Monday, 31 March 2008

Memandang

Saya pernah berpikir tentang bahagia. Namun baru kemudian saya sadar, bahwa kata inilah yang posisinya paling dekat dengan sukses. Setiap kali menjelang ujian besar atau beberapa hari sebelum saya berangkat ke Jepang, ucapan inilah yang paling sering saya terima, tak peduli apakah kalimat "Semoga Sukses" ini disampaikan secara lisan, tulisan via email, surat, atau SMS. Tapi pernahkah mereka turut memasukkan harapan akan kebahagiaan yang diraih dalam kata sukses yang entah keberapa kalinya keluar dari mulut? Apakah sukses yang mereka maksudkan sesuai dengan sukses yang saya inginkan? Saya terlanjur menyandingkan kedua kata ini bukan tanpa alasan.


Saya membaca tulisan mbak Irmayanti di milis FLP Jepang, sepertinya beliau juga berpandangan kalau bahagia adalah salah satu tanda sukses :
***
Hm...

Saya kenal dengan seseorang, yang pada masa kuliah tidak begitu cemerlang prestasinya. Dia sampai harus mengulang mata kuliah pokok hingga tiga kali! Tapi sekarang, dibanding hampir semua alumni lainnya, ia adalah salah seorang yang paling banyak menggunakan disiplin ilmu yang dulu dipelajari di bangku kuliah. Padahal, tak sedikit mahasiswa dengan IP diatas 3,5 yang pekerjaannya sekarang membuat lupa dengan apa yang dulu susah payah dipelajari untuk dapat nilai A.

Saya juga kenal dengan seseorang, yang menjadi lulusan terbaik ketika wisuda S1. Langsung bekerja di perusahaan tertua di bidang tersebut dan salah satu yang terbaik di Indonesia. Ditawari beasiswa ke luar negeri dan tesisnya menjadi yang terbaik juga di sana. Pulang ke Indonesia, mendapat penghargaan dari organisasi profesi tingkat nasional. Sekarang, dia bekerja rumahan, nyaris tak ada sangkut paut dengan disiplin ilmu ataupun prestasinya di sana.

Kehidupan itu lucu ya? Penuh misteri.

Siapa yang sukses, siapa yang tidak? Tak ada yang bisa menghakimi, yang mana di antara dua kenalan saya itu yang dianggap sukses. Kalau mereka bahagia, bukankah itu salah satu tanda sukses?

Hm...

***

Saya punya seorang kawan yang selalu meraih nilai terbaik di jurusannya. Boleh dikatakan kalau dia sukses dalam bidang akademis, namun ternyata dia sering mengatakan iri dengan saya yang nampak menikmati hidup. Padahal saya tak jarang ingin meraih predikat yang dia miliki : Terbaik di jurusan. Mungkin karena waktu itu saya berpikir bahwa tingkat kesuksesan berbanding dengan seberapa tinggi prestasi akademis di kampus.


Ada seorang kawan lain yang menurut rekan saya di atas terlalu santai menikmati hidup dan selalu berhadapan dengan saat-saat kritis karena keteledorannya. Namun sampai saat ini dia masih selamat meski nyaris. Kawan ini terlihat begitu bahagia, tapi apakah dia boleh dikatakan sukses? Saya serahkan saja keputusannya kepada setiap orang yang menilai.



Satu yang dicatat, sukses itu tergantung darimana kita memandang. Sukses itu pilihan menuju kebahagiaan. Kebahagiaan yang kekal itu ada di tempat kita bisa memandangi keagungan wajah Sang Pencipta. Kapan itu tercapai? Rasanya orang yang masih hidup tak ada yang tau jawabnya.


Jadi? Pastikan bahwa sukses kecil yang diraih akan membawa ke sana. Jangan pernah berhenti, jangan segan untuk memulai, jangan biarkan posisi perkembangan diri berada di tempat yang sama. Setiap detik baru haruslah diupayakan lebih baik. Dan saya bahagia saat menyadari bahwa target untuk lebih baik itu tercapai sedikit demi sedkit, biarpun perlahan. Bolehkah saya menyebutnya sukses?


ReAD MoRE・・・

Friday, 28 March 2008

Merasai Eropa





Seorang Host Parent saya di Ibaraki memiliki restoran kue pada salah satu mall di Hitachi. Sifat ingin tahu dan sedikit tamak akan keterampilan baru mendorong saya untuk minta tolong diajari cara membuat kue eropa. Lalu, saya menyediakan waktu satu hari di sela-sela pengepakan barang dan persiapan keberangkatan ke Nagoya. Kali ini saya belajar membuat kue rassberry dari Austria dan Tiramisu ala Italia. Resepnya tidak ditulis, karena terkait dengan copyright restoran kue. Hihi...


Pelajaran dimulai setelah makan siang. Saya berhasil mengajak dua orang junior untuk meramaikan suasana. Kenapa? Rasanya tidak enak saja kalau suasananya privat. haha. Akhirnya saya tahu kenapa kebanyakan koki adalah lelaki, bikin kue butuh tenaga. Kali ini pun saya kebagian mengaduk adonan yang cukup membuat lengan pegal. +__+

Alasan utama pembuatan kue ini adalah saya ingin memberikan santapan kenangan untuk rekans main badminton di Ibaraki. Mereka sering membawakan kue atau makanan yang secara khusus dibuat supaya saya bisa ikutan menikmati. Status kehalalan jika langsung beli di toko belum pasti, karenanya mereka membuat sendiri sambil mencatat bahan-bahan yang terlarang saya konsumsi. Jangan salah, tak hanya perempuan yang membawakan kue made in sendiri saat latihan di akhir minggu.


Ahaha, tiba-tiba saja sebuah ide melompat : Kenapa tidak coba buka resto kue eropa fresh from Open ntar di Indonesia yak?? Seingat saya, di salah satu Mall Surabaya, gerai macam ini ramai sekali dikunjungi pembeli. Ok, dicatat dulu sebagai peluang bisnis.


Setelah bercapek-capek selama sekitar 4 jam, tiramisu dingin dari kulkas dan dua cetakan rasberry tart sudah terhidang di meja makan. Lengkap dengan Afternoon Tea ala Inggris yang dituangkan pada cangkir Jerman yang kata host parent saya merk terkenal. (orang Jepang punya hobi mengumpulkan benda ber-merk *sigh*).




Konon untuk belajar membuat kue ini, sang guru rela mengeluarkan biaya yang hampir saya dengan ONH selama 10 hari di Perancis. Semacam studytour, menginap di kastil bangsawan sambil berlatih membuat kue. kata hostparent saya, Kue hanya bisa diniikmati oleh kalangan bangsawan pada jaman dulu, sisa-sisa, remah-remahnya lah yang dibagikan ke rakyat kecil untuk bisa menikmati makanan kaum ningrat. Lalu sejalan dengan bergulirnya waktu, kue-kue pun menjadi popluler dalam segala kalangan. 10 hari untuk belajar kue ke Perancis? Wow. wow. Niat bener. Tapi lagi-lagi ini yang saya catat. Orang Jepang rela keluar biaya banyak untuk mengejar/mendapatkan yang dia inginkan. Eniwei, setidaknya hari itu saya bisa merasakan hidangan bangasawan eropa pada abad pertengahan. huakakak

Acara ditutup dengan makan malam : okonomiyaki. Setelah sholat maghrib, saya meluncur menuju sports center di Kasamatsu.

Beberapa foto lain :

Strawberry-choco :




Sepotong Tiramisu :


Selesai serah terima kueh : Yoshida-san, Saya, Kurihasgi-san (ki-ka), terima kasih atas saat-saat menyenangkan dan penuh persahabatan. Sebenarnya msih ingin main lagi bersama kaliaaann. Yang tidak tercantum dalam Foto : Amatsu-san, Satou-san, daisuke-san, Yuu-san, Aoi-san, Natsuko-san, Mai-san, Kuroda-san, Ikuta-san, Oka-san, Shimaki-san, Mise-san, Nishikawa-san, beberapa anak SMA yang saya tidak hapal namanya, arigatou gozaimashita. Pengen foto bareng, tapi gak sempat yak, ini pun di tempat parkir ambil gambarnya. hikz...






errm, Kapan-kapan mau praktek sendiri ahh...





ReAD MoRE・・・

Tuesday, 25 March 2008

Sorak!

Barusan pulang dari rangkaian melancong bersama rekans dalam rangkaian kelulusan (lagi-lagi) yang diwarnai tawa dan air mata. Tapi saya tidak ikutan nangis bawang koq.

Begitu menyalakan komputer ada 2 khabar gembira :

1. Teman SMP saya menikah!

2. Adik saya ketrima di UGM, anaknya senang, sebagai kakak yang mendukung dari belakang pun saya turut senang. Apalagi dia termasuk satu dari dua orang yang lulus melalui jalur khusus. Alhamdulillah. Sebenarnya waktu adik saya konsultasi soal jurusan, saya hanya bisa memberikan satu alternatif saja karena tidak menukan jurusan yang sama di univ lain. Ternyata dia mengambil saran itu, dan diterima. Hmm, jangan-jangan saya saja yang ingin masuk jurusan itu yah? hihi... malah sekarang lupa nama jurusannya, waktu itu lihat mata kuliah yang akan dipelajari, lalu saya pikir cocok dengan bakat dan minat adik. Tapi sudah terlanjur lah, semoga saja saran saya tepat.


ReAD MoRE・・・

Friday, 21 March 2008

Rounin-Pengembara

Setelah keluar dari asrama hari Sabtu yang lalu, otomatis saya putus hubungan dengan internet. Sejak hari itu pula, saya numpang hidup secara berpindah-pindah: Rumah host family, kawan Jepang, kediaman sensei, apartemen senior, dan tentu saja bilik kawan seangkatan yang akan, sedang, dan sudah pindahan. Dikarenakan ada beberapa urusan, saya pergi ke Tokyo lepas subuh hari Kamis kemaren. Cuaca buruk dan badan yang menuntut istirahat akhirnya membuat saya menginap di Tokyo meski pada awalnya saya berencana untuk langsung pulang. Selain itu, memang ada urusan lain yang harus dibicarakan bersama dengan kawan-kawan.


Hari ini saya kembali ke Ibaraki, menginap di rumah salah seorang kawan jepang, dan besok berencana bersepeda keliling Kasumigaura, danau terbesar kedua di Jepang. Diperkirakan cuaca akhir pekan ini cerah, angin tidak kencang, dan suhu udara mencapai 17 derajat Celcius. Cukup hangat untuk ukuran bulan Maret. Semoga besok menjadi hari yang menyenangkan. Kali ini kami juga mengunjungi Oeda-san, mengambil beberapa perlengkapan bersepeda dan mendengarkan cerita tentang karakuri. Karakuri? Semacam puzzle, teka-teki, otak-atik barang, olahraga otak. Jepang banyak menghasilkan permaianan semacam ini.

Foto diatas adalah peti tanpa kunci, cara membukanya dengan menggeser setiap sisi sedikit demi sedikit. Oeda-san menunjukkan ada 18 langkah untuk membuat peti ini terbuka. Contoh lain yang bisa disaksikan adalah anime!!

Naruto : Ninja Padang Pasir, Kankuro



Karakuri kimi



Karakuri juga pernah menjadi tema dalam salah satu kisah komik, detektif Kindaichi. saya pun tertarik dan tertantang dengan karakuri. Karkuri juga muncul dalam Seirei no mamori bito, anime yang saya tonton sebulan yang lalu. hihi
Konon ide ini berasal dari kepala kapal yang membuat penyimpanan barang berharga tanpa kunci namun susah dicuri karena cara membuka tempat penyimpanannya adalah khusus. Kebiasaan seperti ini akhirnya terus berkembang hingga sekarang.



Ah iya, malam ini kami sedang membuat perencanaan file promosi klub pertukaran budaya, seleksi foto, alur cerita dan membayangkan siapa yang akan melakukan presentasi. Sekalian ada internet, sekalian update blog deh, sambil nunggu giliran masuk ofuro. Sekali-kali mandi tidak dengan shower lah. Hihi...


ReAD MoRE・・・

Saturday, 15 March 2008

pasca wisuda

Upacara pengukuhan kelulusan berlangsung dengan khitmad selama 3 jam. Untung saja kami tidak harus bertahan dalam "posisi sempurna" ala baris-berbaris selama tenggang waktu itu. Kursi Balai Budaya Kota Hitachinaka cukup empuk menjaga kesadaran saya.

Mungkin sama dengan rangkaian acara wisuda di Indonesia, ijazah kami dibagikan setelah wisuda selesai. Bedanya, tak ada lempar toga (topi?) karena tak seorang pun yang mengenakannya. Kakak saya cukup terkejut karena wisuda di Jepang ternyata tidak identik dengan baju toga.



Begitu semua wisudawan menerima ijazahnya, kami menuju ke salah satu hotel untuk menginap menikmati acara syukuran. Kalau enggan mengakui orang Jepang pun bersyukur, sebutlah acara ini sebagai perayaan kelulusan. Intinya makan-makan. Saya sendiri merasa nyaman, karena :


1. Di Hotel ini ada ruang khusus yang bisa dipakai untuk sholat.
2. Tak ada minuman keras dalam pesta ini.
3. Banyak menu yang bisa saya nikmati.



Pesta ini berlangsung sekitar 90 menit. Kemudian dilanjutkan dengan sya0n-kai, pesta balas kasih. Secara singkat, para wisudawan akan menampilkan drama, lelucon, atau apapun untuk menghibur dosen yang telah mengajarkan banyak hal. Alhamdulillah saya tidak terlibat dalam lawakan jorok. Meski adaaa juga yang tampil dengan tema itu, untungnya hanya satu. Drama komedi yang kami tampilkan (kolaborasi lab Suzuki & Sato) mendapat sambutan yang meriah. Tak ada ruginya kami berlatih, mencari ide, menyiapkan kostum, memoles dialog dan akting selama satu minggu ini. Hehe.



Tapi yang berkesan bukan hanya penampilan kami-kami ini. Saya diingatkan kembali oleh sambutan dosen wali saya. Beliau mengatakan bahwa hasil kerja keras seorang pendidik itu tak ada wujud nyatanya. Berbeda dengan arsitek yang menghasilkan gedung atau jembatan. Berbeda dengan peneliti yang bisa menghasilkan penemuan baru yang "booming". Hasil kerja keras pendidik dapat disaksikan dari anak didiknya. Kebahagiaan anak didiknya. Oleh karena itulah, kebahagiaan anak didik saat berhasil dalam studinya, atau pekerjaannya, atau karirnya, akan menjadi kebahagiaan sang pendidik.


Kadang saya kurang menghargai diri sendiri. Mungkin. Saya sering dipuji oleh beliau, "Kamu begitu bersungguh-sungguh selama belajar di sini! Sebenarnya tak banyak yang saya lakukan sebagai pembimbing." Benarkah? Saya merasa sama sekali jauh dari bersungguh-sungguh. Di tengah jalan, motivasi saya untuk menjadi yang terbaik berbelok untuk meraih nilai A saja. Makanya setiap kali dipuji, saya merasa tak pantas. Saya merasa menipu dosen wali dengan wajah serius yang terlanjur menempel di kepala. Tapi mendengar sambutan beliau di syaon-kai ini, mungkin saya tidak sepenuhnya memberikan kepalsuan kepada beliau. Yah. Saya bahagia selama menempuh pendidikan di sini. Nilai saya memang bukan yang tertinggi, prestasi akademis saya pun hanya sedikit melampaui rata-rata. Biarpun begitu, saya bahagia karena bisa melampiaskan energi saya di bidang yang lain.



Dan hal inilah yang beliau tuliskan dalam pesan untuk saya. Berbeda dengan dosen wali untuk mahasiswa asing lain yang kebanyakan bernada pujian (berlebihan), beliau menuliskan kebimbangan, kekhawatiran seseorang yang pertama kali menjadi dosen wali dan mendapat amanah untuk membimbing seorang mahasiswa asing yang belum diketahui kemampuan komunikasi, adaptasi dan sebagainya. Beliau juga menuliskan hal-hal kecil, obrolan ringan yang pernah kami lakukan, tulisan tangan saya, laporan yang saya kumpulkan, juga kesan tentang masakan yang saya buat sewaktu menginap bersama mempersiapkan festival kampus 2 tahun lalu. Tak ada dibahas sedikitpun tentang nilai atau angka-angka. Hanya jalinan ikatan yang terbangun dalam 3 tahun ini yang dirangkaikan dengan hati.

Dengan itu saja, saya merasa tersanjung dan diperhatikan. Ternyata bukan angka-angka yang saya raih, hal yang membuat beliau berbangga. Prestasi saya dalam beradaptasi, kelancaran saya dalam studi, keberhasilan saya mendapat perpanjangan beasiswa, ketenangan saya saat mendapat kepastian tempat tinggal, ternyata hal-hal ini lebih menentramkan dibandingkan nilai yang tertera dalam selembar ketras yang dibagikan tidap akhir semester. Saya tersenyum saat membaca tulisan itu di buku kenangan. Tak ada pujian yang bertaburan. Hanya kesan keseharian sederhana yang ada. Saya suka. Saya bahagia karena saya dikenal bukan melalui angka. Begitu berbeda dengan pikiran dangkal saya dulu bahwa ukuran bangga bisa ldilihat dari nilai. Sekali lagi kesalahan pikiran ini saya rasakan begitu bergejolak.

Gejolak di batin saya masih ditambah dengan bisikan, "Sunu, di Nagoya pun berusaha dengan sungguh-sungguh yah!" dalam rangkulan beliau di penghujung syaon-kai. Saya sempat menyaksikan bulir bening berjatuhan dari kedua mata beliau. Ada ketulusan di sana. Dengan itu saya pun mendapat suntikan semangat baru untuk benar-benar berusaha sekuat tenaga, agar tak ada penyesalan dan kekecewaan yang terbentuk karena tindakan setengah-setengah. Terima kasih dosen waliku, terima kasih, Miyashita sensei! Maaf selama ini saya kurang belajar dengan sungguh-sungguh. Maaf di tahun terakhir saya hanya berpikir untuk memenuhi persyaratan minimal untuk lulus. Maaf, terima kasih banyak, dan sampai jumpa...



ReAD MoRE・・・

Friday, 14 March 2008

Wisuda

Berhubung saya belum punya kamera, foto-foto yang ada adalah hasil perburuan ke beberapa kawan. Semalam kakak menanyakan foto wisuda, kebetulan hari ini seorang rekan yang gemar mengambil gambar memunculkan wujudnya di YM, lalu todongan saya dipenuhi dengan sukarela. Ini dia foto-fotonya, meski hanya sedikit.

Foto 1: 4 orang mahasiswa asing yang lulus tahun ini.






Foto 2: Anak2 Teknik Kimia dan Material plus dosen wali, dosen lain2 dan Kepala Jurusan




Yang ini foto dengan pemilik kamera dan mantan tutornya.



Foto2 yang lain masih dalam perburuan. Begitu dapat akan di-upload secepat mungkin. Semoga saja saya masih ada koneksi internet sampai di asrama baru akhir bulan ini.



ReAD MoRE・・・

Thursday, 13 March 2008

Closing Ceremony


Hari ini diadakan upacara penutupan kalender pendidikan. Dan Alhamdulillah saya memperoleh satu piagam (?) seperti di atas, setelah nama saya dipanggil untuk maju ke depan. Sudah setahun lebih, saya tidak merasakan aroma kebanggaan sejak speech contest di Ibaraki perfecture tahun lalu. Tapi apakah saya memang patut berbangga?


Beberapa sahabat dekat dan keluarga di Indonesia mengucapkan selamat saat saya memberitahukan mendapat penghargaan. Namun ada satu rekan setanah air yang memprotes.


D: "Nilai kamu khan gak dapet A semua!"
S: "Memang ada yang B kok..."
D: "Kalau gw mah mendingan gak usah dapet penghargaan."
S: "Loh? Kenapa? btw, gw juga gak minta tuh penghargaan koq. Dosen wali yang merekomendasikan..."
D: "Selain itu lu khan ngerjain skripsi cuman 3 hari?! Koq bisa-bisanya?"
S: "Hmm... dalam 3 hari itu, gw bener2 mati2an loh!"
D: "Hasil eksperimen lu juga gagal khan?!"
S: "Betul. Tapi dosen pembimbing juga mengatakan kalau temaku cukup sulit, makanya sampai sekarang, orang2 yang melakukan penelitian dengan tema serupa pun belum pernah ada yang berhasil. Beliau mengatakan hal ini satu bulan sebelum presentasi, dan selama ini gw juga cukup pusing karena percobaan gw selalu negatif hasilnyaa.. +__+. Gw udah pernah cerita khann?? "

Sejenak kami terdiam. Untuk apa sebenarnya kami memperdebatkan hal ini? Saya hanya ingin berbagi bahagia. Tak ada niat sombong-sombongan.


Saya tidak ingin memvonis kalau kawan itu iri. Mana mungkin? Sebaliknya saya berpikir bila saya belum pantas menyandang gelar "excellent student" seperti yang tertera. Setidaknya ada satu oarng yang belum bisa mengakuinya. Oleh karena itulah, setelah terlanjur mendapat penghargaan, insyaAllah saya akan berusaha agar yang tertera disana tidak sekedar rangkaian huruf belaka. Kalaupun sekedar rangkaian huruf, setidaknya itu adalah benar adanya. Bila bukan sekarang, berarti masa depan, sepanjang saya masih berstatus "student". Semoga saja saya bisa menjadikannya nyata.

Benarlah kata pepatah, seribu orang kawan terlalu sedikit, satu orang musuh terlampau banyak. Kali ini bahagia saya langsung menyusut, sedikit bangga yang mengembang ternyata begitu cepat kempis hanya karena kata-kata. Tapi bagaimanapun juga saya masih harus tetap cerdas dalam memaknai syukur, tak semua orang mendapat penghargaan seperti ini. Mungkin Allah ingin memberikan motivasi dan rasa senang setelah 3 tahun penuh perjuangan, sekaligus peringatan agar tidak lupa diri. Yach, rahasia apa yang ada di balik kejadian ini yah?


ReAD MoRE・・・

Wednesday, 12 March 2008

Big Sushi

Setelah tidak bisa dihubungi saat hari yang dijanjikan, siang ini Hashimoto-san menawarkan ajakan makan malam bersama. Menu yang disepakati adalah sushi. Tapi tentu saja bukan sushi putar yang biasa saya santap. Kali ini kami memanjangkan langkah hingga kawasan pantai, lalu mengistiratkan kaki dalam sebuah kedai bertajuk "Ichiba Sushi" atau Sushi Pasar kalau diterjemahkan begitu saja.


Ada rasa, ada harga. Betul. Harga satu piring di sini bisa 5 kali lipat sushi putar yang lumrah. Namun rasa dan volume ikan yang dipergunakan beda! Untuk sampai pada posisi kenyang kami hanya sanggup menyelesaikan pesanan pada piring ke-4. Hashimoto-san memberitahukan hal ini sebelumnya, sehingga kami bener-benar berpikir dan memilih sushi seperti apa yang ingin kami santap. Ah, ada juga sup kepala ikan yang porsinya mantabbbbBb!


Ini dia foto-fotonyaaaa...


Sushi salmon dengan irisan bawang bombay dan mayones

















sushi Udang merah...


















Sup kepala ikan yang mantabb!! Makan ini saja sudah cukup kenyang!! Sedap!





Saat bersiap membayar, Hashimoto-san menolak uang kami. Katanya ini sebagai ungkapan selamat atas Kelulusan kami. Alhamdulillah. Arigato gozaimashita. Gochisou sama deshita. Terima kasih banyak. Terima kasih juga atas traktirannyaaaa...



ReAD MoRE・・・

Perbaikan

Kegiatan hari ini :

1. Ke lab setelah ditelpon sensei untuk memperbaiki skripsi setelah dilihat oleh dosen penilai.
2. Membereskan skripsi, menyerahkan print out ke sensei wali n softcopy, data, file presentasi dan sebuah copy lainnya ke dosen pembimbing. Enaknya di sini tidak perlu pakai hardcover dan segala macam. Nge-print gratis, fotokopi juga gratis. Dalam 1 jam urusan skripsi beres. Alhamdulillah.
3. Bersih-bersih lab. Mencuci tabung reaksi, mensterilkan preparat, membuang sample yang sudah tak terpakai dan sampah.
4. Mengambil sisa uang wisata kelulusan.
5. Berkunjung ke t4 Okuyama sensei, minta tolong membetulkan senar raket yang putus. Hmm, ternyata tidak perlu ke toko sports -hemat, hehe- . Baru tahu kalau jaman Okuyama sensei memulai main badminton dulu, harus bisa pasang senar ke raket sendiri. Tidak seperti kebanyakan anak muda sekarang -termasuk saya- yang hanya bisa memakai doang.
6. Mengambil kiriman tiket kereta yang dikirim kawan di Hiroshima.
7. Kerja bakti di asrama. Ini mah kegiatan rutin tiap hari rabu.
8. Pengen masak, tapi kulkas kosong, dan sepeda tertinggal di sekitar stasiun-> males keluar, akhirnya bikin bubur kacang ijo, memanfaatkan bahan pangan yang tersisa.




ReAD MoRE・・・

Monday, 10 March 2008

Menghitung Hari

Hujan. Seharusnya saya segera meraih sajadah waktu dhuha ini, namun konsentrasi saya lari entah kemana. Padahal waktu hujan termasuk saat terbaik untuk berdoa. Suara bising mesin meraung sejak pagi, anak-anak yang memindahkan barang, langkah kaki, tawa, pintu yang terbanting, pengumuman dan panggilan dari kantor asrama menyebabkan ketenangan pagi yang dihiasi hujan tidak bisa saya nikmati.

Saya sudah menyelesaikan tranfer barang ke kamar baru yang minim privasi. Namun belum ada kata OK atas pemeriksaan kamar lama saya. Masih haruskah saya menggosok lantai? Apakah saya harus mengganti biaya perbaikan dinding yang terkoyak? Hmm... mungkin ketidakpastian ini yang membuat batin saya sulit diajak menikmati damai. Satu lagi, tiba-tiba saja saya merasa sepi. Begitu sepi. Tak ada rekan se-angkatan yang masih di asrama. Satu orang pergi wisata ke Turki, seorang lagi bersenang-senang di Tokyo, dan sisanya sudah keluar dari asrama seminggu yang lalu. Ah, saya tak terbiasa bercengkrama dengan sendiri.


Mungkin saya hanya tidak rela merasakan perpisahan, setelah banyak ikatan dan jalinan yang terbangun selama tiga tahun. Hal yang sama saat hari terkahir di asrama SMA 5 tahun yang lalu, terasa berat untuk meninggalkan kamar dan kampus. Rasanya masih ingin berlama-lama menikmati masa-masa SMA. Bukan kampus, bangunan, atau masakan yang membuat saya tak ingin pergi melainkan eksistensi orang-orang yang dengan mereka saya berinteraksi. Saat berpisah itu berat. Meski pada kenyataannya kesibukan dan aktivitas di tempat baru, pertemuan dengan orang baru, tantangan baru, perlahan mengikis ikatan lama, dan secara pasti menumbuhkan jalinan baru.


Perpisahan selalu berawal dari pertemuan. Pada mulanya tidak kenal, lalu saling sapa, kenal, menjadi dekat, lalu sewaktu berpisah terasa begitu berat. Kalau tak ingin merasakan perpisahan, tak usah ada pertemuan. Tapi tak mungkin. Baca blog Sahrul, dia meminjam kalimat Jikustik : Pertemuan adalah kesalahan yang indah. Ya, makanya saya pun dengan rela dan tanpa terpaksa menjumpai berbagai kesalahan yang indah.


Ahaha, akhir-akhir ini tulisan saya hanya berkutat masalah keseharian. Ternyata bagi saya, menumbuhkan ide menulis memerlukan beberapa kondisi : kestabilan hati, wawasan baru, stimulus pikiran. Terutama yang terakhir. Pikiran saya dipenuhi rencana pindahan, pengepakan barang, cara pengiriman, perapian ditambah penggunakan energi jasmani yang menyisakan kelelahan.


Saya ingin jalan-jalan! Sejenak ingin lepas dari himpitan tekanan dalam kamar di penghujung musim dingin.


Menjelang waktu Dhuhur, matahari menampakkan wajahnya setelah terhalang titik-titik air yang menjelma garis. Setelah pengecekan kamar lama selesai, saya ingin pergi.


ReAD MoRE・・・

Sunday, 9 March 2008

Dipaksa Pindah

Dua hari ini saya sibuk mengepak barang. Pada mulanya saya bertanya-tanya, kenapa saya harus pindah kamar hanya untuk satu minggu saja. InsyaAllah minggu depan saya keluar dari asrama, namun demi kepentingan adik kelas yang akan menempati kamar saya selama setahun ke depan, saya terpaksa membereskan segala barang yang sudah 3 tahun hampir tak terusik dari tempatnya.

Kamar saya boleh dibilang cukup strategis, seberang jendela adalah taman, terletak cukup jauh dari ruang bersama sehingga relatif aman dari kebisingan, namun tak jauh dari tempat cuci dan toilet. Aha. Hari ini saya menemukan jawaban kenapa saya harus dipindahkan. Kamar sementara saya terletak dekat tangga, dan luar jendela adalah titik temu jalan masuk ke asrama, kampus dan kantin. Bisa dibayangkan saya akan sungkan membiarkan cahaya matahari masuk ke kamar saya karena akan membuat isi kamar terlihat oleh setiap orang yang lewat. Yah, kamar sementara yang saya tempati sekarang minim privasi, oleh karena itulah kamar ini akan dikosongkan setelah saya pergi.

Artinya, saya "dikorbankan" selama seminggu terkahir di kampus ini. Hikz.

Khabar baiknya, saya bisa mempersiapkan pengepakan barang untuk dikirim ke Nagoya sekalian. Kebetulan saja ada dua buah kardus ukuran besar yang saya peroleh sehingga akan menghemat bungkus dan ongkos kirim. Sebenarnya kemaren Hashimoto-san berjanji untuk mengantarkan perburuan kardus. Namun hingga waktu asar hampir berkahir tak ada tanda-tanda beliau datang, telpon pun tak dijawab. Saya sempat khawatir, jarang-jarang orang Jepang tidak menepati janji tepat waktu, dan telpon pun tidak diangkat.


Tapi kekhawatiran saya tidak terbukti. Hari ini Hashimoto-san membawakan banyakkkk sekali kardus juga sebuah penawaran untuk penyiapan jasa pengiriman barang. Uhm, alhamdulillah banyak bantuan untuk pindahan. ^__^; Biarpun begitu untuk membereskan kamar ke dalam koper dan kardus ternyata memerlukan banyak energi. Saya cukup kelelahan dan tertidur setelah pindah kamar sukses dilaksanakan. Atau karena saya lupa sarapan saja kah?




ReAD MoRE・・・

Friday, 7 March 2008

OK getto!

Sepulang dari wisata kelulusan hari Senin yang lalu, hari-hari sibuk sudah menanti. Ya, saya harus menyerahkan skripsi yang belum saya cicil sama sekali selain halaman judul. Bisa ditebak, dengan badan pegal dan lengan yang kaku digerakkan untuk mengetik, 3 hari kemarin benar-benar penuh perjuangan. Deadline skripsi saya adalah hari Kamis kemaren, dan semuanya harus saya tuliskan dalam 72 jam. Hmm.. bohong dink. Tidak ingat pastinya berapa lama, yang pasti 3 hari ini saya kurang tidur, makan tidak teratur(atau jangan-jangan saya hanya minum air doang? lupa), dan saya hampir lupa mandi! Makanya saat lewat cermin besar di dekat shower room, saya agak terkejut dengan wujud saya yang acak-acakan karena tidak sisiran, mata sayu, wajah lesu, plus bibir berserabut pecah-pecah. Hah? Sejak kapan penampakan saya menjadi seperti ini?

Maka tak heran saat seorang kawan hanya tertawa-tawa saat saya mengatakan akan menyelesaikan skripsi dalam 3 hari. Ya, dia paham betul kalau saya bukan seorang jenius atau pekerja keras yang tahan beraktivitas tanpa tidur. Saya orang biasa yang rentan terserang kantuk. Bahkan sewaktu masih tinggal di International House dulu, saya sudah terlelap saat salah seorang teman baru mau menyiapkan santapan malam. Koar-koar saya untuk lembur menyelesaikan skripsi mungkin tak lebih dari lelucon garing di telinganya.


Kenyataannya saya memang tidak bergadang atau lembur, saya hanya mengurangi waktu tidur saya selama 2 jam. Ajaibnya, saat terdesak seperti ini tiba-tiba saja saya menjadi cerdas, kalimat mengalir lancar dan ide-ide bermunculan. Apakah manusia memang harus jatuh pada kondisi terpaksa dulu untuk memunculkan potensi terpendamnya?

Namun saya tidak bisa berkonsentarsi terus-menerus. Hanya waktu efektif di pagi hari menjelang dan sesudah subuh lah, progress besar bisa saya peroleh. Makanya sebisa mungkin saya memanfaatkan waktu efektif saya dengan cerdas dan bijak. Penggunaan otak harus elegan agar tidak terperas.

Singkat cerita, setelah melewati perjuangan lahir batin, beberapa kali pengeditan, nasehat dan arahan dosen, akhirnya saya mendapat kata OK dari dosen pembimbing. Alhamdulillah setidaknya tahap pertama terlewati. Setelah menerima ACC dari dosen penilai, saya mungkin masih harus melakukan perbaikan penulisan dan pengeditan beberapa kali lagi untuk skripsi saya. Biarpun begitu hari ini saya puas. Ternyata saya bisa menyelesaikan penulisan skripsi dalam 3 hari saja. Terima kasih untuk buku catatan eksperimen saya dan softcopy dari senior yang banyak membantu. Yang paling utama, adalah terima kasih kepada Allah SWT yang memberikan kemudahan, kesehatan, kekuatan, kepercayaan diri dan semangat yang menyala kepada diri saya selama masa sulit ini.

Siang ini, dikarenakan wujud saya tidak karuan, akhirnya saya cabut buat sholat Jumat dilanjutkan dengan main badminton dengan Okuyama-sensei plus mahasiswa asing. Hubungannya apa yah? Hmm, sholat jumat untuk penyegaran batin dan silaturahmi, badminton untuk kebugaran fisik. Jadiiiiii, semacam terapi pengembalian wujud ke sedia kala. -halah, ngacho mulu-



ReAD MoRE・・・

Thursday, 6 March 2008

hakama

Hari ini sebenarnya menjadi deadline penyerahan naskah mentah skripsi. Namun saya terlanjur membuat janji (karena terlalu PD bakal mampu menyelesaikan skripsi) dengan host-parent untuk mencoba hakama yang insyaAllah akan saya kenakan saat wisuda nanti. Akhirnya setelah menjelaskan kepada dosen pembimbing dan dosen penilai ditambah janji akan menyerahkan naskah skripsi saya besok pagi, saya mendapat ijin untuk meninggalkan lab dan kampus meski skripsi saya belum selesai.


Hasil perjalanan hari ini ke kediaman host parent, saya bisa mengenakan hakama untuk pertama kalinya. Host parent saya sengaja mengundang seorang ahli busana tradisional Jepang untuk menyesuaikan ukuran hakama yang akan saya kenakan nanti. Selain itu hari ini saya benar-benar kelaparan karena belum mengisi perut seharian. Sayangnya saya lupa niat puasa. T__T Alhamdulillah setelah ujicoba pakaian, tersedia nasi kepal dengan ikan di meja makan. Teh hijau yang hangat juga terasa begitu nikmat pada malam yang dingin ini.
Wah... banyak yang ingin dibicarakan, tapi saya masih harus melanjutkan kerjasama dengan laptop untuk menyelesaikan skripsi. Semangat semangat!!


ReAD MoRE・・・

Tuesday, 4 March 2008

Tag dari Sahrul

Belum "ngeh" dengan maksud Tag sih. Tinggal copy-paste sesuai aturan saja kah? Oke lah, Rul, tag nya lulus sensor.

~~Begin Here~~

This is the easy way and the fastest way to :
1. Make your Authority Technoraty explode.
2. Increase your Google Page Rank.
3. Get more traffic to your blog.
4. Makes more new friends.

Rules :
1. Start copy from “Begin Copy” until “End Copy” to your blog.
2. Put your own blog name and link.
3. Tag your friends as much as you can..

Picturing of Life, La Place de Cherie, Chez Francine, Le bric à brac de Cherie, Sorounded by Everything, Moments, A lot to Offer, Blogweblink, Blogcheers, Bloggerminded, Blogofminegal, Like A Dream Come True, Simply Amazing, Amazing Life, Vivek, Novee, Ichaawe, Sachroel, kujaku!!!

~~END HERE~~

Hmm, lalu disuruh ngasih tag ke orang lain yak? wah, link kaitan di t4ku khan terbatas banget. Oke, buat sohib di Singapore lah, aBay, terimalah tag dariku!

eniwei, perintahnya gak salah tuh? Jelas2 yang tertulis di awal tuh "begin here" bukan "begin copy". Demikian pula untuk bagian end nya. Salah ketik?

eniwei lagi, cuplikan hari ini :

Great minds discuss ideas, average minds discuss events, small minds discuss people.

Eleanor Roosevelt

*ehem, tersindir*


ReAD MoRE・・・

Monday, 3 March 2008

Plesir Fukushima(2)



Hari kedua. Setelah subuh saya memandangi danau Inawashiro yang katanya danau terbesar ketiga di Jepang. Sampai tahun lalu danau ini mempunyai tingkat kebersihan dan kejernihan air nomor wahid, namun karena pencemaran rumah tangga prestasi itu terpaksa lepas tahun ini. Sembilan puluh menit kemudian saya sarapan. Menunya benar-benar "wah". Hotel yang dijabani atlet dari berbagai penjuru dunia memang hebat. Saya tak perlu kebingungan mencari makanan halal. Produk susu, ikan, dan sayuran tersedia dalam berbagai wujud masakan.



Saya segera bersiap menuju area ski-snowboard begitu lift yang membawa ke lereng bagian atas beroperasi pada pukul 08:30. Ini bukan pertama kalinya saya meluncur, namun masih ada kesulitan untuk meluncur sambil menghadap ke belakang. Hari ini saya berniat untuk menyempurnakan teknik meluncur ini. Saya benar-bener ingin bisa, apalagi seorang kawan Jepang saya yang baru pertama kali main snowboard sudah bisa meluncur menghadap belakang. Kalau dia bisa kenapa saya tidak?



Saya pun meluncur sambil berusaha memutar kaki, memindahkan titik berat badan, menggoyang pinggang. Hasilnya saya terjatuh saat hampir menghadap belakang karena kehilangan keseimbangan. Kelebihan snowboard dibandingkan ski adalah bisa mengatur kecepatan meluncur pada lereng curam sekalipun, juga lebih mudah untuk rem. Hanya saja, siapkan celana yang agak tebal, karena pantat akan sering dipakai untuk rem.


Tak lama kemudian, ermm, sekitar 45 menitan lah, saya sudah mulai bisa meluncur menghadap ke belakang, tapi belum stabil, kadang bisa, kadang gagal. Setelah mengulang tiga kali meluncur dari atas, kepercayaan diri mulai muncul. Hehe, lalu saya bisa bergaya keren mengajari cara meluncur menghadap belakang kepada rekan malaysia dan Mongol.







Sisa dua jam sebelum pulang, saya ingin mencoba naik lebih tinggi. Tentu saja levelnya sudah bukan pemula. Kalau tak ada tantangan, mana mungkin ada peningkatan. Tapi ternyata ngeri. Sampai di atas, saya dan dua orang kawan pada foto di atas hanya tertawa-tawa. Jalur luncuran tidak nampak setelah 5 meter karena curamnya. Apalagi jalur di sebelah kanan kami baru saja dipergunakan untuk pertandingan olahraga musim dingin tingkat internasional 2 minggu yang lalu. Levelnya terlalu beda. Bagaimana kami bisa turun?


Setelah saling menyemangati dan membisikkan ke diri sendiri bahwa kami pasti bisa turun mulailah kami meluncur dengan slow mode. Saya sendiri lebih takut kalau menyusup terlalu ke kanan atau kiri yang artinya keluar jalur. Jalurnya sempit, kanan kiri jurang. Hiyy!! Kemampuan mengontrol papan luncur saya masih bernilai 65 dari 100.


Sampai di bawah, ternyata kami selamat. Lalu saya coba naik lagi sendiri. Owh, cuaca buruk, salju tiba-tiba turun, dan puncak luncuran tadi diselimuti kabut. Jarak pandang hanya 5 meter. Tapi saya tetap meluncur. Kalau tidak turun, bagaimana mau pulang?

Lagi-lagi saya sampai bawah dengan selamat. Maksudnya, saya tidak perlu memakai pantat untuk rem. Karena sudah dua kali berhasil, akhirnya saya sok berani mengajak seorang junior dari Thailand. Saat naik sampai atas itulah ada "kejadian".


Junior saya tiba-tiba mengtakan tak mungkin bisa turun. Saya pikir dia bercanda. Saya berikan motivasi dan semangat. Akhirnya dia mau mencoba. Tapi baru 2 meter langsung menjatuhkan diri. Ah, yah. Saya lupa kalau tak bisa memberikan banyak masukan karena dia bermain ski. Akhirnya dia bilang agar saya duluan saja, dia akan turun pakai pantat. Beneran tidak apa-apa kah? Saya yang sudah membuat dia ikut sampai atas merasa bersalah.


Okelah. saya meluncur pelan-pelan sambil menunggu dia sampai. Tapi saya pikir pilihan ini salah. Akan lebih cepat kalo saya meluncur ke bawah, mencari bantuan, lalu kembali ke atas untuk menolong dia turun. Wah, karena ada motivasi menolong orang, saya mendapat keberanian lebih untuk meluncur lebih melaju.


Di tengah jalan, kebetulan saya bertemu dengan dua orang kawan saya (di foto). Langsung saja saya ajak ke atas untuk memberikan bantuan. Awalnya mereka ogah naik lagi ke atas karena sudah merasakan curamnya lereng. Namun dengan kondisi seorang junior yang memerlukan pertolongan, mereka rela juga menemani saya naik lift sampai atas.

Ternyata junior saya tidak jadi turun dengan pantat. Dia menunggu di pos sambil negosiasi apakah boleh kembali turun memakai lift. Sayang sekali tak boleh. Karena ada tambahan 3 orang lain, kami foto dulu. Jarang bisa nampang di lereng yang sama dengan atlet internasional. Hihi, bukannya langsung nolong. Setelah dimotivasi 3 orang seniornya dia berani juga menuruni lereng dengan berjalan. Saya bantu membawa papan ski nya sambil meluncur pelan duluan.


Sampai di bagian yang agak datar, kembali jurus bujukan dilancarkan. Alhamdulillah dia mau mencoba meluncur dengan papan ski. Begini lebih cepat, karena satu jam lagi, bus yang membawa kami pulang dijadwalkan berangkat. Singkat cerita, misi penyelamatan junior berhasil dituntaskan.


Satu pelajaran yang saya peroleh kali ini :


"Kalau dia bisa kenapa saya tidak" bagus untuk motivasi diri sendiri, tapi belum tentu berlaku kebalikannya. Saya berpikir "kalau saya bisa, kenapa junior saya tidak" yang akhirnya membuat junior saya mendapat kenangan buruk dalam wisata kali ini.


ReAD MoRE・・・

Sunday, 2 March 2008

Plesir Fukushima (1)


Wisata kulusan hari pertama. Tahun ini diputuskan untuk mengadakan wisata olahraga musim dingin. Dua tahun lalu, saya ikut ke Sendai, dan tahun lalu ke Nikko. Kali ini mengajak anggota klub pertukaran budaya dan siapa saja yang ingin ikut, wisata kelulusan saya, eh, kami diselenggarakan di Fukushima.




Sebagai calon alumnus, saya tidak perlu bayar banyak. Namun peserta lain harus merogoh dompet dalam-dalam. Entah kenapa hotel tempat kami menginap terlalu berbintang, dan arena ski-snowboard nya berkelas internasional. Katanya ada jalur dengan kecuraman nomor dua dunia. Haduh, tidak perlu! Apa tidak ada lokasi lain yang biasa saja dengan harga lebih murah?


Oke lah. Jangan terlalu memikirkan masalah biaya. Pikirkan hal yang menyenangkan saja. Setelah menaruh barang bawaan di kamar yang menghadap danau, kami bersiap meluncur. Ah, tidak. Kali ini saya ikut kelas pemula. Ada dana khusus yang disiapkan untuk membayar pelatih, dan saya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Kapan lagi ada peluang mendapatkan pengajaran meluncur dengan dasar yang baik dan benar?

Agak membosankan. Kami belajar cara membawa papan snowboard, tata krama, cara mengerem, dan hal lain yang mungkin saya acuhkan bila belajar meluncur sendiri. Hitung-hitung bisa saya tularkan ilmunya ke junior yang baru akan pertama kali mencoba snowboard.

Sayang sekali, teori plus praktik dan cerita sang pelatih terlalu lama, sehingga hanya ada sisa satu jam sebelum lift berhenti beroperasi. Tak apalah, hari ini istirahat yang cukup, besok puaskan meluncur sejak pagi!




ReAD MoRE・・・

Saturday, 1 March 2008

Plesir




Hari ini pembagian keuntungan festival kota tahun lalu. Kalau dirupiahkan sekitar 2 juta, lumayan, khan? Karena laba ini diperoleh atas kerjasama rekans mahasiswa asing di sini, kami sepakat menggunakan uang itu untuk makan bersama. Setidaknya ada kenangan daripada diterimakan secara tunai.

Kegiatan saya sendiri cukup padat hari ini. Bukan dink. Lalu lintas ponsel saya cukup padat hari ini

07:00

S : Assalamu'alaykummmm.... semoga presentasi hari ini lancar yak!
M : Owh! Arigato. Ntar gw telpon klo udah selesai.



o9:00
A : Halo, Sunu-kun? Ah, masalah yang kemaren. Siang ini bisa datang ke rumah? Kebetulan Masamichi bisa mengantarkan dengan mobil untuk mengukur baju.
S : Waah... maaf sekali siang ini saya sudah aja janji. Kalau minggu depan, sepertinya saya ada waktu luang.
A : Oh yah? Kalau begitu, begini saja, bla.. bla blaa....
......
......
S : Terima kasih banyak, dan mohon maaf sudah banyak merepotkan.


09:20

D : Haloooo. Posisi dimana sekarang?
S : Masih di asrama neeh. Jadi jam 10?
D : Enggak, diundur jadi 10:30.
S : Sip. Aku tunggu sambil siap-siap.
D : Oke. Nanti ketemu di depan gerbang.

Tiba-tiba saja saat membuka inbox, ada email yang ingin saya komentari. Tanpa sadar jemari saya sudah menari di atas keyboard.

10 :20

Ss : Haloo, mas Sunu. 5 menit lagi sampai neeh.
S : Hah? Cepet banget! Maaf2, saya keasyikan nulis email, gak sadar udah hampir setengah 11.
Ss : Oke lah cepetan siap2 yah.

10:24
D : Cepetan!! Udah hampir setengah 11 neeh.
S : Iyaaaaaaaa, aku segera lari ke gerbang!!

Ah, saya lupa kalau belum ganti baju. Tapi sudah tak ada waktu, pakai sweater seadanya, celana panjang yang pantas, menyambar jas yang masih tergantung, lalu segera berlari menuju gerbang.

11:48

H : Halo, mas Sunu?
S : sst... lagi di rumah sakit neeh. Kirim SMS saja yak?

12:05

E : Oi, lagi dimana?
S : Sstt... lagi jenguk orang di rumah sakit, ntar gw telpon balik.

12:24
S : Yo! Tadi kenapa?
E : Pengen diskusi neeh, sebenarnya gini loh.....
....
....
....

Lokasi sudah berganti dalam mobil menuju restoran. Tiba-tiba ponsel saya kembali berdering.

12:50
S : Sori, tadi gak gw terima, masih ada telpon lain yang masuk.
M : Owh. Emang lu dimana?
S : tadi di rumah sakit. Jenguk orang.
M : Siapa yang sakit.
S : Anak orang Indonesia.
M : Siapa?
S : (gw sebut juga lu kagak kenal) Hmm... yah itu tadi, anak orang Indonesia yang ada di sini. Btw, presentasi lu gimana euy? Sekarang lagi istirahat siang?
M : Gini ceritanya....
....
....
S : Eh, udah dulu yak, mau makan siang neeh. Udah sampai di restoran.
M : Iya deh.



13 : 00 - 14:00

W : Eh, kalau di Indonesia boleh gak sih ambil S1 lagi?
S : Kenapa gak lanjut S2 langsung aja? Bukannya bisa ambil jurusan yang beda sama sewaktu S1?
D : Wah, setahuku gak boleh lah. Sungkan dong sama umur. Kalau PTN loh yah, kalo PTS sih mungkin bisa.
W : Ada satu temanku yang dulu ambil sastra Perancis lalu sekarang pindah ambil finance.
D : Wahh... aku juga pengen ambil doktor lagi neeh. Bidang yang sekarang kurang aku suka. Udah search macam-macam, aku pengennya ke Swiss. Keren tuh penelitian perbankannya. Tau gak sih, kalau uang yang beredar di sektor riil tuh hanya 20%, sisanya tuh ada di pasar modal.

Tiba-tiba saja pembicaraan mengarah ke masalah keuangan global. Termasuk artikel tentang mata kuliah baru di Waseda yang saya terjemahkan beberapa hari lalu.

S : Aku sendiri sebenarnya pengen ambil jurnalisme buat S2 nanti. Sekarang udah terlanjur berkecimpung di dunia teknik. Kenapa yah, baru sekarang kita sadar bidang apa yang cocok dan kita inginkan?
W : Bener bener! Dulu waktu lulus SMA ngikut arus saja... setelah dijalani baru kerasa benturan2 yang ada.
D : Iya, kalian masih untung ambil teknik. Aku? Matematika, dan di jepang ilmu ini sudah mentok, hampir gak ada hal baru yang bisa dikembangkan. Kalau saja tahu, sejak awal aku bisa ambil jurusan lain.

Sekarang kita punya cita-cita baru yang dirasa lebih sesuai dengan diri, tapi kenapa dulu kita memilih jalan yang sama sekali lain? Sekarang terlalu jauh untuk kembali ke titik itu. Kita hanya bisa mengharapkan percabangan jalan pintas yang mendekati arah impian. Yah, jalan kita masih panjang meski tahu jalan ini kurang menyenangkan.

14:20 Kembali ke asrama.

T : Eh, jam 3 jadi berangkat khan?
S : Jadi lah, tapi tunggu beberapa menit yah, mau sembahyang dulu.
T : understood.

drrttt drrttt...

Md : Sunu-san, jadi khan?
S : T baruuuuuuuu aja nelpon dengan pertanyaan yang sama. Jadi, tapi tunggu sekitar 10 menit lagi yah?
Md : OK.


Haduh, masih ada beberapa telpon yang masuk hingga menjelang maghrib, tapi saya sudah capek menuliskannya. Ceritanya, selepas ashar itu, saya pergi karaoke, ambil foto kenangan yang saya pasang di atas, balik ke asrama untuk sholat Maghrib, lalu berangkat makan malam bersama sampai jam 9 malam. Hmmhhmm... hari yang cukup sibuk dengan banyak keperluan, dengan orang yang berbeda-beda. Besok saya pergi untuk wisata kelulusan bersama mahasiswa asing lain, ditambah anggota klub pertukaran budaya, beberapa dosen, dan anak yang ingin ikut dengan biaya sendiri. Semoga angin tak terlalu kencang berhembus : Kereta terancam tak beroperasi.



ReAD MoRE・・・