang aku tau di stasiun terdekat dari t4ku ada 4-5 orang.
Post a Comment